Senin, 16 Desember 2013

SILENT MARKETING

Lomba agustusan di kampungku sangat meriah.  Berbagai ajang perlombaan diadakan, mulai dari lomba yang serius seperti sepak bola dan bola voly, sampai lomba yang kurang serius seperti balap karung, lomba makan kerupuk, dan lain-lain.  Untuk lomba yang serius dua minggu menjelang pertandingan telah dilakukan teknical meeting untuk mengundi dan menyepakati aturan permainan.  Sedangkan untuk lomba yang main-main, aturan biasanya baru dibacakan oleh panitia menjelang pertandingan.  Tapi pada dasarnya sama saja, bahwa para peserta lomba harus mengetahui dengan jelas aturan-aturan, bagaimana agar dia dapat memenangkan lomba dan mendapatkan hadiah.

Domba jantan dengan tanduk melengkung sebagaI hadiah untuk klub sepakbola yang jadi juara, dipertontonkan dipinggir lapangan.  Menambah semangat peserta lomba.  Demikian juga deretan piala berwarna emas serta tumpukan buku yang telah dibungkus kertas warna coklat, menjadi penyemangat lomba anak-anak seperti balap karung, kelereng dan makan kerupuk.  Jadi agar perlombaan banyak peminatnya, maka panitia akan berusaha mensosialisasikan dan menunjukkan hadiah-hadiah tersebut pada peserta lomba.  Sesuai dengan jenis perlombaannya.

Menurut Kang Gani, panitia agustusan di kampungku, kunci sukses penyelenggaraan agustusan yaitu memberitahukan kepada seluruh warga tentang diselenggarakannya acara agustusan yang menyediakan hadiah menarik.  Hadiah itu sebisa mungkin telah ditunjukkan sebelum pertandingan dimulai, jadi warga akan sudi menyisihkan waktu saat hari H perlombaan.  Kunci sukses kedua adalah memberitahukan kepada warga tentang aturan perlombaan, agar warga dapat memilih di perlombaan mana dia paling cocok ikut berpartisipasi.  Sesuai dengan kemampuannya.

Dalam upaya menggaet customer, rupanya para marketer melihat bahwa perlombaan dapat dijadikan sebagai salah satu ajang marketing.  Tentu saja perlombaannya akan dikaitkan dengan pembelian produk.  Misalnya dengan harus mengisi bungkus kemasan, lalu mengirimkan bekas bungkus kemasan yang telah diisi nama dan alamat ke produsen produk.  Kemudian dilakukan pengundian terhadap bekas bungkus kemasan produk tersebut untuk menentukan pemenang.  Tujuannya adalah agar customer membeli produk sebanyak-banyaknya, sehingga dapat mengirimkan bungkus produk sebanyak-banyaknya, untuk mendapatkan peluang hadiah sebesar-besarnya.

Upaya lain dilakukan oleh perusahaan minuman yang mencantumkan hadiah dalam tutup botol minuman.  Tentu saja untuk mendapatkan hadiah itu, customer harus membeli produk minumannya sehingga boleh membuka tutup botol.  Ada juga perusahaan sabun batangan yang menyelipkan koin emas dalam sabun.  Jadi sambil menggosokkan sabun, customer harap-harap cemas tergosok oleh emas.

Pemberian hadiah di perusahaan perbankan lebih meriah lagi.  Hadiahnya sangat bevariasi dan cukup 'wah', seperti ribuan umroh, emas batangan, alat elektronik, ribuan motor, mobil.  Jenis mobilnyapun menggunakan mobil termewah.  Membuat calon customer ngiler.  Walaupun mereka sadar bahwa peluang mendapatkan hadiah tersebut sungguhlah kecil.  Apalagi yang diundi secara nasional oleh sebuah bank besar.  Bayangkan saja, sebuah bank besar memiliki puluhan juta nasabah.  Sedangkan yang menang hanya beberapa orang saja.  Belum lagi kupon hadiah dikaitkan dengan besarnya simpanan.  Ya tentu saja yang peluangnya lebih besar adalah yang memiliki simpanan milyaran bahkan triliunan.  Tapi......siapa tahu nasib awak lagi mujur.....hehehe.....berharap keajaiban.

Terus terang saking banyaknya jenis hadiah, sampai-sampai aku sebagai customer tidak tahu lagi, bagaimana cara mendapatkan hadiah itu.  Nampaknya perusahaan perbankan hanya gencar menyampaikan jenis hadiah.  Lalu melakukan siaran langsung pengundian hadiah.  Dihadiri banyak artis, pejabat bank, kadang-kadang ada pejabat pemerintah.  Mungkin mereka lupa akan teori kunci sukses kang Gani, bahwa harus menyampaikan aturan perlombaan kepada seluruh peserta lomba sebelum pertandingan dimulai.  Sehingga aturan perlombaan untuk mendapatkan hadiah, kurang disosialisasikan.  Misalnya berapa rupiah harus menabung untuk dapat satu kupon.  Apakah kupon dilihat dari penambahan dana atau dari pengendapan dana, atau mungkin dari jumlah transaksi.  Kapan periode mulai dan kapan berakhirnya lomba.

Aku melihat bahwa pada akhirnya jenis lomba, aturan lomba, dan periode lomba menjadi hal yang dianggap tidak penting.  Para pemberi hadiah menganggap bahwa hadiah yang mereka berikan hanyalah sebuah bonus keajaiban untuk para customernya.  Mereka seperti lupa bahwa tujuan mereka memberikan hadiah adalah agar customer mau berlomba menabung atau menggunakan jasa perbankannya.  Mereka lupa bahwa pada dasarnya para customer itu mereka jadikan peserta lomba.  Mereka lupa bahwa peserta lomba 'menurut kang Gani' haruslah diberitahukan aturan secara jelas sebelum perlombaan.

Sayang sekali memang.  Hadiah yang milyaran yang tentu saja akan meningkatkan biaya dana bank tersebut, menjadi kurang efektif meningkatkan kemampuan bank menghimpun dana, hanya karena kurang komunikasi tentang cara mendapatkan hadiah.  Seperti orang yang melakukan pemasaran secara diam-diam.  Silent Marketing.  Pokoknya nih ada hadiah, silahkan customer menabung.  Nanti kita akan undi.  Tinggal aku dengan pertanyaan besar....kapan diundi ? bagaimana caranya ? kapan mulai dan kapan berakhir ?  Atau memang aku sebagai customer hanya dianggap seperti penjudi.  Berharap nasib baik.

Jakarta - Denpasar, 04 Desember 2013


(salam hangat dari kang sepyan)

Senin, 09 Desember 2013

BARSENA VS KEKE

Tahun 80-an, aku dibuat tercengang-cengang oleh tayangan pertelevisian swasta yang sangat menghibur, sangat variatif, dan kelihatan elegan serta gaul.  Tidak seperti tayangan TVRI sebagai satu-satunya siaran televisi yang ada pada waktu itu.  RCTI dan SCTV membawaku ke alam lain, musiknya hebat, jauh lebih hebat dan sering dibandingkan dengan aneka ria safari besutan Eddy Sud yang biasanya hadir di TVRI.  Iklannya pun bagus-bagus, ada tayangan dari luar negeri, ada film yang relatif baru, sinetron berseri baik buatan dalam negeri maupun produksi luar negeri yang telah di ganti audionya.  Si Doel anak sekolahan, Tersanjung, dan banyak judul-judul sinetron lainnya, yang selalu aku tunggu-tunggu jam tayangnya.  Menggantikan dongeng dari radio yang sebelumnya biasa aku tunggu.

Akhir 90-an, aku kembali dibuat tercengang dengan hadirnya televisi swasta yang siaran utamanya adalah berita.  Betapa kami terkaget-kaget melihat siaran langsung baik perang ataupun bencana.  Kami merasakan desingan peluru pak polisi waktu mahasiswa-mahasiswa dilibas di Semanggi, dan kami serasa menjadi aktifis ketika melihat tayangan mahasiswa menduduki gedung MPR DPR senayan.  Kami dirumah ikut memberikan semangat kepada pak Amien Rais, bu Megawati, dan Gus Dur, mendengarkan langsung pidatonya.  Kami merasakan kemasygulan pak Harto ketika sedang menyerahkan kekuasaan kepada pak Habibie.  Kami merasakan besarnya air bah akibat tsunami yang terjadi di Banda Aceh, bahkan rasanya bau bangkai ribuan korban jiwa-pun hadir ke beranda rumah.


