Jumat, 29 Juni 2012

MESJIDKUUUUUU


Kavling yang dalam peta komplek telah diperuntukkan untuk Fasum dan Fasos tersebut berukuran 8 x 50 meter berada di pojokan kavling berbentuk kotak panjang dikelilingi jalan. Salah satu sisi  memanjang dan menyampingnya adalah jalan utama komplek 12 meter, sedangkan sisi lainnya jalan kecil 4 meter. Berada persis diperbatasan antara Rw. 17 dan Rw. 26, yang sempat memicu "konflik" bahkan sampai saat ini, terutama untuk memuaskan ego kemanusiaan untuk bisa menguasai dan menunjukkan dominasi.

Waktu pertama kali aku membangun rumah disana tahun 1997, dikavling tersebut telah berdiri Mushola alakadarnya dan dinamakan Mushola Al-Ikhlas berukuran 6 x 6 meter dalam bentuk tertutup ditambah bagian belakang 4 x 6 meter setengah terbuka. Dan telah menjadi tempat sholat berjamaah warga yang memang belum seberapa banyak penghuninya. Bagian belakangnya dijadikan sebagai tempat belajar mengaji anak-anak kavling. Bahkan menjadi tempat favorit ibuku dan ibu mertuaku untuk melakukan shalat Duhur kala sedang mengatur makanan bagi Bapak-Bapak tukang yang sedang membangun rumah.

Pak haji Aris tetanggaku yang termasuk pioneer menempati atau membangun rumah di kavling bercerita bahwa waktu dahulu dia membangun mushola tersebut banyak orang yang menertawakan karena seperti membangun mushola di tengah rawa. Maklum banyak komplek di daerah Bekasi adalah bekas rawa sehingga banyak nama daerah di Bekasi dengan awalan rawa, seperti rawalumbu, rawabebek, rawabuaya, rawatembaga, dll. Dan kavling agraria pun sebelumnya berupa rawa. Jadi kalau mau membangun rumah ataupun mesjid harus nyari tanah atau batu untuk urugan.

Setelah beberapa tahun tinggal di kavling tersebut, rupanya makin banyak orang membangun rumah, sehingga makin banyak penduduk. Aku merasakan waktu hari Jum'at libur tidak masuk kantor, suka bingung sholat Jum'at dimana ? Ternyata setelah ngobrol kiri-kanan, tetanggaku juga merasakan hal yang sama. Kalau soal berjamaah sholat untuk urusan sholat wajib, sepertinya tidak ada masalah, karena walaupun penduduknya tambah banyak tetapi orang yang sering sholat berjamaah ke Mesjid tidak banyak bertambah. Tapi kalau sholat Jum'at, semua orang membutuhkan mesjid.

Dari hasil obrolan dengan Pak Haji Pursidi dan Pak Haji Sudarno serta Bapak-Bapak lain saat bareng-bareng bakar kambing sambil memperingati 17 Agustusan, disepakati bahwa kita perlu menggalang kekuatan untuk bisa mengembangkan mushola tersebut menjadi mesjid yang bisa digunakan untuk Sholat Jum'at. Lalu disusunlah sedikit strategi yaitu bulan depan kita adakan pengajian di rumah pak Haji Sudarno yang akan mengundang seluruh warga Rw 17 dan Rw 26. Dalam pengajian tersebut terbentuklah kepengurusan panitia pembangunan mesjid Al Ikhlas dimana sebagai ketua pak haji Pursidi, Sekretaris pak haji Sudarno, dan aku ditunjuk sebagai Bendahara.

Perdebatan pertama yang seru adalah waktu menentukan bentuk mesjid, apakah mau kotak atau persegi sebagaimana mesjid lain, atau hanya akan mengikuti bentuk tanah yaitu memanjang seperti kereta api. Akhirnya diputuskan berbentuk segi empat ukuran 18 x 18  dan dibuat 2 lantai. Jadi panitia harus berusaha menyediakan tanah atau mencari pemilik tanah yang berada di seberang jalan  kecil kavling untuk dapat dibeli oleh Mesjid. Jadi nanti mesjid tersebut akan memakai sebagaian tanah fasum, lalu menggunakan jalan kavling kecil dan menggunakan tanah seberang jalan kavling yang dibeli.

