Sabtu, 25 Agustus 2012

SERTIFIKASI GURU

 Aku dilahirkan dari keluarga guru, ayahku guru, ibuku guru, tiga kakak pertamaku semuanya guru, paman dan bibiku mayoritas guru, sepupuku juga guru. Menikah sama istri seorang anak guru, yang kakak-kakaknya juga guru, termasuk ipar-ipar juga guru. Jadi kalau perkembangan tentang guru, sedikit demi sedikit aku tahu, baik dari sisi perkembangan kesejahteraan, perkembangan cara pandang masyarakat terhadap guru, maupun perkembangan sogok-menyogok di sekitar itu.  Walaupun mungkin tidak semuanya benar, maklum aku bukan pelaku utama, hanya melihat dari jauh.

Dulu jaman Bapak dan ibuku guru, sosok guru adalah bener-bener sosok yang perlu digugu dan ditiru, artinya digugu yaitu kata-katanya benar sehingga perlu dipatuhi sedangkan ditiru karena perilakunya benar sehingga perlu dijadikan contoh serta teladan oleh masyarakat sekitarnya. Kesejahteran guru awal 60 sampai 70-an walaupun termasuk kurang, tetapi kewibawaannya tidak terpengaruh oleh tingkat kesejahteraan.  Banyak teman Bapaku yang memilih menjadi pengusaha, karena penghasilan guru masih sangat minim. Baru di tahun 80-an gaji guru sudah lumayan lebih baik, guru bisa hidup lebih sejahtera dibandingkan dengan petani, khususnya kalau melihat standar gaji guru yang hidupnya di desa-desa.

Kontaminasi terhadap guru mulai terjadi tahun 80-an akhir, setelah eranya berubah dari dikelola secara khusus oleh Kandep dari Depatemen P dan K atau sekarang disebut Depdikbud menjadi dikelola untuk bidang pendidikan oleh Depdikbud sedangkan untuk pangkat, gaji, atau karir dikelola oleh Depdagri.  Sehingga atasan guru atau kepala Sekolah menjadi dua yaitu Penilik dan Kepala Dinas atau Kadin.

Aku ingat bagaimana hubungan baik yang terjadi antara Bapaku dengan Peniliknya, seperti hubungan dua keluarga, seperti hubungan dua kakak beradik, yang bahkan sampai sekarang setelah keduanya tiada bertahun-tahun, kami anak-anaknya masih menjalin silaturahmi, masih saling menanyakan kabar. Suatu hubungan atasan bawahan yang didasari dengan pertalian emosi dan hati, bukan sekedar hubungan kerja. Karena seharusnya kerja sebagai guru atau pendidik bukan hanya sekedar hubungan upah atau buruh memberikan pengetahuan tetapi lebih sebagai hubungan emosi transfer ilmu, transfer nilai kehidupan, jadi harus didasari keikhlasan serta ketulusan hati.  Keadaan tersebut baru akan tercipta apabila hubungan kerja antar guru dengan kepala Sekolah dan dengan Penilik didasari oleh kekeluargaan bukan organisasi yang hanya berdasarkan atasan bawahan.

Ketika aku sempat bertanya ke Bapaku kenapa pensiun diusia 50 tahun, bukannya 55 bahkan 60 tahun yang memungkinkan usia pensiun Kepala Sekolah, dijawabnya adalah karena merasa suasana kerja guru yang berjalan sekarang sudah tidak sesuai dengan hati nuraninya. Kalau dahulu ada penilik datang paling yang disiapkan adalah makanan hasil masakah istri-istri guru, tapi kalau sekarang penilik datang harus diberikan amplop, terus amplopnya dari mana kalau bukan ngambil dari anggaran sekolah. Kalau dulu untuk dapat jabatan dan naik pangkat tidak perlu mengurus, SK naik pangkat tiba-tiba datang sendiri, demikian juga jabatanpun ditawari. Kalau sekarang untuk jadi kepala sekolah saja harus nyogok sana nyogok sini, deketin sana deketin sini, lobi sana lobi sini. Tidak heran kalau yang jadi kepala sekolah bukan orang yang paling kompeten dibidang pendidikan, tetapi yang paling bagus lobi dan sogokannya. Apakah semua begitu ??? tentu saja tidak, sebagian walaupun kecil tentu ada yang masih sesuai kompetensinya.

Berbicara tentang kenaikan pangkat, aku pernah mengantar ke kantor Depdikbud beberapa orang guru teman kakaku. Waktu itu hari libur, jadi kantor Depdikbud di Jalan Sudirman Jakarta sedang kosong.  Kakaku beserta beberapa guru lain yang sudah lama tidak naik pangkat, datang membawa berkas kesana dibelain datang dari kampung setelah selesai mengajar, sampai ke Jakarta menjelang subuh lalu datanglah ke gedung megah tersebut. Kirain mau masuk menemui seseorang di dalam kantor, ternyata hanya ketemu seseorang di tempat parkir.....hehehe, jauh-jauh hanya mau janjian di parkiran.  Aku gak tahu apa yang dibicarakan dan transaksi apa yang dilakukan, tapi katanya hasilnya efektif. Dipikir-pikir kok kaya transaksi narkoba ya ?