Rupanya manusia itu makhluk yang disatu sisi sangat senang status quo, tidak mau berubah.  Tetapi di sisi lain merupakan makhluk yang cepat bosan, senang mengkiritk keadaan saat ini, dan tidak ada puasnya.  Tapi rupanya, kedua sisi itulah yang membuat peradaban manusia semakin maju.


Akhir-akhir ini, mulai banyak gugatan pada siaran televisi yang katanya tidak mendidik, membodohi, menyuguhkan kekerasan, ngawur, cuma cari untung, memihak, alat propaganda, dan lain-lain stigma buruk.  Siaran televisi sudah menjadi "teror" kehidupan. Ada gerakan yang meminta seluruh warga tidak boleh nonton TV mulai magrib sampai isya.  Walaupun aku gak yakin apakah gerakan ini ada pengikutnya ? apakah gerakan ini keberlangusungannya terus menerus ? atau hanya sesaat ?  Namun ada juga beberapa temen yang sudah sangat muak dengan siaran TV saat ini, memutuskan untuk memasukan TV pada kotaknya, dan memilih hidup tanpa memiliki TV.  Namun entah sampai kapan mereka bisa bertahan.


Aku termasuk di golongan orang yang biasa-biasa saja.  Tidak terlalu ekstrim.  Memang kadang-kadang aku juga sepakat dengan orang yang memberi 'stigma' negatif.  Tetapi menurutku tidak negatif-negatif amat, diantaranya masih ada yang positif.  Bahkan masih ada acara yang aku tunggu-tunggu yaitu Nez-Academy yang diasuh oleh Agnes Mo, tayangan Net TV.  Sebuah statsiun TV baru, yang menurutku formatnya agak berbeda dengan statsiun TV lainnya.  Mungkin karena baru jadi masih segar, belum membosankan seperti yang lainnya.


Nez-Academy adalah sebuah ajang pencarian bakat, hampir sama seperti Indonesia Idol, X factor, Akademi Fantasi, dan lain-lain.  Cuma beda sedikit-sedikit, di poles-poles.  Misalnya tidak seluruhnya hanya bakat nyanyi, tetapi juga ada yang bakat tari bahkan ada yang bakatnya menirukan suara-suara musik.  Ada tokoh sentral juri atau Kepala Sekolah yaitu Agnes Mo, yang sekaligus menjadi nama acara (Nez), sehingga dia lah yang berhak men 'drop out' peserta.  Memang karena namanya Academy, maka dibuat seperti sekolahan, ada guru-guru, ada pelajaran, dan akhirnya membuat pertunjukan yang ditayangkan (yang biasanya aku tunggu-tungu) dianggap sebagai ujian ('exam').  

Pemberian nilai dari penonton atau pemiarsa dilakukan bukan dengan cara 'kuno' seperti sms dan telepon, tetapi menggunakan twitter dan google plus.  Dan yang paling banyak mendapatkan komentar di twitter, maka dia dapat previllage.  Misalnya jaminan tidak di drop out untuk minggu depan, atau mendapat previllage memilihkan lagu buat temannya.


Barsena adalah salah satu kandidat dari Bandung dengan talenta luar biasa, suaranya bagus, musikalitasnya hebat, serta pandai maen piano.  Dua minggu lalu dia mendapat previllage untuk memilihkan lagu buat temannya.  Dan dia memilih salah satu temannya yaitu Keke kandidat dari Bali sebagai saingan terberatnya yang dipilihkan lagu.  Lagunya dicari lagu yang cukup sulit, baik lirik maupun nadanya.  Aku pikir, memang sangat wajar.  Dalam sebuah persaingan, ketika kita diberikan kesempatan untuk 'membunuh' saingan, maka kesempatan itu harus digunakan sebaik-baiknya.  Agar jalan kedepan bisa lebih leluasa.  


Namun sayang Barsena......ternyata Keke mampu menjawab tantangan itu.  Penampilan Keke dengan memgusung tema teaterical, bergerak dan bernyanyi seperti boneka, mampu memukau seluruh juri dan penonton, termasuk aku.  Bahkan setelah lagu berakhir, Agnes Mo sang kepala sekolah memberikan 'standing applaus' yang menunjukkan dia puas dengan penampilan anak didiknya.  Sebuah ancaman, dihadapi dengan serius oleh Keke, sehingga bisa berubah menjadi sebuah kesempatan.  Begitulah memang dunia.  Apalagi ini adalah arena perlombaan.


*******
Entah dalam acara apa, keesokan harinya ada sebuah berita, tapi berita ringan saja membahas tentang tayangan Nez-Academy malam sebelumnya.  Diberitakan ada dua orang yang di drop out dan ada wawancara dengan Keke membahas persiapan penampilannya.  Dalam kesempatan tersebut Keke mengucapkan terima kasih pada Bersena.  Setelah Bersena memberikan tantangan, dia selalu memeberikan support pada Keke, melakukan diskusi dan memberikan masukan agar menghasilkan penampilan yang baik.  Bahkan setelah malam-malam menjelang pagi selesai latihan, Bersena masih mau menambah melatih Keke di rumah dengan bermain piano menemani Keke latihan. Betapa indah persaingan yang mereka pertontonkan.  Terus terang, berita itu membuatku terperangah.


Kembali aku teringat tulisan tahun lalu (bulan Mei tahun 2012) tentang 'blue ocean strategy'......tidak semua orang bersaing dengan menghalalkan segala cara......jadi, marilah kita belajar dari mereka.....termasuk belajar dari anak-anak muda seperti Bersena dan Keke.

Terminal 3 Soeta, 4 Desember 2013



(salam hangat dari kang sepyan)

Senin, 25 November 2013

NASIB DAGING QURBAN

Qurban adalah sebuah moment yang ditunggu-tunggu, oleh tetangga kami terutama yang tinggal di daerah gang tembok.  Yaitu sekitar seratusan kepala keluarga yang mendirikan bangunan liar di atas tanah kavling yang belum dibangun oleh pemilik kavlingnya.  Benar sekali apa yang disampaikan para ustadz, bahwa tidak semua orang memiliki rezeki yang cukup bahkan melimpah sehingga dapat memilih makan daging kapan saja.  Tetapi bagi Surni, Umi, Keri, Eha, dan lain-lain, qurban artinya mereka bisa mencicipi makan enak, bisa masak dan menghidangkan daging hangat ke tengah-tengah keluarganya.

Menjelang datangnya hari raya Idul Adha, mereka melakukan investigasi di tempat mana saja dilakukan pemotongan hewan qurban, berapa jumlah hewan qurban yang telah terkumpul, jam berapa motongnya, bagaimana sistim pembagian dagingnya, kemana mencari kupon, bagaimana agar bisa melakukan trik bolak-balik ngantri.  Mereka analisa dan diskusikan dengan membandingkan cara-cara yang telah ditempuh panitia qurban sebelumnya untuk mencari celah agar bisa mendapatkan daging qurban sebanyak-banyaknya.  Strategi dipasang, anak-anak dan suami disebar sehingga  bisa antri di beberapa tempat sekaligus.........makanya kami sebagai panitia qurban selalu kewalahan, karena rupanya ada perlombaan trik antara panitia qurban dan pihak penerima qurban.

Sore setelah selesai hari raya, masing-masing anggota keluarga membawa satu, dua, bahkan lima plastik bagian qurban yang umumnya berkisar antara 200 gram sampai satu kilogram.  Bercampur ada daging, tulang, lemak, jeroan, kaki, dll.  Jeroan dan tulang segera dimasak, sedangkan dagingnya dikumpulkan agar bisa dikonsumsi di hari-hari mendatang.  Jaman ibuku dulu diawetkan dengan cara dijemur yaitu dibuat dendeng, tetapi sekarang lebih banyak yang mengawetkan dengan cara yang praktis yaitu disimpan di freezer dibuat daging beku.  Masalahnya adalah, mereka tidak memiliki kulkas ???