Loh kalau beli tanah, nanti atas nama siapa tanahnya ? Disamping harus mencari dana untuk membeli tanah, maka bertambah lagi pekerjaan yaitu harus memikirkan status kepemilikan tanah. Akhirnya kami panitia pembangunan mesjid sepakat membuat sebuah Yayasan, dan kami sengaja menunjuk salah seorang ketua RT yang berada di wilayah Rw 26 untuk menjadi ketua Yayasan. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan prasangka kurang baik antar wilayah RW mengingat kami bertiga sebagai panitia pembangunan mesjid semuanya berada atau berdomisili di RT 05 Rw 17. Padahal khan fasosnya milik bersama dua Rw.

Ketika sedang berjuang mencari dana serta membujuk pemilik tanah agar mau menjual tanahnya dengan harga minimal untuk mesjid. Berjuang juga untuk mendirikan Yayasan, tiba-tiba aku dipindah tugaskan ke Denpasar. Akhirnya dengan sangat terpaksa, aku jadi tidak bisa aktif berjuang, hanya bisa membantu dengan do'a, dan aku serahkan kembali tanggung-jawab sebagai bendahara tersebut kepada panitia yang lain.

Kira-kira 2 tahun kemudian yaitu sekitar tahun 2007 aku pernah mampir ke kavling agraria pas hari Jumat, dan pada hari Jum'at itullah pertama kalinya aku bisa sholat Jum'at disana. Bangunan mesjid baru saja tertutup bata, dan lantainya hanya disemen belum menggunakan kramik. Baru satu lantai, tetapi telah disiapkan menjadi dua lantai, sebagaimana dahulu ditetapkan. Terima kasih panitia, akhirnya harapan kami bisa sedikit terwujud, walaupun masih jauh dari titik akhir. Walaupun belum dapat dikatakan sebagai bangunan mesjid, tapi aku benar-benar telah shalat berjamaah disana, dan jamaahnya cukup banyak.

Dua tahun kemudian yaitu pertengahan 2009 aku kembali menetap di kavling agraria, mesjidku lumayan khusus untuk lantai satunya sudah siap pakai. Kramik putih telah menutupi seluruh lantai. Mihrab depan menggunakan marmer warna kuning gading cukup elegan, katanya sumbangan dari salah satu warga. Bagian dinding telah ditutup kramik. Namun bagian luarnya belum diapa-apakan, dan masih satu lantai.

Pertengahan tahun 2012 ini kami semua warga masih terus berjuang. Alhamdulillah lantai dua sudah ada dan telah berkramik termasuk tangganya. Kamar mandi dan tempat berwudlu sudah selesai. Dan sekarang sedang mengerjakan pagar depan. Jadi yang kurang adalah atap kubah, menara, tiang-tiang beton yang rencananya ditutup marmer atau kramik juga masih telanjang, dinding luar juga sama nasibnya dengan tiang-tiang. Kok masih banyak yang kurangnya ?  Tenang saja kawan......kami seluruh warga tetap optimis, pada saatnya nanti mesjid kami akan terwujud.

Karena........ mesjid kami telah berganti kepengurusan panitia pembangunannya mungkin sekitar 3 sampai 4 kali. Telah dikunjungi oleh tiga Walikota, mulai Bapak Ahmad Zurfaih alm. Bapak Mochtar Muhamad, dan terakhir dalam isra mi'raj kemarin Bapak Rahmat Efendi......kami memang tidak tergantung pada manusia atau politik, kami hanya tergantung pada yang Maha segalanya. Allah al-Malik. Mohon do'a.

Cirebon Ekspress, 28 Juni 2012

(salam hangat dari kang sepyan)

Minggu, 24 Juni 2012

SDM OVER SPECS

Tetanggaku yang bekerja dalam bidang perekrutan serta pemenuhan SDM di sebuah bank besar mengeluh karena walaupun sudah merasa bekerja siang malam bahkan hari Sabtu pun hampir setiap minggu masuk bekerja untuk melakukan test wawancara, namun tetep saja perusahaan kekurangan pegawai yang begitu banyak. Terutama kekurangan pegawai clerical. Memang agak aneh ketika aku mendengar keluhan tersebut, karena disisi lain Indonesia ini penganggurannya meningkat, tetapi ini perusahaan kok tetep kekurangan pegawai.