Yang lebih heboh lagi ketika mulai diterapkannya sertifikasi bagi guru.  Yang aku lihat bagaimana ibu-ibu dan bapak-bapak yang sudah tidak memiliki sisa semangat belajar tersebut harus sekolah kembali sehingga bisa mendapatkan ijasah yang sesuai untuk mendapat sertifikasi.  Kalau denger cerita kakaku, jangankan mendapatkan tambahan pengetahuan, karena katanya udah mentok, pokoknya antara mahasiswa dan dosen sama-sama tahu yang penting dapat ijasah untuk sertifikasi.  Peningkatan mutu guru melalui ijasah D2, D3, atau S1 boleh dikata omong kosong kalau hanya dengan cara begitu.  Salah satu kakaku yang ditugasi sebagai pengawas saat ujian, suka bingung karena baru masuk mengawas tiba-tiba sudah dikasih amplop oleh penilik sekolah guru-guru tersebut.  Mohon bantuan dan kerjasamanya katanya, dan ketika ditolak dikatakan bahwa itu sudah perintah atasan, karena semuanya juga sudah mau menerima.......hehehe kacau khan kalau sudah begini ? yang benar jadi bingung, yang salah menjadi benar, dan ini terjadi di dunia pendidikan, di dunia guru.

Setelah mendapatkan ijasah, tentu saja sebagian dengan cara menyogok dan mengharap belas kasihan, perjuangan berlanjut untu mendapatkan persyaratan lainnya seperti seminar, jumlah jam mengajar, karya tulis.  Untuk golongan guru SD ya hanya jam mengajar yang bisa dipenuhi, tapi kok bisa dapat sertifikasi.....itulah hebatnya...hukum permintaan mengasilkan penawaran berlaku, pokoknya semua bisa didapatkan....apapun yang terjadi.

Rupanya upaya perbaikan dan menghindari kongkalingkong oleh Pemerintah terus dilakukan, sehingga lebaran kemaren ceritanya sudah berubah yaitu para guru (kakak-kakaku) sedang belajar menggunakan mouse komputer, karena ada Uji Kompetensi Guru (UKG) yang dilakukan secara on line menggunakan komputer. Jadi pilihan ujiannya dilakukan dengan langsung menekan lembar jawaban yang ada di layar. Pokoknya kalau sudah bisa menggunakan 'kelinci' nya sudah tenang, ada yang bilang 'kelinci" nya liar banget susah dikendalikan, itulah obrolan mereka tentang UKG baru sampai tahap mengendalikan mouse yang mereka terjemahkan sebagai 'kelinci'. Jauh belum mempelajari materi apa yang diujikan.  Sehingga ketika kakaku mendapat nilai 51 kata penguji itu sudah termasuk ranking dua terbesar karena yang lainnya banyak yang hanya mendapat nilai 20-an bahkan ada yang nilainya cuma 1, 2, atau 3 dari skala angka 100.

Itulah sebenarnya gambaran kompetensi guru ang ada sekarang, padahal aku yakin (mudah-mudahan keyakinanku ini salah) dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama akan timbul penawaran yang bisa meningkatkan perolehan nilai UKG tanpa meningkatkan kompetensi guru. Kongkalingkong telah terlalu mengakar, dan memang lebih berbahaya kalau mengakarnya mulai bidang pendidikan. Karena 'nilai' tersebut secara tidak sengaja akan terajarkan kepada anak muridnya. Pantes Bapakku dahulu resah, karena tidak bisa melawan lebih baik beliau keluar dari sistem tersebut, karena akibatnya terlalu besar bagi bangsa ini.

Mari kita berdo'a.....karena hanya Allah lah yang bisa membolak-balikan hati manusia.


Mohon maaf bila ada data yang keliru, ini hanya berdasarkan data yang aku tahu dari kakak-kakaku, tidak menggeneralisir seluruhnya.

(salam hangat dari kang sepyan)

Kamis, 23 Agustus 2012

MATEMATIKA PAHALA

Ada sebuah buku saku kecil yang dibagi-bagikan saat pertama kali aku ditugaskan bekerja di perbankan syariah, buku terbitan bogor yang isinya mengupas tentang pentingnya sholat berjamaah di mesjid. Dijelaskan bahwa yang paling penting adalah sholat subuh dan sholat isya, dengan pertimbangan terdapat hadist yang menyatakan bahwa apabila sholat isya berjamaah dimasjid maka akan mendapat pahala sama dengan sholat setengah malam, dan apabila sholat subuh berjamaah dimesjid sama dengan sholat sepanjang malam.