Aku tahu hal tersebut karena mendadak dalam kulkasku pada bagian atas untuk membuat es batu, kok jadi ada plastik daging.  Istriku bilang itu adalah titipan daging tetangga yang suka bantu-bantu ngebersihin rumah dan mencuci.  Rupanya mereka memanfaatkan freezer tetangga kenalan atau majikannya untuk mengawetkan daging qurban.  Bukan ditempat aku saja, tetapi di sebar di beberapa tempat lainnya.  Umumnya tetanggaku yang tinggal di gang tembok merangkap menjadi buruh cuci di dua atau tiga majikan sekaligus.

Kejadian menggelikan sekaligus mengharukan adalah ketika ada diantara daging mereka yang hilang.  Kebetulan dititipkan di salah satu majikan yang memiliki isteri dua.  Rupanya suaminya tidak tahu bahwa daging yang di kulkas rumahnya bukan miliknya, tetapi hanya daging titipan tukang cucinya  Malam-malam dia ambil daging tersebut untuk dimasak di rumahnya yang lain.......ini hanya dugaan, karena kejadian sebenarnya tidak pernah terungkap. Yang jelas, ketika pagi harinya si empunya daging memeriksa kulkas, betapa terkejutnya dia karena dagingnya hilang.  Ditanya sama ibu yang punya rumah dia jawab enggak tahu......mau nanya sama suaminya, takut bertambah ribut.........jadi akhirnya terpaksalah dia terima nasib.  Nasib untuk tahun ini cukup menikmati sop tulang dan jeroan.

Dengan nada masygul dia ceritera kejadian tersebut ke istriku "untung aja bu, si bocah kemaren maksa pingin makan sate.  jadi sebelum daging dititipkan kami ambil sedikit untuk dibuat sate.......jadi kami bisa mencicipi dagingnya, bukan hanya makan 'balung' tok".........."namanya belum rezeki" kata istriku sambil menyelipkan lembaran kertas warna biru untuk dibelikan daging ke warung sekedar penghibur untuk mengganti sebagian daging yang hilang untuk anaknya.


Jadi jangan anggap daging qurban kita sia-sia.  Jangan anggap tidak ada orang yang menantikan sedekah qurban kita.  Jangan karena merasa tahun lalu sudah qurban jadi tahun ini tidak perlu qurban, karena ada kepentingan lain yang menurut sudut pandang kita mendesak.  Tapi ingatlah di setiap rezeki yang kita dapatkan ada haknya orang miskin.  Telah diperintahkan kepada orang yang mampu untuk melakukan qurban, maka laksanakanlah.......jangan ditunda-tunda.  Jangan sampai menyesal ketika akhirnya kita tidak diberikan keluasan rezeki karena tidak amanah.........hehehehe.......koq jadi menasehati......jadi gak enak........maaf.....maaf......maaf.

(salam hangat dari kang sepyan)

Senin, 18 November 2013

PELAJARAN DAMRI BANDARA

Sudah beberapa hari ini rasanya ngantuuuk terus, mungkin kurang tidur pikirku.  Sehingga dalam rencana perjalanan ke Banda Aceh kali ini, sudah dijadwalkan untuk nambah waktu tidur di bus Damri dari Bekasi ke Soekarno Hatta.  Kebayang khan macet, kayanya lumayan bisa dapat waktu tidur bersih sekitar 90 menit.  Setelah beli karcis di counter, segera aku cari tempat dipertengahan bus sekitar jajaran ke 6 dari depan pinggir jendela, dengan pertimbangan lebih sedikit orang lewat yang dapat mengganggu rencanaku.  Lalu mataku aku merem-meremkan.

Aku terbangun ketika kondektur bus memeriksa karcis di daerah pintu tol bekasi barat.  "Hoaaaaaaaaaamm" terpaksa deh aku break tidurku yang baru berjalan sekitar 15 menit.  Disebelah telah terisi penumpang Bapak-Bapak yang kutaksir usianya sekitar 60-an, tinggi diatas 170 cm, dan penampilannya tampak rapi dengan celana jeans serta kaos berkerah.  Dari logatnya serta tujuannya ketika dia menjawab pertanyaan kondektur, aku dapat memastikan bahwa Bapak tersebut berasal dari Tapanuli Utara.  Ketika giliranku di tanya sang kondektur, aku jawab mau ke Sumatera jadi turun di 1B......hehehe ketahuan deh cari maskapai penerbangan yang murah......., aku dahuluin tugas kondektur yang setelah penumpang menjawab tujuan biasanya dia akan menyebutkan terminal tempat kita berhenti.  

Mungkin si Bapak sebelah agak aneh dengan caraku menjawab, kok enggak bilang mau ke kota mana ? Setelah kondektur berlalu dan aku bersiap merem, dia bertanya "ke Sumateranya mau kemana pak ?"
"Mau ke Banda Aceh pak" jawabku pendek, maksudnya sih mau neruskan jadwal tidur jadi menghindari keterusan ngobrol. 
Eeeeeh.....rupanya si Bapak melihat bahwa ada kemungkinan satu pesawat, jadi dia terus tanya lagi "berarti transit di Kualanamu ya ?"
Aku jawab pendek juga "enggak pak, pesawatnya langsung tidak transit".
"Waktu dulu saya masih bertugas, tidak ada pesawat yang langsung ke Aceh.......bla....bla....bla...." si Bapak rupanya belum tahu daftar "Jadwalku"  jadi terus saja asyk ngajak ngobrol. Sampai akhirnya aku tahu rupanya kita pernah tetanggaan, rupanya belaiu lah orangnya yang terkenal menjadi tuan tanah di komplek perumahanku, sampai punya 12 kavling.  Ya sudah, kepalang tanggung aku 'cancel' deh jadwal tidurnya.

Dia ceritera bahwa ketika dahulu keluar SMA, Bapaknya bilang "karena kau anak pertama, jadi harus segera bekerja agar ketujuh adikmu bisa terurus" maksudnya tidak ada biaya untuk meneruskan kuliah.  Dititipkannyalah pada om-nya yang menjadi Kasatserse di daerah Langsa untuk dicarikan pekerjaan yaitu bekerja di pertambangan minyak di hutan pedalaman Aceh.  Selama dua tahun si Bapak bekerja mencari bekal hidup.  "Karena saya tidak merokok dan juga karena tidak ada yang bisa di beli, maka lumayan irit saya hidup disana, sehingga hampir seluruh gajinya di tabung" demikian dia ceritera masa mudanya.  Dari hasil tabungan itulah dia bisa meneruskan kuliah dan akhirnya pergi ke Jakarta dan menjadi pejabat pemda DKI.

Memiliki empat anak dua laki-laki dan dua perempuan, dan semuanya cukup sukses.  "Walaupun keadaan saya lebih baik di banding orang tua saya dulu, tapi saya tetap mengajarkan pada anak-anak saya, agar bisa mandiri sebagaimana saya waktu muda" demikin dia menyampaikan prinsip dalam mendidik anak.  Sehingga rata-rata anak saya sekolahnya mendapatkan beasiswa.  Dua anak perempuannya sekolah ke luar negeri dengan beasiswa penuh, dan mendapatkan suami bule.  Yang satu tinggal di Amerika bersuami orang Amerika dan yang satu lagi tinggal di Kanada bersuamikan imigran asal Prancis.  Sedangkan kedua anak laki-lakinya ada yang alumni STAN dan sekarang berkarir di Departemen Keuangan, dan satu lagi alumni UI yang kerjanya pindah-pindah, sudah delapan perusahaan, terakhir di Axa Mandiri.

Termasuk orang tua yang sangat berhasil pikirku, apalagi ketika dia juga ceritera tentang bisnis tanahnya yang selalu untung berlipat-lipat, baik di daerah Bekasi dari beli harga Rp.15.000 per meter sekarang sudah mencapai Rp. 3 juta.  Demikian pula dengan investasi di tempat lain seperti daerah Cikarang - Cibarusah maupun dekat bandara Kualanamu. Bikin ngiler saja.