Waktu sore-sore sambil menunggu pembukaan piala Eropa, setelah ngobrol ngalor ngidul berbicara serta berargumentasi tentang negara jagoannya masing-masing, aku mencoba bertanya sama tetanggaku tersebut terutama tentang rasa penasaran aku bagaimana mungkin perusahaan selalu kekurangan pegawai disaat pengangguran makin banyak. Coba lihat disekeliling rumah kita saja banyak pengangguran, kalau kita berjalan keluar kota kondisi pengangguran sama saja. Dan disisi kualitas, pegangguran jaman sekarang rata-rata telah memiliki pendidikan yang cukup, baik tingkat slta, diploma, maupun sarjana. Bahkan sampai pendidikan master pun masih ada yang menganggur.

Kondisi sepuluh sampai dengan dua puluh tahun yang lalu, amat sangat jarang terjadi ada calon pegawai atau ada pegawai baru yang keluar. Sehingga kalau sekali merekrut orang maka orang tersebut akan terus bertahan menjadi pegawai selamanya. Sampai pensiun atau sampai yang bersangkutan dipecat karena melakukan kesalahan fatal. Tetapi sekarang ini, lebih dari setengahnya pegawai yang direkrut tersebut, setelah mendapat pendidikan dan sedikit pengalaman kerja, mereka keluar dan pindah ke perusahaan lain. Sepertinya dia bekerja hanya untuk menyiapkan SDM bagi perusahaan lain yang sejenis.

Dengan bertambah besarnya perusahaan, otomatis bertambah banyak juga kebutuhan pegawai. Namun pemenuhannya sekarang harus dua bahkan tiga kali lipat dari yang dibutuhkan, karena mengantisipasi banyaknya pegawai yang keluar. Walaupun sudah diancam dengan denda, tetap saja pegawai yang keluar masih lebih dari setengahnya.

Pertanyaannya adalah, kenapa hal ini bisa terjadi ? Kenapa calon pegawai ataupun pegawai sekarang kok berani keluar kerja, tidak seperti pegawai yang dulu-dulu yang lebih nerima semua ketentuan perusahaan ? Jawaban yang paling umum dari pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah, karena jaman sekarang berbeda dengan jaman dahulu. Dahulu alternatif tempat bekerja hanya sedikit, dahulu etika bajak membajak pegawai masih berjalan, dan dahulu.......karena tingkat pendidikan masih rendah, maka perusahaan ataupun pemerintah menghargai lulusan sebuah sekolah lebih tinggi dari tingkat pendidikan pegawai.

Aku teringat cerita Bapakku (almarhum)......semoga beliau diampuni segala dosanya dan dibalas semua amalannya berlipat ganda, serta ditempatkan ditempat terbaik disisiNya.....bahwa jaman dahulu ketika telah menyelesaikan sekolah tingkat dasar (sekolah rakyat), maka dengan modal bisa baca tulis dan berhitung, hampir seluruh kantor menerima beliau bekerja. Termasuk pak Camat waktu aku mendapat cerita tersebut, dulu masuknya dengan ijazah SR. Demikian juga dengan guru-guru dan kepala sekolah banyak yang pada waktu mereka mulai bekerja berbekal ijazah SR. Hal tersebut masih terjadi sampai dengan pengangkatan guru tahun 1970-an.

Sekarang dengan semakin majunya kehidupan berbangsa dan bernegara, disatu sisi pelajaran sekolah yang diberikan semakin meningkat, sebagai contoh anak kelas 2 SD telah belajar perkalian dan pembagian yang komplek kalau waktu dulu cukup sampai dengan tambah serta kurang, bahkan pelajaran Bahasa Indonesia pun baru diberikan pada kelas 3. Namun disisi lain produk lulusan yang dihasilkan semakin kurang dihargai. Secara formal untuk jadi TKW saja harus lulusan SLTP, untuk jadi pegawai pabrik atau buruh pabrik atau pelayan toko harus lulusan SLTA, untuk jadi pegawai bank harus lulusan D3, Dan untuk jadi pegawai negeri kebanyakan mensyaratkan lulusan S1.