Lalu berdasarkan hal di atas dihitung dengan menggunakan asumsi sekali sholat lima menit, maka sepanjang malam atau 12 jam sama dengan 144 kali lipat dan kalau setengah malam artinya 72 kali lipat.  Sehingga cara cerdas memperbanyak pahala adalah dengan sholat berjamaah di mesjid karena mendapat 27 derajat dan akan lebih menguntungkan bila sholat isya di mesjid karena akan mendapat 72 x 27 derajat atau 1.944 derajat. Apalagi kalau sholat subuh di mesjid akan mendapat 144 x 27 derajat atau 3.888 derajat.

Disamping keutamaan sholat Isya dan sholat subuh di Mesjid, banyak hal lain yang mengupas tentang berlipat gandanya pahala, misalnya sholat di masjid Nabawi Madinah 1.000 kali lipat, sholat di masjid Haram Mekkah 100.000 kali lipat.  Sampai timbul guyonan bahwa ada salah seorang haji yang merasa sudah tidak perlu sholat lagi karena telah mempunyai tabungan sholat yang cukup banyak ketika kemaren berhaji. Bayangkan saja 100.000 pahala, belum lagi dikalikan 27 karena sholat berjamaah.....kalau dihitung-hitung sudah beberapa kali lipat waktu hidup manusia yang hanya berkisar 60 sampai 70-an tahun.

Demikian pula dengan malam lailatul qodar yang pahala ibadahnya sama dengan seribu bulan, serta beberapa hal lainnya yang menjanjikan pahala berkali-kali lipat kalau beribadah pada waktu-waktu tertentu ataupun beribadah di tempat-tempat tertentu dan dengan cara-cara tertentu.

Kadang aku suka berfikir apakah perkalian pahala tersebut benar-benar perkalian seperti kita pelajari di Sekolah Dasar ? sehingga secara dangkal diartikan bahwa sholat subuh di Mesjid sebagai cara cerdas meraih pahala atau pak haji gak perlu sholat lagi karena telah memiliki tabungan sholat di Haram ? ataukah ada sesuatu dibalik pertanyaan-pertanyaan tersebut. Logika dewasaku lebih cenderung menduga adanya hal lain yang dimaksudkan dibalik besarnya pahala yang dijanjikan.

Menyimak khutbah Jum'at pak Adiyaksa Dault menyampaikan bahwa tugas utama manusia hidup di dunia tercantum dalam surat Al-baqoroh yaitu 'hanya' sebagai pengabdi Allah, illa liyabudun. Jadi apabila kita memiliki status-status lain seperti jadi Manajer, Direktur, Pedagang, Ketua RT, Presiden, Ayah, Ibu, Anak, Ketua DKM, Pengemis, rakyat, dll., itu hanyalah status-status accesories, karena status utamanya hanyalah sebagai hambanya Allah, pengabdi Allah, atau budaknya Allah. Dengan kita menyadari status utama kita tersebut, maka kita akan menyadari buat apa kita diciptakan dan apa tujuan hidup kita. Tujuan hidup pengabdi Allah adalah mendapat Ridho Allah atau Mardotillah.

Status kita akan menetukan tujuan hidup kita. Prioritas status hidup menetukan prioritas tujuan hidup. Status sebagai pegawai memiliki tujuan untuk meningkatkan karir. Status sebagai pengusaha memiliki tujuan hidup mendapatkan keuntungan yang besar. Status politisi memiliki tujuan agar mendapatkan kekuasaan. Status Ayah memiliki tujuan menciptakan keluarga bahagia.  Pada dasarnya kita mempunyai beberapa status yang selalu berubah-ubah. Di rumah memiliki status sebaga ayah atau anak atau ibu, kadang-kadang berstatus sebaga majikan bagi pembantu yang ada di rumah, berangkat ke kantor berstatus sebagai sopir atau penumpang, sampai di kantor berstatus sebagai karyawan atau kepala seksi, bahkan direktur, siang makan siang kita berubah lagi status sebagai pembeli, demikian terus status tersebut akan berubah-ubah, sehingga tidak heran kalo facebook cepat sekali menyebarnya karena terdapat media untuk mengungkapkan status, update status.  Tetapi ada sebuah status yang terus melekat yaitu status sebagai PENGABDI ALLAH.  Dengan demikian apapun aktifitas kita tetap harus bertujuan pada status pengabdi Allah yaitu mendapatkan Ridhonya Allah.

Terlalu banyak dosa yang kita lakukan, terlalu banyak perintah yang tidak kita kerjakan, terlalu banyak hal yang dilarang selalu kita kerjakan, terlalu banyak kita melakukan ibadah yang tidak sesuai tuntunan. Apakah sholat kita sudah khusyu ? Apakah puasa kita telah bernilai sehingga bukan cuma menahan haus dan lapar ? Apakah perhitungan zakat kita telah benar, apakah rasa riya kita waktu mengeluarkan zakat telah sirna,  dan apakah penyalurannya telah efektif ? Apakah haji kita sudah sempurna sehingga layak disebut haji mabrur ? Kalau anda menjawab dengan pede bahwa semua pertanyaan tersebut ya atau yes, maka aku ucapkan "Selamat". Karena kalau aku terus terang masih belum menghasilkan jawaban "ya" jawabannya baru sampai mudah-mudahan, Insya Allah pokoknya aku berusaha. Masalah benar tidaknya, sempurna tidaknya, atau diterima tidaknya, aku serahkan semua kepada Allah.