Namun, ketika berbicara tentang anaknya yang hidup di luar negeri, ada nada kepedihan yang kutangkap.  "Menantu saya itu tidak percaya agama ?" katanya.  Demikian pula dalam hal menghormati orang tua, ketika sudah jauh-jauh kami yang tua ini datang dari Indonesia ke Amerika, menantunya cuma jabat tangan mengucapkan selamat datang, lalu balik masuk kamar lagi meneruskan maen game.  Mungkin karena perbedaan budaya, sepertinya tidak ada kemesraan hubungan antara orang tua dan anak.  

Pernah suatu saat di ajak ke tempat orang tuanya (besan), harus membuat jadwal dulu.  Setelah jauh-jauh datang, mereka langsung ngajak makan di restorant, lalu setelah makan salaman dan pulang.  Seperti hubungan bisnis saja. "Saya pikir, karena waktu berkunjungnya harus janjian dulu, mereka akan masak menyiapkan makanan untuk kami....hehehe" kata si Bapak terkekeh. 

Lebih jauh si Bapak berceritera bahwa berdasarkan pengamatannya, rasa individual menantunya termasuk juga anaknya sekarang menjadi semakin menonjol.  Dalam hal pengelolaan keuanganpun, walau mereka suami isteri, mereka melakukan pengelolaan keuangan yang terpisah. Ketika pergi ke mal dan membeli suatu barang, maka mereka masing-masing akan membayar masing-masing sesuai yang mereka ambil.  Makanan di rumahpun masing-masing telah memiliki jatah.  "Jadi kalau di kulkas ada makanan jatah menantu saya misalnya roti, maka saya tidak boleh mengambilnya" demikian si Bapak memberikan tambahan ilustrasi.



Diakhir perjalanan menjelang sampai Bandara, dengan mata seorang kakek yang rindu akan cucunya, dia berceritera dan menirukan bahwa cucunya sekarang sedang belajar nyanyi......."chi cha chi cha dididing......habbbp lalu ditangkap" lagu anak-anak Indonesia.......sebelum turun si Bapak sempat berpesan "kalau bisa....usahakan dapat menantu orang Indonesia saja".......sebuah pesan yang sangat dalam, yang disampaikan dari sebuah pengalaman yang sangat muahhhaaalllll.

(salam hangat dari kang sepyan)

Jumat, 08 November 2013

BUBUR AYAM LANDMARK

Hari ini adalah untuk ketiga kalinya aku ngantri bubur ayam yang mangkal di depan gedung kantor, setelah 10 bulan lalu kantorku pindah ke daerah Dukuh Atas yaitu di gedung Landmark tower B.  Entah sekarang berapa menit waktu tunggu yang dibutuhkan untuk dapat menikmati semangkuk bubur ayam panas.  Kali pertama aku ngantri bubur ayam, waktu tunggu sekitar 10 menit.  Begitu aku kelihatan bengong-bengong melihat orang berjubel, tiba-tiba ada seorang asisten tukang bubur yang bertanya mau pesan apa dan mempersilahkan aku duduk di salah satu bangku plastik hijau yang kebetulan kosong. 10 menit kemudian sang asisten tadi menyodorkan semangkuk penuh bubur.......yum...yum..yummy.

Kali kedua dengan 'pede' aku mencari bangku yang kosong, dan setelah dapat tempat duduk aku panggil sang asisten tukang bubur yang sekali-sekali lewat untuk mengambil mangkuk-mangkuk kosong.  Namun kali ini sang asisten berbeda orangnya dengan asisten yang terdahulu.  Aku tunggu-tungu sampai lebih 15 menit bahkan 20 menit, bubur tak kunjung datang dan sang asisten gak muncul-muncul.  Karena tidak sabar dan tidak jelas, terpaksa aku ikut merangsek ke kerumunan orang-orang yang mengelilingi tukang bubur.  Ketika tukang bubur sedikit melirik, segera kumanfaatkan situasi itu dengan memesan menggunakan intonasi nada protes karena sudah lama menunggu dan belum dilayani.  Total waktu tungguku meningkat menjadi 30 menit lebih. Untung aku datang pagi, jadi waktunya masih longgar walaupun harus terpotong sekitar 45 menit untuk ngantri dan makan bubur.

Untuk kunjungan ketiga ini, aku gak mau kejadian lalu terulang.  Datang ke lokasi, segera aku menyelinap ke bagian belakang roda atau ke belakang punggungnya tukang bubur.  Rupanya daerah ini yang agak longgar sehingga memudahkan akses untuk pesan langsung ke tukang bubur. Setelah pesan diterima sang tukang bubur, baru aku mencari tempat duduk yang kosong.  Waktu tunggu yang dibutuhkan kira-kira 15 menit. Cukup kenyang, Alhamdulillah.

"Bubur Ayam Landmark" kang Dadan Pramadi karib kuliahku dulu men'share' photo semangkuk bubur dalam group BBM. Aku lihat gambar mangkuk yang di alasi kertas coklat, didalamnya terlihat penuh berisi accesories bubur seperti kerupuk warna oranye, emping, taburan suir ayam, potongan cakue, taburan goreng bawang kering, semprotan kecap, dan sedikit sambal kacang.  Bubur ayam khas Cirebon, memang tidak kelihatan warna buburnya, tetapi lebih dominan accesoriesnya. Rupanya bubur ayam yang di depan Landmark tersebut merupakan salah satu tempat pavorit untuk sarapan pagi di Jakarta dengan harga murah meriah.  Satu mangkok Rp. 9.000 sedangkan bila setengah mangkok Rp. 7.000, hehehe agak susah memang kalau dimasukan dalam rumus matematika.

Dibawah jembatan menuju halteu busway Dukuh Atas, atau bersebelahan dengan awal Jalan Jendral Sudirman ada jalan putaran menurun untuk berbalik menuju arah pejompongan ataupun menuju kuningan.  Kelihatannya putaran jalan tersebut salah design, karena walaupun daerah tersebut cukup padat dengan antrian bus way, tetapi tepat di sisi tebing bersisian dengan jalan Sudirman (bersebelahan tetapi berbeda ketinggian sekitar 3 sampai empat meter, sehingga membentuk tebing), terdapat jalan aspal yang jarang terjamah kendaraan.  Dan, enterpreneur mikro, dengan jeli memanfaatkan lokasi tersebut untuk mencari nafkah, apalagi pasar di depan mereka terdapat dua tower gedung Landmark dengan masing-masing 30 lantai.

Berjejer roda-roda penjual makanan, berturut-turut mulai tukang gorengan seperti cireng, bakwan, tempe, tahu, dan molen, terus roda tukang mie ayam, lalu roda tukang ketoprak, disebelahnya lagi soto lamongan, lalu ada roda yang menjual nasi uduk, lontong sayur, dan ketupat, setelah itu baru roda tukang bubur Cirebon.  Disamping tukang bubur ayam tersebut masih ada roda tukang bubur kacang ijo, dan sebuah kios semi permanen yang berjualan rokok dan sejenisnya.  Terakhir ditutup dengan deretan tukang ojeg.  Di depan roda-roda mereka masih tersisa lahan untuk parkir sekitar 5 buah mobil, dan sekitar 20 buah bangku plastik warna hijau, tanpa sandaran.

"DEKENE WONK CIREBON" terpampang tulisan warna kuning terbuat dari kertas yang bisa ditempel, yaitu ditempel per huruf tepat diatas kayu bingkai jendela roda.  Sedangkan pada kacanya sendiri ditulis BUBUR AYAM dengan huruf warna putih dengan pinggiran merah.  Dua orang berbadan cukup besar berdiri dengan tangan lincah tiada henti membuat bubur pesanan.  Roda bubur yang berukuran sekitar satu sampai satu setengah meter,  tampak sesak tertutup kedua orang tersebut.  Didepan roda berjubel orang ngantri, dan satu orang pengantri rata-rata beli lebih dari 3 porsi bubur untuk di bawa ke kantor.  Bahkan ada yang beli sampai 10 porsi......nambah antrian aja.

Di antara deretan pedagang yang ada, tukang buburlah yang paling rame.  