Kenyataannya dengan banyaknya pelamar yang masuk, ada beberapa perusahaan yang menerima pegawainya dengan tingkat pendidikan diatas syarat yang ditentukan. Termasuk di perusahaan teman saya yang mensyaratkan D3, namun karena lebih banyak pelamar S1 bahkan S2, maka tentu saja dengan sistem perekrutan yang mengandalkan kondisi saat ini, pelamar dengan lulusan lebih tinggi akan memiliki kemampuan komunikasi yang lebih baik dibanding pelamar lulusan D3. Jadi akhirnya yang diterima bekerja adalah lulusan S1 untuk pekerjaan sekedar menjadi Teller atau Customer Service di bank, yang sebenarnya jenis pekerjaan tersebut tidak mememerlukan kemampuan manajerial, cukup sedikit pelatihan sistem operasi bank yang dipakai serta sedikit kemampuan komunikasi.

Aku teringat kawanku waktu SMP dahulu, dalam hal cita-cita aku bisa me bagi kedalam tiga golongan. Golongan pertama adalah golongan yang sekolah sampai SMA saja sudah bagus, sudah jauh lebih baik dibanding orang tuanya yang hanya lulusan SR kelas 3 dan sekarang menjadi buruh tani atau tukang di kampung. Golongan kedua adalah golongan yang Akan meneruskan ke STM atau SPG maksudnya sekolah kejuruan. Dengan tujuan ingin merubah nasib keluarganya bisa menjadi pegawai negeri atau bisa bekerja di kantoran jadi guru atau jadi pegawai negeri atau swasta. Dengan menambah sekolah 3 tahun setelah SMP bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Golongan ketiga adalah golongan yang memiliki cita-cita tinggi dengan masuk ke SMA, walaupun diantara mereka ada yang nekad tanpa perhitungan pokoknya masalah biaya gimana nanti, Ada juga yang dengan perhitungan bahwa orang tuanya akan sanggup membiayai sampai S1.

Setelah SMA aku juga melihat kawan-kawanku terbagi 3 golongan. Golongan pertama adalah golongan bingung, karena dari sisi ekonomi, otak, maupun motivasi pas-pasan banget. Mungkin ini termasuk golongan yang waktu memutus an meneruskan ke SMA salah perhitungan. Golongan inilah yang pada akhirnya banyak menguasai terminal dan pasar.....meskipun ada juga yang menjadi politisi dengan mengambil sekolah kapan-kapan (gak jelas waktu sekolahnya tapi jadi sarjana juga)  yang penting syarat wakil rakyat terpenuhi.

Golongan kedua adalah golongan yang mulai sadar bahwa kemampuan dia (ekonomi, dan otak) mengharuskan dia segera bekerja agar segera mampu meringankan beban orang tua. Dengan nasihat keluarga, lingkungan, serta membaca situasi, akan terprogram dalam otaknya suatu motivasi bahwa dia akan hidup sebagai pegawai biasa, yang akan memiliki tugas rutin tertentu, akan dikendalikan oleh atasan, dll. Cita-cita menjadi manajer dia coret, dan mulai pertengahan SMA dia sudah siapkan mental untuk hidup nerima menjadi clerical.

Golongan ketiga adalah golongan yang pede abis, walaupun sebagian besar sebenernya termasuk nekad. Pokoknya aku ingin menjadi manager bahkan menjadi Direktur Utama perusahaan besar. Kalau jadi pegawai negeri, inginnya menjadi minimal Kepala Dinas, syukur-syukur menjadi Kakanwil atau bahkan Dirjen dan Deputi di Kementrian. Setelah keluar S1..... Eng, ing, eng......baru dia tahu rasa, bagaimana kerasnya dunia.

Mengirim lamaran kemana-mana, mencari lowongan kerja kemana-mana......akhirnya.....apa saja pekerjaan gak apa-apa, yang penting bisa lepas dulu dari orang tua, bisa mandiri walaupun pas-pasan. Anggap saja magang dahulu mencari pengalaman dan sambil melihat-lihat lowongan pekerjaan baru. Dan umumnya pekerjaan yang dimasuki tersebut adalah bidang sales asuransi, detailer obat-obatan, atau jadi pegawai outsourcing bank. Jenis-jenis pekerjaan tersebut yang umumnya tidak mensyaratkan keahlian atau jurusan tertentu. dari teknik oke, dari hukum atau ekonomi monggo, bahkan dari sastra, antropologi, atau geografi juga gak masalah. Yang dicari oleh perusahaan cuma kemampuan berfikir terstruktur dan kepedean untuk melakukan komunikasi.