Aku menyadari bahwa ibadahku baik dari sisi niat, membebaskan dari riya, kesucian hati maupun fisik, tata-cara pelaksanaan, semuanya masih jauh dari sempurna. Ya Allah, hanya dengan pertolongan-Mu dan hanya dengan ridho-Mu aku bisa terbebas dari api neraka. Tanpa ridho-Mu tidak mungkin aku bisa menggapai surga-Mu, tapi aku pasti gak kuat menahan siksa neraka-Mu, oleh karena itu tuntunlah aku agar mampu mewujudkan status yang kau amanahkan padaku yaitu menjadi hamba-Mu.

Jadi kembali ke matematika pahala, sebagaimana matematika berapapun perkalian hasilnya tergantung angka yang dikalikan. Misalnya sholat di mesjid Haram dihargai 100.000 kali kalau ternyata nilai sholatnya dihargai nol karena terdapat ketidak sempurnaan dan tidak mendapat ridho-Nya karena ada sedikit harta yang tercampuri dengan riba, maka hasilnya tetap saja menjadi nol atau NIHIL. Angka perkalian-perkalian tersebut baru bernilai apabila ibadah yang dikerjakan telah benar dan sempurna sesuai dengan standar yang Allah tetapkan......masalahnya siapa yang tahu pasti "standar" tersebut, karena kepastian hanya ada di yang Maha Pencipta Al-Kholik yang Maha Kekal.

Kadang aku berfikir jangan-jangan angka kelipatan-kelipatan pahala itu sejatinya adalah hanya sebuah teknik motivasi.  Karena waktu sholat subuh dan isya mestinya atau sewajarnya orang sudah kembali ke rumah, jadi harusnya sudah bisa beribadah sholat berjamaah di mesjid dekat rumahnya. Maka diberilah pahala yang lebih banyak berlipat-lipat kalau mau mengerjakan sholat subuh dan isya berjamaan di mesjid, karena kalau tidak dijanjikan reward yang oke, orang cenderung males. Kalau diberikan reward orang akan termotivasi untuk mengerjakan. Dengan sholat berjamaah di mesjid akan tercipta pembauran atau sosialisasi antar tetangga sehingga ukuwah islamiyah akan makmur di daerah tersebut.

Andai uraian di atas ada yang benar tentunya itu karena ada tuntunan dari Allah SWT, tetapi bila ada yang salah tentunya itu kekhilafan aku pribadi, oleh karena itu aku mohon ampun pada-Mu ya Allah. Tuntunlah aku agar selalu mendapat ridho-Mu. Amin.

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1433 H, Taqoballallohu Mina Waminkum, Syiamana Wasyiamakum, Minal Aidin Wal Faidzin, Mohon Maaf Lahir dan Batin.

(salam hangat dari kang sepyan)

Kamis, 16 Agustus 2012

JALAN SIAPA

Sebenarnya pekerjaan yang paling sulit bukan menjad Presiden atau menjadi Gubernur. Tetapi menjadi Ketua RT atau menjadi Ketua RW, jauh lebih sulit karena berhubungan langsung dengan masyarakat yang kemauan, kebutuhan, maupun kemampuannya beragam. Apalagi menjadi Ketua RT di daerah kavling sepertiku yang penduduknya sangat beragam. Ada keluarga yang sudah tua sudah beranak cucu, ada keluarga muda baru menikah, ada yang masih lajang. Ada pegawai negeri, pegawai swasta, buruh pabrik, dokter, tentara, pensiunan, tukang becak, pengangguran, peminta-minta, pelacur, pemandu karoke, pegawai panti pijat, pegawai salon, polisi, pensiunan jendral, jaksa, dll, pokoknya komplit.

Maklum yang namanya tanah kavling dengan posisi di tengah kota, dekat Mal dan perkantoran serta pertokoan, hampir seluruh golongan penduduk ada.  Namun untuk memudahkan penataan kami mengelompokan penduduk dalam 3 katagori, yaitu. Katagori pertama adalah penduduk resmi dihitung sebagai satu KK, yakni penduduk yang memiliki tanah dan rumah sendiri atau penduduk yang menyewa rumah secara utuh sekeluarga. Penduduk katagori kedua adalah penduduk yang mengisi rumah kos, baik berbentuk kamar saja ada kamar mandi di dalam atau di luar, ataupun berbentuk rumah petak yang diisi keluarga atau disewa beberapa orang. Untuk penduduk jenis ini tidak mau dihitung sebagai satu KK baik untu iuran sampah ataupun iuran lainnya mereka menginduk ke sat kavling dianggap satu KK.  Penduduk katagori ketiga adalah penduduk yang memanfaatkan tanah- tanah yang belum dibangun rumah oleh pemilik tanahnya, dengan membangun rumah alakadarnya, dibuat berpanggung di atas rawa dengan dinding dan atap alakadarnya memanfaatkan barang-barang yang tidak terpakai.  Sebetulnya penduduk katagori ini termasuk penduduk 'liar', tidak dihitung dalam hal iuran tetapi dihitung sampai ke bay masih merah ketika sedang menghitung bantuan. 