Bila bukan orang yang berkantor di landmark banyak yang datang bawa mobil, ternyata bisa berkolburasi dengan tukang parkir. Tukang parkirlah yang membantu memesan dan membawakan mangkok bubur, sehingga bisa menikmati bubur di mobil sambil dengerin berita macet jalanan.  Tentunya dengan tips tambahan ke tukang parkir. Namanya itu simbiosis mutualisma........jadi........silahkan mencoba.........yam.......yam.....yummy.


(salam hangat dari kang sepyan)

Selasa, 29 Oktober 2013

PULAU AYER

Rasa dingin yang menggigit permukaan kulit membuatku terbangun, kucoba memicingkan mata mengintip sekeliling.  Nampak bilah-bilah papan kayu bercat coklat tua selebar 20 centi tersusun rapi, disangga dengan balok kayu berukuran 15 x 15 dengan warna cat yang sama.  Diluar terdengar bunyi air bergemuruh.....otakku langsung mengolah kedua informasi tersebut yaitu udara dingin dan bunyi air, pasti diluar hujan besar.

Perlahan kusingkirkan selimut dan aku bangun untuk memastikan keadaan di luar, mengintip lewat jendela kaca yang berada disebelah kanan tempat tidur.  Kusingkapkan gordeng warna kuning, diluar sudah gelap dan ketika aku lihat jam tangan sudah menunjukkan pukul 18.57.  Aku baru teringat bahwa seharusnya jam 19.00 malam kami kumpul untuk makan malam, berarti aku tinggal punya waktu 3 menit untuk sampai ke restoran.  Padahal letak restoran cukup jauh dari kamarku, mungkin sekitar 400 meter.  "sebentar lagi masuk waktu isya" pikirku.  Udah tanggung kemalaman deh, mendingan nunggu isya dulu di jama' sama magrib, biar nanti tenang.  "tapi......, gak enak kalau telat terlalu lama" pikiran lain mencoba mempengaruhi.  Sejenak aku terombang-ambing, tapi akhirnya aku putuskan untuk segera bergabung dengan teman-teman, sholatnya nanti saja malam kalau sudah selesai acara.  Tanpa mandi, aku pake jaket dan syal untuk menahan udara dingin.  Aku ambil juga payung yang telah disiapkan hotel, lalu membuka kunci pintu keluar.

Begitu pintu dibuka, udara hangat cenderung panas langsung menghampiri tubuhku.  Rupanya diluar tidak hujan, udara dingin mungkin dikarenakan dua buah ac yang terpasang di bungalauku belum sempat aku stel tingkat kedinginannya, masih dipasang dengan kedinginan maksimal.  Sedangkan suara air bergemuruh adalah suara ombak bercampur dengan deru compressor ac dan cipratan ombak yang mengenai tiang-tiang kayu penyangga bungalau,

Pulau Ayer adalah salah satu pulau yang terletak di derah kepulauan seribu, memerlukan waktu 30 menit perjalanan dari pantai Marina Ancol. Tidak ada penduduk asli di pulau, sehingga orang yang berada di pulau tersebut kalau bukan wisatawan berarti pegawai hotel.  Di kepulauan seribu memang ada beberapa macam pulau, yaitu ada pulau yang berisi penduduk saja, ada pulau yang berisi penduduk dan ada hotelnya, ada pulau yang tidak berpenghuni, dan ada pulau yang sebelumnya tidak berpenghuni namun dibangun cottage-cottage sehingga akhirnya berpenghuni namun hanya khusus wisatawan dan karyawan hotel, seperti halnya pulau Ayer ini.

Cottage atau bungalau yang dibangun di pulau Ayer secara garis besar terdiri dari dua macam, yaitu bungalau yang dibangun di atas laut, dan bungalau yang dibangun di daratan. Ada 30 lebih floating cottage atau bungalau yang didirikan di atas laut, dan ada lebih dari 20 bunglau termasuk kamar hotel yang terletak di daratan atau disebut land cottage.  Fasilitas lain yang ada seperti jogging track sekitar 1,2 kilometer mengelilingi pulau, lapangan basket, lapangan volley pantai, beberapa tempat outbond, kolam renang, restaurant, penyewaan sepeda, ruangan karaoke, serta beberala fasilitas olah raga air seperti jet sky, banana boat, dll.

Kalau mau datang ke Ayer sebaiknya bersama keluarga, sehingga dapat menikmati suasana lain untuk penyegaran.  Jangan seperti aku, walaupun berangkat sama rombongan, namun karena cottagenya masing-masing dan saling berjauhan, rasanya cuma pindah tidur doang.......hehehe bahkan cederung sereeeem.  Pemandangan malam hari dari teras cottage memandang ke laut, belum habis tatapan mata telah terlihat lampu-lampu di pantai Jakarta.  Tidak ada pemandangan lautan lepas.  Mungkin karena cottageku yang berhadapan dengan Jakarta, serta jarak pulau yang tidak begitu jauh dari pantai Marina Ancol.

Yang sangat merasa kehilangan adalah ketiga pagi-pagi terbangun, tidak terdengar suara merbot memanggil saat tahrim atau beberapa menit sebelum waktu sholat subuh tiba.   Biasanya marbot di mesjid deket rumahku sudah mulai membangunkan warga jam 04.00 pagi.  Demikian pula ketika datang waktu subuh, tidak terdengar suara adzan...dari mesjid Nurul Iman, yaitu mesjid berukuran 6 x 10 meter yang berkarpet hijau, cukup terawat, terletak dekat pintu mess karyawan.  Kata pegawai disana, memang adzan di pulau Ayer tidak pakai speaker......takut mengganggu ????? Astagfirullah.

Menemani kami lari pagi di jogging track, sekitar 25 sampai 30 pegawai, baik laki-laki maupun perempuan kompak menyapu seluruh daratan pulau dengan sapu lidi panjang.  Sebagian ada yang membawa roda mengangkut sampah-sampah yang dominan adalah berupa guguran daun tua. Tampaknya hampir seluruh karyawan, diharuskan mulai kerja pagi-pagi sambil berolah raga dengan menyapu mulai jam 5.30 sampai jam 6.30.  Pembersihan pulau bukan hanya harus dilakukan di daratan, rupanya juga harus dilakukan di lautan yaitu di pantai yang menghadap ke Jakarta.  Pantai yang kemaren sore aku amati cukup bersih sehingga dasar pantai berwarna kuning terkena cahaya matahari jelas terlihat, pagi ini berubah menjadi penuh sampah plastik berbagai jenis dan berbagai warna. Bukti penduduk Jakarta masih suka buang sampah sembarangan......huh.

(salam hangat dari kang sepyan)

Sabtu, 12 Oktober 2013

BERKHIDMAT


Rasanya tinggi badanku lebih tinggi di banding dia.  Rasanya besar tubuhku  lebih besar dibanding dia.  Dan rasanya usiaku juga lebih tua dibanding dia.  Namun ketika siang itu setelah selesai sholat dhuhur berjamaah kami bertemu di salah satu ruangan yang diberi nama ruangan Khodijah, rasanya aku menjadi jauh lebih kecil dibanding dia.  Itulah kira-kira gambaran yang aku rasakan ketika bertemu dengan Kiai Syukur, yang kesehariannya mengabdikan diri menjadi pengurus mesjid ad-dzikra (dahulu namanya mesjid Khadafi) di daerah Sentul Bogor.

Ruangan Khodijah cukup besar, merupakan ruangan terbesar diantara ruangan lainnya yang berada di lantai dasar mesjid.  Cukup longgar menampung rombongan kami yang berjumlah 80 orang.  Kala itu kami berkunjung kesana dalam rangka membawa wisata atau semacam studi banding 71 merbot binaan, setelah pada hari dan malam sebelumnya diberikan pembinaan di Pondok Wira Tapos, Bogor.  Sekaligus melakukan penutupan acara silaturahmi kami dengan para merbot tersebut.

Dalam sambutannya Kiai Syukur berpesan kepada para merbot, agar jangan berkecil hati.  Walaupun posisi merbot tidak tercantum dalam struktur organisasi DKM yang setiap hari masjidnya dia urus.  Walaupun secara duniawi gaji merbot jarang ada yang memperhatikan, jarang ada yang memikirkan apakah keluarganya bisa makan ? apakah anak-anaknya bisa sekolah ? Tetapi percayalah bahwa gaji total merbot jauh lebih besar, tetapi sebagian besarnya akan dibayarkan di akhirat.  Bayangkan kalau mengabdi menjadi merbot 40 tahun, ada berapa banyak tabungan yang telah tersimpan untuk bekal di akhirat.