Jadi pantes saja temen saya kerjaannya banyak terus, karena dia melakukan rekrutmen SDM over specs. Seharusnya cukup dengan pendidikan D3, tetapi dia banyak meluluskan pelamar yang pendidikannya S1, yang sebenernya hanya berniat coba-coba, cari pengalaman, pingin mandiri lepas dari orang tua, dan dihatinya dia tidak terima kalau hanya dijadikan sebagai clerical. Akhirnya setelah 6 bulan atau setahun, maka akan mencari pekerjaan lain. Bisa pekerjaan yang sama dengan gaji lebih besar, atau pekerjaan yang berbeda yang menjanjikan carir path yang lebih baik.

Ternyata bukan kalau under specs saja yang salah.....over specs pun bisa jadi masalah.

(salam hangat dari kang sepyan)

Kamis, 07 Juni 2012

KOTA KAMBING


Kebiasaan yang aku lakukan dalam dua tahun terakhir ini kalau sedang berada di luar kota adalah pagi-pagi menyusuri jalan sekitar hotel, sekalian olah raga pagi dan memanfaatkan moment untuk melihat denyut nadi kehidupan masyarakat kota yang disinggahi.

Setelah menggunakan sepatu, celana pendek, dan kaos tangan pendek, walaupun masih agak gelap dan jalanan agak basah karena semalaman diguyur hujan, aku lagkahkan kaki ke arah belakang hotel dan belok kanan mengarah alun-alun, terus menyusuri jalan Dalam Kaum, jalan Cibadak, dan selanjutnya belok kembali menyusuri jalan Jendral Sudirman serta jalan Asia Afrika, kira-kira memerlukan waktu 60 menit perjalanan.

Sepanjang jalan mulai depan pintu belakang hotel banyak sekali ditemukan panti pijat, pub dangdut, karaoke, dll. Pemandangan tersebut terus merata disepanjang perjalanan pagi, bahkan Paramount yang dahulu merupakan bisokop yang cukup terkenal di Bandung, sekarang telah berubah menjadi gedung tua yang hampir roboh, serta berubah fungsi menjadi tempat karaoke.

Gedung tua, kusam, dan banyak cat mengelupas mendominasi seluruh bangunan di kedua sisi jalan yang dilalui. Terkesan seperti kota tua yang sudah tidak terurus. Praktis yang kelihatan dari luarnya baru hanya bisnis-bisnis "lampu merah". Mungkin laporan pandangan mata pagi ini terlalu subjektif, maklum hati agak 'panas' melihat perkembangan yang tidak sesuai dengan harapan.

Sore hari setelah acara selesai sebelum diteruskan dengan acara malam, aku sempetkan jalan kembali walaupun hanya sebatas sampai mulut jalan Dalam Kaum. Pandangan siang hari lebih memprihatinkan lagi. Disebelah kiri jalan yang sebelumnya terdapat gedung megah Palaguna, ternyata sudah seperti gedung hantu. Mudah-mudahan seperti spanduk yang didepan gedung segera terwujud bahwa gedung tersebut akan segera direnovasi.

Bersebrangan sudut dengan Palaguna masih ada Dian Theatre, tetapi kelihatannya sudah berubah fungsi menjadi lapangan futsal. Penasaran sebenernya gimana cara menyulap gedung film jadi lapangan futsal. Sayang gak ada orang yang bisa ditanyai.

Renovasi dan pembangunan yang cukup besar tampak dilakukan untuk memperbaiki alun-alun dan mesjid Agung. Ada ruangan parkir serta WC umum di bawah alun-alun, terus dibuat pagar yang cukup kokoh mengelilingi seluruh alun-alun, dan tampak bagian mesjid agung Bandung yang semakin membesar, disertai dengan menara yang menjulang. Namun renovasi yang telah dilakukan tersebut, menjadi tidak ada hasilnya karena kondisi alun-alun bukannya meningkat menjadi nyaman tetapi justru berubah menjadi tambahan tidak nyaman.

Alun-alun Bandung yang dahulu biasa dijadikan tempat bermain warga setelah lelah berbelanja, sekarang disesaki dengan pedagang. Seluruh koridor tempat jalan-jalan serta taman bunga disesaki dengan pedagang makanan, pakaian, mainan anak-anak, elektronik, dll. Disisi pagar dikelilingi juga oleh orang yang berjualan, demikian juga di emper-emper mesjid semuanya penuh dengan pedagang. Jangankan mau melepaskan lelah di alun-alun, malahan pikiran tambah penat melihat kesemrawutan itu.......hehehehe.....tapi disalah satu sudut alun-alun terdapat baliho dari warga yang menyatakan dukungannya dan meminta Bapak Walikota menjadi Calon Gubernur Jawa Barat.......mudah-mudahan baliho tersebut dapat memacu Pak Wali dan jajarannya untuk terus memperbaiki keasrian Kota Bandung.