Sewaktu 15 tahun lalu aku mulai menjadi penduduk disana, aku pernah jadi Seretaris RT.  Namun rupanya punya program untuk dapat memiliki data penduduk satu RT saja gagal, hehehe......karena terlalu banyak penduduk yang rumahnya tidak jelas, bahkan kedatangannya pun tidak jelas.  Terutama penduduk yang menempati kavling yang belum ada bangunannya. Karena yang penting berani, silahkan bangun kalau perlu disewakan kepada orang lain.  Kalau nanti pemilik kavlingnya mau membangun di tanah tersebut, tinggal minta ganti rugi. Baik dengan cara mengancam atau dengan cara memelas.  Biasanya biaya ganti rugi tersebut akan mencukupi untuk biaya memindahkan bangunan ke kavling lain yang kosong.

Dari seluruh pekerjaan ketua RT sekarang, pekerjaan yang paling sulit adalah menata jalan.  Setelah penduduk asli, pemilik kavling yang membangun rumah permanen dan menempati sendiri cukup banyak, maka kelihatan bentuk komplek perumahannya, karena jalan-jalan kavling mulai tersambung.  Masalahnya ternyata jalan yang ada menjadi lebih kecil dibandingkan dengan peta seharusnya.  Rupanya ada pergeseran dari bagian depan yang membawa dampak pergesaran pada tanah lainnya.  Karena masing-masing pemilik tanah mengukur tanah sendiri sesuai sertifikat yang dimiliki, akibatnya lebar jalanlah yang dikorbankan.  Akibat lainnya posisi tiang listrik dan tiang telepon yang dulu diperkirakan di pinggir jalan menjadi kurang sesuai.  Ada yang terletak di pagar rumah, namun ada juga yang terletak di tengah jalan.

Lebih celaka lagi ketika ada pengerasan jalan dari Pemda, dimana untuk pemerataan maka Pemda membuat kebijakan bahwa jalan lingkungan akan dikeraskan, namun caranya dicicil setiap RW diberi jatah tertentu.  Akibat jatah pengerasan jalan yang kurang memadai, maka untuk jalan utama yang lebarnya 12 meter hanya dikeraskan selebar 6 meter.  Jadi dimasing-masing sisi jalan ada tanah yang kosong yang tidak dikeraskan.  Mula-mula ada warga yang menanami dengan pohon buah-buahan. Terus warga sebelahnya membuat sedikit tambahan bangunan untuk menutupi mobilnya yang diparkir dipinggir jalan agar tidak kehujanan. Berlanjut diikuti warga lainnya memperluas usaha dengan menyimpan bahan dagangan atau kursi-kursi makan untuk warung nasi di jalan yang 3 meter tersebut, setelah kursi ditambah atap, lalu dipasang kramik agar bersih, selanjutnya dipasang triplek untuk menahan angin, yang ujungnya dinding tersebut diperbaharui dengan batu-bata, dan jadilah tambahan rumah permanen.

Ketika ada pertigaan yang agak kosong, maka penduduk katagori dua dan tiga pun segera membuat kios untuk jualan.  Lalu tukang becak memarkir juga becaknya di jalan, demikian juga Bapak dan ibu pemulung yang tinggal di gubuk liar dengan leluasa memarkir gerobaknya dijalan.  Bos pemulungpun memanfaatkan lahan pinggir jalan tersebut sebagai tempat menyimpan tumpukan sampah kardus, plastik ang telah ditata menunggu dikirim ke pabrik.  Penduduk katagori dua yang menyewa rumah petak tidak mau ketinggalan dengan membuat kandang ayam dipinggir jalan tersebut. Maka jadilah jalan yang dirancang 12 meter tersebut menjadi sempit, sehingga untuk dua mobil berpapasan saja sulit.

Gerakan-gerakan seperti di atas dilakukan secara berjamaah hampir oleh semua katagori penduduk dan semua jenis profesi.  Ya pak aparat,  ya pengurus RT, ya pengontrak, ya pemulung, tidak ketinggalan pemuka agama.  Bahkan ada diantara Bapak-bapak yang seharusnya memberi contoh yang baik serta mengingatkan kepada yang lain, malahan ikut-ikutan dengan membuat pondasi bangunan persis di batas tanah.  Kemudian untuk teras dan tamannya memanfaatkan jalan yang tidak dikeraskan tersebut.  Ada juga rumah-rumah yang dapurnya disulap menjadi warung atau ruang tamu, karena ternyata diujung dapur tersebut ada tanah jalan yanh belum dikeraskan.  Ruang dapur yang dahulu ukuran lebar 2 meter dengan ditambah tanah jalan 2 meter maka menjadi 4 meter, cukup untuk menjadi warung sembako.