Selanjutnya Kiai Syukur menekankan bahwa orang yang bekerja menjadi merbot pada dasarnya adalah mengabdi kepada Allah, berkhidmat kepada-Nya.  Berkhidmatlah untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.  Rezeki tidak perlu  besar yang penting berkah.  Coba kalau dilihat dari jumlah gaji, apa mungkin merbot bisa naik haji ? Tetapi kenyataannya banyak merbot yang berkali-kali naik haji........Aku tatap muka-muka merbot yang ada dihadapanku, tampak muka tulus dan jiwa  besar yang terpancar dari mata mereka  dibalik kesederhanaan penampilannya.  Dan......rasanya aku menjadi semakin kecil.

Orang-orang yang ada disekelilingku, selalu melakukan sholat berjamaah setiap waktu.  Kalau mereka telah menjadi merbot 10 tahun tanpa terputus, berarti mereka telah sholat berjamaah terus-terusan tanpa terputus sebanyak 18.250 waktu sholat.  Sedangkan aku, dengan dalih sibuk, perjalanan, nanggung, menunggu bos, kelewat, dan lain-lain, pernah berniat ingin sholat berjamaah di mesjid 40 waktu berturut-turut saja belum pernah kesampaian, kecuali waktu arba'in di Masjid Nabawi sekalian melakukan ibadah haji.  Tetapi ketika berada di Indonesia, tempat dimana aku lebih lama menjalani kehidupan.  Tempat aku menyimpan harta-harta dunia seperti mobil, rumah, tanah, pekerjaan.dll.  Tempat orang tua, istri, anak, kerabat, dan tetangga berada.  Aku menjadi tersibukkan.  Dunia telah banyak merampas seluruh kehidupanku.  Kata-kata "berkhidmatlah" menjadi sebuah tamparan yang telak.

Para merbot datang ke mesjid beberapa saat sebelum waktu sholat tiba.  Dia menyiapkan tempat, memasang pengeras suara, bersih-bersih, dan setelah waktu sholat tiba mengumandangkan adzan.  Sedangkan aku, kalaupun sekali-sekali pergi ke mesjid untuk sholat berjamaah, datangnya selalu pas-pasan.  Kalau terdengar adzan, baru aku siap-siap berwudlu, berpakaian, lalu berangkat ke mesjid.  Hanya memburu sholat fardunya, itupun kadang-kadang masbuk.  Seakan lupa perintah untuk melakukan sholat rawatib sebagai penghias sholat fardhu.  Kondisi tersebut bukannya aku tidak tahu jadwal sholat, karena di Ipadku selalu terbuka laman jadwal waktu sholat.  Bahkan HP-ku juga setiap waktu sholat selalu setia memberikan alarm.  Bukan juga karena aku tidak memiliki jam, bahkan hampir diseluruh ruangan rumahku terpasang jam dinding.  Jam tangan juga selalu melilit di tangan. 

Hal tersebut terjadi karena hatiku yang kotor.  Terlanjur mendahulukan dunia.  Semua keberhasilan dan kesuksesan diukur dengan ukuran dunia. Seakan dengan setahun sekali aku memberi zakat pada mereka, yang sebenarnya adalah "kewajibanku" dan "hak mereka" rasanya sudah mampu mengimbangi amalan mereka.  Biarkan mereka berkhidmat....lalu kita mencari duit.......lalu kita beli amalan mereka dengan memberikan hak mereka dan sedikit bersedekah.....selesai !!!  Apakah memang seperti itu logikanya ?
Aku yakin jawabannya........Tidak !!!

Tidak perlu semua orang menjadi merbot, tetapi mari kita mencoba temanin merbot dengan datang ke mesjid sebelum waktu sholat.  Mari kita mencoba melakukan arba'in yaitu minimal 40 waktu sholat berturut-turut sholat berjamaah di mesjid.  Sekarang....ditengah kesibukan pekerjaan sehari-hari, jangan nunggu nanti setelah pensiun.  Ada yang mau coba ?




(salam hangat dari kang sepyan)

Jumat, 04 Oktober 2013

MARBOTKU, HAFIDZ

Suasana di dalam aula gedung sangat meriah namun khidmat.  Nampak deretan 50 kursi hitam yang diduduki oleh Marbot dari lima puluh masjid yang ada di sekitar Depok menjadi titik sentral.  Tatapan optimis, muka sumringah, dan senyuman menghiasi hampir seluruh wajah para Merbot yang menggunakan seragam jas hitam dengan kerah sanghai, berpadu dengan celana serupa.  Mengenakan peci warna putih model Arifin Ilham, dan dipundak kanan digantungkan sorban warna putih yang telah dilipat rapi.  Dibagian depan sebelah kanan berderet kursi yang diisi oleh pejabat seperti Mentri Agama, Gubernur, Dirjen, Ustad- Ustad yang suka nongol di Televisi, serta pejabat-pejabat lainnya, didampingi oleh ketua dan beberapa wakil ketua  YBM BRI.

Dijajaran belakang beratus-ratus kursi terisi penuh oleh pengurus DKM se-Jabodetabek, termasuk pengurus DKM tempat marbot tersebut bertugas.  Juga dikerahkan santri-santri dari berbagai pesantren, mengisi seluruh ruangan dengan daya tampung seribu kursi.  Dibagian sudut depan dibawah panggung sebelah kiri berseberangan dengan deretan kursi pejabat, rombongan wartawan dan kameramen dari seluruh statsiun Televisi, tengah siap dengan segala peralatannya guna mengabadikan acara.  Tampak pula panitia acara yang sibuk  hilir mudik disetiap sudut ruangan dengan seragam baju koko putih berpadu ornamen biru dan kuning.

Dibagian depan terdapat panggung yang lebar dengan lampu tepat menyorot pada sebuah podium yang diletakan di tengah-tengah panggung.  Dibelakang panggung dihiasi backdrop bertuliskan "MARBOTKU, HAFIDZ" dibawahnya ditulis dengan huruf lebih kecil "Wisuda 50 Marbot binaan YBM BRI persembahan dari Kader Surau".  Tidak terasa air mataku berlinang, rasanya aku masih ingat dengan detail kejadian dua tahun lalu ketika aku bersama teman-teman kader surau sedang melahirkan program ini.  Ditengah malam yang dingin disalah satu ruangan Pondok Wira Tapos, Bogor.

Rapat pemaparan program yang akan diajukan yang seharusnya dapat dilaksanakan setelah Isya, harus mundur.  "Ketika setelah ashar saya mencoba memeriksa, draftnya masih  sangat mentah. Umumnya program-program yang diajukan tidak jelas, tidak nginjek bumi, dan tidak bisa diimplementasikan.  Terpaksa saya melakukan bimbingan lagi  dan memberikan tambahan waktu sampai jam 10 malam, untuk direvisi". Demikian mas Iqbal GM YBM BRI melapor  saat kami ketemu makan malam.  Ini adalah malam terakhir, karena itu kami bertekad harus menghasilkan program yang dapat dilaksanakan.

Hari Jum'at sampai dengan Minggu ini, kami melakukan pertemuan antara pengurus YBM dengan kader surau di Tapos.  Merupakan tindak lanjut dari pertemuan yang telah dilakukan tiga bulan lalu di Rancamaya, yaitu pencanangan Kader Surau sebagai relawan YBM BRI.  Ini adalah sebagai salah satu upaya YBM yang tidak hanya terbatas memberikan uang beasiswa, tetapi juga memberikan bimbingan langsung, memotivasi sekaligus  mengasah leadership mahasiswa binaannya, sehingga kelak dapat menjadi calon pemimpin bangsa yang dapat diandalkan.  Kader surau adalah sebutan bagi 77 mahasiswa yang mendapat beasiswa penuh dari YBM BRI, bekerjasama dengan beberapa perguruan tinggi islam seperti Ibnu Khaldun, SEBI, Nurul Fikri, dan UIN.  