Jalan sedikit ke arah Dalam Kaum, sungguh sulit membedakan antara jalan dengan pasar, karena jangankan untuk kendaraan lewat, untuk orang lewat saja sudah sulit. Karena jalan digunakan menjadi lapak untuk berjualan.....bukan hanya trotoar atau pinggir jalan, tetapi ini dilakukan ditengah-tengah jalan. Betapa beraninya rakyat Bandung......tapi apakah betul mereka seberani itu kalau tidak ada udang dibalik bala-bala ?

Benar-benar Bandung sangat tidak layak disebut sebagai kota kembang, tetapi lebih pantas disebut kota kambing......kecuali, "peuyeum"nya kali, yang bertebaran seperti kembang. Aku sayang Bandung, mari benahi Bandung.

Ragunan, 07 Juni 2012


(salam hangat dari kang sepyan)

BBM BERSUBSIDI


Seorang ibu-ibu yang dipanggil sebagai ekonom oleh pewawancara radio dengan menggebu-gebu mencoba menguraikan dengan matematika bahwa pemerintah dengan mudahnya telah mensubsidi orang kaya sebesar satu juta rupiah per bulan. Dengan asumsi bahwa setiap orang kaya mengkonsumsi 200 liter premium per bulan dimana per liter premium disubsidi oleh pemerintah sebesar lima ribu rupiah (selisih antara 9.500 dengan 4.500), total per bulan menjadi satu juta rupiah.

Subsidi sebesar satu juta rupiah perbulan tersebut dilakukan dengan cara mengagalkan rencana pemberian bantuan langsung sebesar tiga ratus ribu rupiah perbulan untuk rakyat miskin. Oleh karena itu seharusnya pemiliknya kendaraan pribadi dikenakan pajak sebesar satu juta rupiah atau minimal lima ratus ribu rupiah perbulan, sehingga akan ada penambahan pendapatan pajak sebesar puluhan trilliun rupiah.

Pendapat seperti di atas bukan hanya disampaikan oleh ibu-ibu itu saja, tetapi banyak juga pengamat lain mengatakan hal yang sama. Seolah-olah kalau ada orang yang memiliki kendaraan pribadi terus membeli bbm bersubsidi adalah orang yang tidak punya malu, maling negara, penghisap darah si miskin, sungguh amat sangat tidak berguna dan hanya menjadi beban negara saja. Apa memang benar begitu ?

Aku termasuk salah satu orang yang membeli bbm bersubsidi, kira-kira untuk berangkat ke kantor akan memerlukan sekitar 150 liter premium per bulan. Jadi kira-kira dalam setahun aku mendapatkan subsidi sekitar sembilan juta rupiah. Tapi khan karena kerja, maka setiap tahun juga aku bayar pajak ke negara ? Bayar pajak penghasilan, pbb, kadang-kadang ppn kalau belanja, pajak kendaraan dan lain-lain yang kalau dihitung semuanya angkanya mencapai lebih seratus juta rupiah. Perbandingan antara pajak yang dibayar dengan subsidi bbm yang diterima cukup jauh, masih terdapat surplus yang cukup tinggi. Subsidi hanya berada dibawah 10% dibandingkan dengan pajak yang disetorkan.

Kondisi hitungan-hitungan pajak berbanding subsidi tersebut, aku yakin akan hampir mirip antara setiap orang yang menggunakan bbm. Karena dengan memakai bbm tersebut maka akan menambah penghasilan, yang pada akhirnya penghasilan tersebut akan dikenai pajak oleh pemerintah.  Kalau mobil pribadinya lebih banyak dan cc nya lebih tinggi, tentu saja akan berbanding lurus dengan tingkat penghasilannya. Jadi....tidak merugikan negara.....haqul yaqin tidak merugikan negara.

Malahan akhirnya aku curiga.......jangan-jangan para pengamat tersebut tidak pernah membayar pajak ??? Jadi lupa tidak memperhitungkan pajak yang telah dibayar ke negara.