Melihat kondisi tersebut terus terang aku sangat miris. Seakan semua lupa ajaran agama yang menyatakan hati-hati jangan sampai memakai hak orang lain, apalagi ini memakai hak umat, hak seluruh warga.  Aku ingat dikampungku dahulu para orang tua mengingatkan agar hati-hati bermain dengan tanah, karena nanti kalau meninggal maka tanah kuburannya akan menyempit.  Sudah diukur sesuai panjang orang meninggal, tetapi pas dimasukan ternyata ukurannya kurang.  Ditambah lagi ukuran kuburannya, ketika dimasukan kembali tetep kurang panjang.  Itulah ceritera yang beredar dari mulut pergunjingan orang di kampung, lalu dihubung-hubungkan bahwa ketika hidupnya dahulu suka mencangkul pematang milik tetangganya sehingga pematang yang dahulu lurus menjadi melengkung.

Tuhan, ampuni hamba yang tidak mampu berbuat apa-apa.

(salam hangat dari kang sepyan)

Minggu, 12 Agustus 2012

SUBUH RAMADHAN

Jaman dahulu kala, waktu mendengar ustadz ceramah yang mengajak mari kita sama-sama bergembira menyambut ramadhan, aku suka bingung.  Apa sih yang harus kita gembirai ? bukannya malahan jadi susah ? Tiap malam harus bangun untuk sahur, terus siangnya gak bisa makan minum seharian menahan lapar, malemnya harus shalat taraweh, terus kapan nonton sinetronnya ? kapan nongkrongnya ? kapan ke cafe ? kapan ke bioskop ?Paling yang aku pikir ada gembira-gembiranya adalah pas bedug magrib tiba, bisa makan minum sepuasnya, sampai susah jalan dan akhirnya telentang di kamar menunggu Isya.  Gembira karena banyak makanan, dan gembira karena bisa makan kembali.  Dan gembira yang lainnya adalah gembira waktu menyambut lebaran, ada baju baru dan kembali lagi.....banyak makanan.

Kegembiraan yang kugambarkan waktu itu hanya sebatas kegembiraan yang berhubungan kebutuhan dasar berupa sandang dan pangan.  Gembira karena banyak makanan dan bisa beli baju baru. Tapi khan tanpa bulan ramadhan pun, kadang-kadang di rumah kalau lagi rajin masak, banyak makanan juga.  Kalau sekali-kali jalan-jalan ke mal, bisa milih-milih makanan sesuka hati. Seiring dengan meningkatnya kesejahteraan, dominasi beli baju baru bukan hanya dilakukan saat ramadhan saja ?Jadi apa istimewanya ?

Ustad bilang istimewanya adalah karena pada bulan ini merupakan bulan diturunkannya alquran, bulan yang 10 hari pertamanya penuh rahmat, 10 hari kedua penuh ampunan, dan sepuluh hari ketiganya akan menjauhkan diri dari api neraka.  Serta merupakan bulan istimewa karena diantara malam-malamnya terdapat malam yang super istimewa, malam gala premium, karena disetarakan dengan seribu bulan.  Masalahnya kalau saja malam itu kita berbuat baik, maka akan mendapat pahala seperti berbuat baik seribu bulan atau hampir sama dengan 83 tahun berbuat baik terus menerus, padahal usia rata-rata manusia sekarang kurang dari rentang waktu tersebut.

Tapi sungguh celaka apabila pas malam itu kita lagi kedatangan mood jelek, misal lagi kesel sama relasi bisnis, ribut sama pasangan karena hal sepele, sedikit kebablasan sama pacar, gibah membahas infotainment, dll.  Bukannya keuntungan yang didapat, justru malahan rugi besar, 83 tahun dicatat sebagai pendengki atau penggibah. Mudah-mudahan gambaran tersebut salah, mudah-mudahan ketentuan lailatul qadar tersebut hanya dihitung dapat pahala 1.000 bulan tidak sebaliknya, artinya kalau berbuat dosa hitungannya tidak dilipat gandakan 1.000 bulan, bagaimana hars menebus dengan kebaikan untuk menyeimbangkan saat hari hisab nanti padahal usia kita 'mungkin' kurang dari 1.000 bulan. Berbeda dengan ilmu manusia high return ya high risk, low risk low return. Karena sampai sekarang ustad gak pernah cerita tentang risiko lailatul qadar, yang diceritakan hanya returnnya saja......tapi hati-hati, siapa tahu uraian di atas ternyata benar.