Jam 10 malam aku dan mas Iqbal mulai menyimak usulan program yang disampaikan oleh empat kelompok, yaitu kelompok usaha, kelompok syiar, kelompok pendidikan, dan kelompok kesehatan.  Benar apa yang dikatakan mas Iqbal, ketika kelompok usaha menyampaikan paparannya, yaitu akan membuat kelompok binaan bertani jamur, banyak sekali logika yang tidak nyambung baik dari segi implementasi maupun dari sisi anggaran dan ukuran keberhasilan.  Jadi tepaksa mereka disuruh melakukan revisi kembali di ruangan lain.  Dan kami minta kelompok kedua yaitu dari kelompok syiar untuk mempresentasikan programnya.

Merbotku, Hafidz.  Demikia. judul program yang diajukan kelompok ini.  "Keberadaan merbot di sebuah mesjid, tidak ubahnya seperti OB (office boy) di kantor.  Kerjaannya hanya bersihin WC, ngepel, nyapu, menggulung karpet,  mengunci pintu, serta adzan dan iqomah.  Kecuali kalau tidak ada jamaah satupun, baru dia menjadi imam sekaligus menjadi makmum" demikian salah satu perwakilan kelompok memulai presentasinya.  Anak yang melakukan presentasi berperawakan  kurus tinggi dengan rambut kriting dipotong cepak, matanya besar tapi agak kedalam.  Mengenakan kaos hitam yang kerahnya lebar dan dapat dinaikan ke atas menutupi kepala.  Andai aku tidak tahu, bisa saja aku menyangka potongan seperti itu adalah potongan orang kena narkoba.  

Kondisi merbot seperti itu dikarenakan penguasaan merbot akan hapalan al qur'an sangat minim.  Oleh karena itu, kelompok ini membuat program akan mencari 50 merbot yang berada disekitar lokasi tempat mereka tinggal.  Lalu dilakukan bimbingan hapalan al quran, dimana satu orang pembimbing akan menangani 5 orang merebot dengan lokasi yang tidak berjauhan.  Pertemuan dilakukan 3 minggu sekali sehabis sholat ashar dengan durasi waktu 1,5 jam per pertemuan.  Ketika aku tanya apakah mungkin mereka bisa hapal al qur'an padahal usia merbot rata-rata di atas 40 tahun bahkan ada yang sampai 70 tahun ? Dengan mantap dia menjawab "Al qur'an itu terdiri dari 604 halaman, dan umumnya setiap orang dapat menghapalkan satu halaman setiap hari.  Sehingga waktu dua tahun yaitu sekitar 730 hari, sudah lebih dari cukup untuk memghapalkan al qur'an".  Bahkan dia memberikan ilustrasi kalau anak kecil usia SD sampai SMP bisa menghapal al qur'an per hari antara 1 sampai 1,5 juz.  Dia pernah membimbing seorang anak dengan durasi menghapal al qur'an hanya 25 hari.

Antara percaya dan tidak percaya.  Tapi semua anggota kelompok yang presentasi, dimana mereka semuanya hafidz 30 juz, menyampaikan sikap optimisme mereka.  Mereka bilang, menghapal al qur'an itu tidak sesulit yang dibayangkan.  Aku hanya bisa bertatapan dengan mas Iqbal yang sama-sama coba mengkritisi usulan tersebut.  Akhirnya kami minta sasaran antara, berapa juz minimal yan harus dihafal marbot agar mereka layak jadi imam ? dijawab minimal hapal 5 juz, dan untuk itu hanya diperlukan waktu sekitar 6 bulan.  Mereka sendiri ditengah kesibukan kuliah yang akan langsung jadi pembimbingnya.  Jam 00.30 hari Minggu dini hari, seluruh kelompok termasuk yang melakukan revisi telah selesai presentasi, dan semua peserta kembali ke kamar untuk istirahat.

**********
Ruangan aula yang khidmat dan megah, tiba-tiba menjadi ribut dengan suara speaker bertuit-tuit  dan suara peluit.  Ruangan mendadak terasa sempit dan gelap.  Pikiranku berpindah-pindah antara berada di ruangan wisuda dan ditempat lain.  Lalu aku mencoba konsentrasi pada suara ribut diluar.  "Bangun......bangun.....bangun......saatnya qiyamul lail" demikian suara yang terdengar agak kurang jelas bercampur dengan bunyi tuit-tuit.  Oppssss.......aku tersadar, bahwa aku saat ini berada di salah satu kamar pondok Wira.  Rupanya semangat membuat merbot hafidz terbawa mimpi.

Setelah gosok gigi dan mengambil air wudhu, aku bergabung diatas karpet merah yang dipasang di tengah lapangan.  Untuk bersama-sama qiyamul lail berjamaah.  Dengan imam hafidz, salah satu mahasiswa kader surau.  Ya Robb, Engkau yang menggerakan hati dan pikiran manusia.  Mudahkanlah jalan kami, wujudkan mimpi kami.  Amiiinnn.....kepadaMu kami bersujud.

Kualanamu, 30 September 2013

(salam hangat dari kang sepyan)

Jumat, 27 September 2013

KEJAR.......WALAU HARUS MERANGKAK

Minggu ini acara padaaat banget.  Berangkat Jum'at sore dari rumah dan baru balik lagi Jum'at berikutnya, keliling-keliling seputaran Ciamis, Cirebon, Majalengka, Ciamis lagi, Banjar, Kuningan, dan Cirebon lagi sekalian pulang.  Tidur terus-terusan dari hotel ke hotel seperti sopir dan sales Canvaser.  Bedanya aku gak bawa mobil, cuma mengandalkan kebaikan teman-teman di tempat yang aku datangi untuk mengantarkan dari satu kota ke kota lainnya.

Aston adalah pilihan pertama waktu nginap di Cirebon, hotel baru yang terletak di jalur bypass, cukup megah berlantai 11, kayanya paling tinggi di Cirebon untuk ukuran saat ini.  Letaknya menjorok ke dalam dengan tempat parkir luas, walau terasa gersang.  Hari Minggu waktu aku nginep disana, berbarengan sama acara pembekalan caleg PDI Perjuangan Jawa Barat, yang dihadiri oleh bu Megawati, sehingga Aston menjadi merah.  Bahkan sempet aku ketemu muka-muka familiar berbaju merah seperti Ryke Diah Pitaloka dan Niko Siahaan.

Lingkungan dalam  hotel Aston dibuat sangat  asri dengan kolam renang berbentuk oval dan menyatu dengan ruang makan pagi.  Dibagian belakang disediakan jogging track sekitar 400 meter dengan batu-batu kecil sekalian soft refleksi.  Demikian juga kamarnya sangat nyaman, dilengkapi dengan tempat tidur dan sofa baru, TV flat dengan saluran komplit serta WiFi ngacir.  Namun sayang tempatnya jauh dari perkampungan, jauh dari mesjid.  Sehingga dua malam disana aku gak bisa ikut sholat subuh berjamaah.  Sayang sekali memang.

Malam Jumat menjelang kepulangan setelah keliling beberapa kota, aku minta pada temen di Cirebon untuk mencarikan hotel yang agak di kota.  Dan dipilihkan hotel Santika yang terletak di jalan Dr. Wahidin.  Hotel lama dengan lantai tertinggi hanya sampai lantai 5,  tapi menurutku sangat familiar, seperti rumah sendiri.  Halamannya menjadi tempat parkir,  cukup rimbun dengan pepohonan.  Ketika aku sampai ke hotel sekitar jam 8-an malam,  tampak beberapa tamu ngobrol di lobby yang diisi beberapa sofa besar.  Di bagian belakang ada taman yang juga dipenuhi pepohonan, yang terletak antara restoran dan kolam renang.  Beberapa tamu sedang menikmati barbequ sambil menonton dan mendengarkan suaru merdu penyanyi cantik yang bernyanyi diiringi  organ tunggal.

Setelah mandi aku jalan-jalan keluar melihat situasi sekeliling hotel.  Aku tanya ke Satpam yang jaga di pintu gerbang dimana letak mesjid yang deket.  Dia bilang ke sebelah kanan pak di Rajawali sekitar 200 meter. oh, mungkin setelah belok kanan ada jalan  Rajawali pikirku.