(salam hangat dari kang sepyan)

Rabu, 06 Juni 2012

SEMRAWUT !!!


Atas petunjuk bos baru yang memang memiliki spesialisasi dibidang bisnis transaksi keuangan luar negeri maka hari selasa kemaren telah dilakukan ghatering dengan sponsor TKI atau kerennya Petugas Lapangan PPTKIS (padahal lebih tepat adalah calo TKI) yang dilaksanakan disebuah Rumah Makan cukup bonafide di Cirebon. Biasanya kita melakukan gathering untuk "sosialisasi/edukasi/jualan" remitansi dan KUR TKI adalah langsung dengan TKI yang mau diberangkatkan, karena pada dasarnya yang perlu tahu tentang hal tersebut adalah TKI sehingga mereka bisa terlindungi untuk merencanakan financial mereka selama bekerja di luar negeri (biar gak habis dengan pengeluaran yang gak jelas) dan disisi lain tentunya kami mendapatkan penghasilan atau fee....hehehe..,namanya juga usaha.

Memang menjadi serba salah, karena disisi lain "sponsor TKI" adalah pihak yang tidak dikehendaki karena hanya akan menambah mata rantai tataniaga pengiriman TKI, tetapi kenyataannya peran mereka tidak bisa dihilangkan. Harusnya sih Pemerintah yang melindungi rakyatnya dari hal tersebut...tapi konon menurut informasi dari beberapa sumber, bahkan kalau PPTKIS minta bantuan kepala sekolah SMK atau minta bantuan lurah untuk mengumumkan adanya lowongan pekerjaan di luar negeri, maka sang kepala-kepala tersebut, yang telah dibayar untuk pekerjaannya tersebut, yang telah ditambah sertifikasi, akhirnya mereka berperan menjadi sponsor juga.

Dan akhirnya kamipun melakukan gathering dengan sponsor tersebut karena pihak yang paling dipercaya oleh TKI sebelum berangkat ke LN adalah sponsor, sehingga apabila kita dapat meyakinkan sponsor, maka aliran informasi tersebut akan mampu juga meyakinkan TKI. Nah disinilah mulai timbul satu kesemrawutan. Bayangkan saja acara tersebut juga dihadiri dan diresmikan oleh pejabat tertinggi dari Dinas Tenaga Kerja di Wilayah Cirebon. Dunia rupanya udah kebalik-balik....melakukan suatu yang salah dengan cara yang benar.

Balik dari Cirebon (naek Argojati) aku naik taksi dari Jatinegara ke Bekasi lewat jalan baru di pinggir rel. Mulanya jalan terbagi dua (dua arah), namun tiba-tiba jalan menjadi satu arah serta ada tulisan kecil dalam karton berbunyi "jalan ini belum dibayar" hehehe, ada-ada aja...jalan menjadi satu jalur tersebut kira-kira 100 meter saja, selanjutnya kembali menjadi dua jalur. Tapi perjalanan cukup lancar walaunpun waktu itu jam 5 sore yang merupakan jam pulang kantor. Namun demikian kira-kira 600 - 700 meter kemudian, walaupun jalan tersebut telah dibayar (sudah dua jalur) jalan mulai tersendat bahkan selanjutnya padat merayap. Tampak disebelah kiri jalan, setengah badan jalan dijadikan tempat berjualan. Mulai jualan makanan, pakaian, peralatan rumah tangga, bahkan peralatan elektronikpun dipajang di badan jalan seperti lemari es, TV flat di atas 30 inchi...lengkap dengan membawa mobil besar utk etalase dan dilengkapi pula dengan SPG yang membawa brosur serta ada juga perusahaan Leasing....ini namanya Mal jalanan.

Aku tidak habis pikir....mestinya perjuangan pemerintah untuk membangun jalan tersebut tidak mudah dan tidak murah. Terbukti dengan masih adanya tanah masyarakat yang belum terbayar. Namun mengapa setelah jalan itu jadi kok tidak ada seorangpun yang mau memeliharanya. Pembatas jalan dua arah (sekitar 10 meter dibiarkan tidak terurus dan jalan digunakan untuk jualan secara berjamaah juga dibiarkan. Padahal sebagian yang berjualan tampak sudah mendirikan tenda-tenda bahkan ada yang sudah semi permanen.Semrawut....bener-bener semrawut.

(salam hangat dari kang sepyan)