Setelah usia bertambah, aku baru menyadari apa artinya kegembiraan menyambut bulan Ramadhan, yaitu kegembiraan saat semua umat islam bersama-sama memasuki fase penebalan keimanan, saat kita difasilitasi ruang dan waktu untuk membersihkan rohani.  Seakan-akan semua umat islam memasuki sebuah lorong waktu, dimana disana tersedia shower dengan air jernih dan deras, tersedia sabun wangi, shampo, whirpoool, temat fitness, sauna, steam, bahkan ruangan-ruangan pijat dan refleksi.  Dalam Ramadhan disediakan secara gratis SPA rohani, sehingga sepanjang bulan Ramadhan kesegaran jiwa terus terjaga dan akan terus terasa sampai keluar dari bulan tersebut. Sungguh indah ajaran Islam, membuktikan bahwa ajaran tersebut memang bukan ciptaan manusia.

Ternyata orang yang memanfaatkan SPA tersebut cukup banyak, walaupun sebagian ada yang mulai bosen sehingga cuma duduk-duduk diluar area SPA, atau kalaupun didalam area SPA hanya duduk-duduk melihat orang-orang yang sedang menggunakan fasilitas. Bahkan dengan dijanjikan akan dihitung pahalanya sama dengan berbuat baik seumur hidup-pun tidak bergeming. Ada yang bertahan hanya sehari dua hari, ada juga yang bertahan sampai belasan hari, dan hanya sebagian kecil memanfaatkan seluruh fasilitas SPA.  Hal tersebut tergambar jelas dari posisi shaf shalat Tarawih, dan lebih jelas lagi dalam posisi shaf shalat subuh.

Sebagai gambaran aku mengamati shaf sholat subuh di mesjid deket rumah, khusus untuk shaf laki-laki disediakan 9 shaf dengan masing-masing shaf bisa memuat 22-25 orang jamaah, atau daya tampung 210 - 225 orang.  Subuh ramadhan hari pertama disesaki oleh 8,5 shaf, hari kedua 8 shaf, hari ketiga 7,5 shaf dan terus bertahan dalam kisaran enam sampai tujuh shaf sampai hari kesepuluh.  Hari kesepuluh sampai kelima belas menurun lagi hingga tinggal 4 sampai 4,5 shaf......dan posisi ini terus bertahan, bahkan kadang-kadang 4 shaf pun kurang dihari ke 20-an. Malam ganjil maupun malam genap tidak ada perbedaan.

Jadi sebagaimana orang membersihkan diri, ada yang cuma cuci muka saja, cuci kaki dan tangan saja, ada yang mandi alakadarnya, ada yang mandi dan keramas, dan hanya sedikit orang yang memanfaatkan semua fasilitas SPA........jadi....... Anda termasuk golongan yang mana ?

(salam hangat dari kang sepyan)

Senin, 06 Agustus 2012

KANGEN

Betapa banyak hikmah yang kudapat dalam bulan Juli ini, bertepatan bulan ramadhan, bertepatan juga mendapatkan surat keputusan mutasi atau pindah tugas dan alhamdulillah tetap di Jakarta,  dan bertepatan dengan kepergian dua anakku keluar rumah untuk sekolah.  Anaku yang pertama harus mulai belajar jadi anak kos di Jatinangor, dan anaku yang kedua harus mulai masuk asrama di Serpong karena masuk SLA yang berasrama.

Untuk urusan anak pertama, karena kos biasa, terasa gak begitu masalah karena dengan era komunikasi saat ini, maka dapat dikontrol setiap hari, entah itu tentang apa kegiatan di ospeknya ataupun kegiatan sahur maupun buka puasanya.  Namun untuk urusan anak kedua agak berbeda, karena dengan aturan asrama yang tidak memperbolehkan adanya komunikasi, kalaupun diperbolehkan waktunya dibatasi hanya seminggu sekali dipinjami hand phone secara bergiliran. Jadi setiap hari Sabtu siang anak diperbolehkan SMS ke orang tua dengan HP milik asrama, lalu nanti orang tua diperbolehkan untuk menghubungi nomor tersebut, tapi tidak boleh lama-lama karena harus bergantian dengan teman-teman lainnya.  Dengan kondisi komunikasi seperti itu, memang terasa ada yang 'hilang' cuma sekedar tahu bahwa anaknya secara fisik sehat, dan masih mampu berkomunikasi.  Padahal informasi yang diperlukan aku sebagai orang tua, lebih dari pada itu.

Sehingga ketika pada suatu pagi aku mendapat telepon dari salah satu pengurus komite sekolah yang mengabarkan nanti tanggal 4 Agustus akan diadakan acara buka puasa bersama dan diminta kami para orang tua yang berada di Jakarta untuk iuran, dengan imbalan diperbolehkan ketemu anak-anaknya, dengan antusias aku dan juga mungkin beberapa orang tua wali murid lain ikut iuran.  Sehingga biaya buka puasa bersama yang dianggarkan sekitar Rp. 15 juta, aku pikir akan mudah terkumpul.  Ditunggu tanggal 4 Agustus jam 4 sore ya pak ! Demikian disampaikan oleh pengurus komite.

Tepat pada tanggal dan jam yang ditentukan, aku, istriku, dan Rafi anak ketigaku sudah berada di asrama.  Ternyata Viki sudah menunggu di pintu gerbang mengenakan baju koko dan peci hitam, sekilas aku melihat dia menjadi agak kurus dan kelihatan tambah tinggi. Baru tidak ketemu selama 3 Minggu, rasanya udah pangling. Rasa kangen ingin ketemu anak berbeda dengan rasa kangen yang dulu aku rasakan waktu jaman pacaran, tetapi dahsyatnya mirip-mirip.  Aku langsung suruh dia naek ke mobil untuk menunjukkan tempat parkir, maksudnya biar kami bisa segera ngobrol.

Dilapangan telah digelar lembaran-lembaran terpal plastik seukuran 2 x 40 meter, dimana masing-masing ujungnya disimpan batu bata untuk menahan agar alas plastik tersebut tidak kebawa angin. Setelah sholat ashar semua murid termasuk beberapa wali murid duduk di atas lembaran terpal plastik tersebut.  Didepan dipasang panggung sederhana dan disediakan layar untuk menayangkan film atau rekaman vidio karya anak-anak. Dipanggung ada beberapa pertunjukkan seperti marawis dan menyanyi, baru setengah jam menjelang maghrib ada tausiyah agama islam. Tapi terus terang aku gak fokus pada acara di depan, tetapi lebih fokus pada anaku.  Aku tanyakan semua kegiatannya, mulai bangun pagi jam berapa, mandi, sahur, sekolah, dan sebagainya sampai tidur lagi. Aku tanyakan juga perasaannya, harapannya, maupun penilaian dia antara harapannya dahulu waktu sebelum masuk asrama dibandingkan kenyataan setelah sekarang benar-benar ada di asrama.

Ketika mulai melirik ada yang membagi-baikan makanan untuk ta'jil, anaku berbisik.....asyyyk ada es buah, kayanya es buah itu merupakan minuman pembuka puasa yang mewah. Padahal es buah yang disajikan bukan es buah yang mewah, hanya berupa es buah yang kalau beli dipinggir jalan harganya paling 4.000 rupiah saja. Tidak seluruhnya buah, tetapi dicampur jelly dan cingcau dipotong kecil-kecil. Anaku cerita bahwa biasanya kalau buka puasa diberi kolak tanpa santan dibungkus plastik.  Dibuat variasi dengan bahan yang berbeda misalnya kalau kemarin kolak pisang, hari ini kolak ketela, besoknya kolak ubi.  Dimakan dengan cara langsung disedot dari plastiknya.....padahal ketika di rumah, Viki anaku dengan usia 14 naik ke 15 sedang dalam usia seneng-senengnya makan.

Makanan ta'jil yang dibagikan cukup banyak variasinya, ada kurma, teh panas, es buah, dan tahu.  Waktu itu kami duduk agak belakang, ketika yang didepan dibagi kami menjadi harap-harap cemas, apakah akan kebagian makanan atau tidak. Begitu barangkali hal yang dirasakan oleh anak-anak yatim ketika dikumpulkan oleh si kaya dalam rangka ulang tahun, buka bersama, atau diajak berdo'a syukuran lainnya. Pasti mereka merasakan kecemasan yang sama sebagaimana yang kurasakan saat itu.  Kecemasan tentang jenis makanan yang akan disajikan, kecemasan apakah persediaan makanan cukup tersedia atau tidak, kecemasan jangan sampai kelewat sama si pembagi, dan mungkin kecemasan tentang apakah hadiah baju yang nanti akan dibagikan memiliki warna yang sesuai serta ukuran yang cukup atau tidak. Tentang kecemasan apakah aku terlewat sama si pembagi atau tidak, teralami juga yakni ketika ada pembagian kecap untuk dimakan sama tahu...rupanya di pembagi tidak melihat apakah kami sudah mendapat bagian kecap atau tidak.  Kalau mau minta, kok malu.....akhirnya jadilah kami makan tahu tanpa kecap.

Khusus untuk es buah, aku tidak memakannya karena sengaja aku sisakan buat Viki, dengan alasan sudah cukup kenyang, aku berikan jatah es buah camour jelly tersebut pada anakku. Sambil pura-pura memastikan bahwa aku bener-bener kenyang menyerahkan jatah es buah tersebut, dia makan es buah gelas kedua dengan nikmatnya. Aku bilang tenang aja Vik, nanti khan minggu depan sudah libur boleh pulang, nanti dirumah kita buat es buah yang benar-benar buah.

Ada permintaan satu lagi dari Viki si anak asrama yaitu untuk makan malam. Telah diatur bahwa anak-anak mendapatkan jatah nasi kotak, sedangkan guru, karyawan, dan wali murid makan dengan cara prasmanan. Dia pesen bawa yang banyak dagingnya, nanti dia minta.......untungnya tempat makan di halaman tersebut agak gelap, jadi aku bawa sate yang banyak tidak begitu terlihat oleh orang lain.........mudah-mudahan tambahan sepuluh tusuk sate dapat membantu memperbaiki gizi anaku.

(salam hangat dari kang sepyan)