Di sepanjang jalan Dr. Wahidin banyak gedung perkantoran, jadi yang kelewat itu rata-rata kantor, tidak ketemu jalan Rajawali. Setelah jalan sekitar 200 meter aku lihat di balik tenda tukang nasi goreng ada plang mesjid Baiturahman Choir.  Baik tenda nasi goreng maupun plang tersebut terletak di trotoar jalan Wahidin depannya kantor Badan Pertanahan Nasioanl (BPN).  Tapi kok mesjidnya enggak ada ? 

Aku terus berjalan sesuai petunjuk pak Satpam, dan rupanya setelah kantor BPN adalah kantor pabrik gula Rajawali II, dimana diujungnya terletak mesjid.  Cukup besar ukura kira-kira 15 x 15 meter dengan karpet hijau bersih.  Tampak ada beberapa remaja putri yang duduk di depan mesjid, dan lampu mesjidnya walaupun sudah malam masih menyala. Alhamdulillah mudah-mudahan besok pagi aku bisa ngejar sholat subuh berjamaah disini.

Waktu kembali ke hotel, aku coba jalan ke arah sebelah kanan hotel.  Persis di sebelah kanan hotel ada kantor asuransi Jasaraharja, dan disebelahnya lagi ada kantor pajak.  Aku lihat didalam komplek kantor pajak juga terdapat mesjid cukup besar.  Kalo besok pagi aku dengar adzan subuh dari mesjid kantor pajak, khan mendingan ke mesjid yang lebih dekat saja, pikirku.

Jam 04.20 aku denger suara adzan, dan ketika aku keluar kamar suara adzan terdengar dimana-mana bersahut-sahutan dari berbagai penjuru.  Ini adalah salah satu suara pagi yang aku sukai.  Bergegas aku turun ke lobby lalu menuju jalan, tapi sayangnya tidak terdengar adzan dari arah kiri atau dari mesjid yang di kejaksaan.  Jadi aku mantapkan sambil berlari kecil menuju arah kanan hotel.
Sampai di depan Kantor PG Rajawali, aku lihat mesjid besar yang tadi malem di survei masih gelap dan sepi.  Aku berdiri sejenak dengan sedikit mangkel.  Kepalaku aku miring-miringkan mendengar arah suara adzan, tetapi rupanya seluruh mesjid telah selesai mengumandangkan adzan. 

Diseberang jalan aku lihat ada orang berkopiah haji berjalan.  Aku panggil-panggil dia, dan ketika dia berhenti aku segera menyebrangi jalan dan bertanya kenapa mesjid Rajawali kok belum buka.  Ternyata Bapak yang saya panggil adalah merebot mesjid tersebut.  Dia bilang "biasanya saya yang adzan pagi, tetapi tadi saya kesana pintu gerbangnya masih di kunci, karena satpamnya ketiduran".  Hehehe ada-ada aja pikirku.  
Ketika aku tanya dimana mesjid lain yang lebih dekat, dia bilang "bapak terus saja jalan kedepan, nanti setelah Rumah Sakit Bersalin Muhamadiyah, ada jalan.  Dibelakang Rumah Sakit itu ada mesjid.

Untung tidak telalu jauh, kira-kira 100 meter aku ketemu RS Muhamadiyah, terus masuk ke jalan di sebelahnya.  Tampak dipinggir jalan berderet 3 warung, dan disalah satu warung berkumpul sekitar 7 orang dengan mata menuju ke satu titik yaitu TV yang sedang menyiarkan pertandingan sepak bola.
  
Diseberang ujung warung ada gerbang masuk mesjid, dan begitu aku menginjak karpet dalam mesjid, begitu muadzin mengumandangkan iqomah.  Walau lewat sholat fajar atau sholat qobliyah, Alhamdulillah masih bisa berada di jajaran shaf terdepan.  Harap mak'lum karena hampir di semua mesjid, agak sulit mengisi shaf kedua apalagi ketiga.  Kecuali kalau sholat jum'at dan taraweh awal Ramadhan.

Rasanya aku menjadi orang termuda di dalam mesjid, disebelah kiriku aku taksir sekitar 70 tahunan dan disebelah kananku walau mungkin belum 70, tetapi gerakannya sudah sangat lambat.  Kelihatannya Bapak tersebut waktu mudanya bekerja terlalu keras.  Anak-anak mudanya masih sibuk menonton bola, sebagaimana aku lihat waktu pulang dari mesjid.  Ketujuh orang tersebut masih belum beranjak, tetap dengan mata melotot dan mulut ternganga, diperbudak ilusi.  Astagfirullah.

Padahal hampir 15 abad yang lalu, nabi kita pernah menyampaikan  "andai kalian tahu betapa besanya pahala sholat subuh berjamaah.......pasti akan kalian kejar walaupun harus merangkak".  Mudah-mudahan kita selalu dijadikan orang yang pandai menentukan prioritas.  Jangan menunggu kalau sudah tua, karena malaikat izroil mendatangi manusia bukan berdasarkan urutan jumlah usia.


(salam hangat dari kang sepyan)

Sabtu, 24 Agustus 2013

PERSPEKTIF ETIKA

Aura statsiun commuter line emang berbeda.  Menjelang 100 meter dari pintu gerbang statsiun, gerakan orang 50% lebih cepat dari gerakan ditempat lain.  Dan setelah melewati pintu gerbang, ada lagi penambahan gerakan.  Apalagi kalau ditimpali dengan suara khas peluit masinis, ning nong ning nong statsiun, dan suara pengumuman petugas yang menyebutkan di jalur mana kereta akan melintas, tujuan, pemberangkatan, dan lain-lain yang campur baur, semakin menambah energi kinetik terhadap gerakan orang untuk dapat segera melihat apa yang terjadi di jalur statsiun.

Gerombolan orang di peron Bekasi jalur 3 telah mulai penuh, walaupun suasana menjelang jam enam pagi masih remang-remang.  Sebagian ada yang saling kenal sehingga berkelompok bercanda 3-4 orang, tapi kebanyakan lainnya walaupun tiap hari bareng, tampak tidak ada komunikasi.  Mereka adalah rombongan pegawai, pekerja, mulai buruh sampai manajer yang bekerja di Jakarta namun domisili rumahnya di daerah Bekasi.  Semua berada dalam alur pikirannya masing-masing.  Berjejer menghadap rel kereta dua sampai tiga lapis.  Bahkan pada titik-titik tertentu sampai lima atau enam lapis.  Mungkin titik tersebut diperkirakan tempat pintu kereta berhenti.

Ada sebagian yang tampak santai, duduk di bangku peron yang terbuat dari kursi plastik seperti kursi bis kota jaman dahulu.  Sebagian lagi duduk di bangku yang terbuat dari dua buah rel bekas yang dijejerkan dan disangga tiga buah tiang beton.  Agar kelihatan bersih rel bekas tersebut di pernish, hehehe bersih sih tapi kueras banget menekan pantat.  Namun sesantai-santainya orang di statsiun, sambil baca koran ataupun buka-buka gadget, telinga tetap harus tajam mendengarkan pengumuman kedatangan kereta.  Karena begitu ada pengumuman kereta sesuai jurusan yang akan tiba, maka semua melompat merapat agar berada di dalam barisan siap-siap menyerbu.

Begitu kereta berhenti dan pintu terbuka, maka semua orang berdesakan menuju pintu tersebut, walaupun harus dengan jurus sedikit sikut, dorong, dan desak.  Lalu berlari kencang sambil mata jelalatan mencari bangku yang kosong.  Bila dirasa ketemu ada bangku kosong, maka pantat akan dibuat mendahului badan untuk dapat menyentuh permukaan bangku tersebut.  Semua melakukan hal serupa, seperti pelari sprint yang mendorong kepalanya agar dianggap lebih dahulu mencapai garis finish.  Bedanya disini yang didorong adalah pantat.  Jadi kalau yang tidak terbiasa, jangan heran apabila dalam perebutan bangku, orang yang berjarak satu langkah bisa kalah dengan orang yang berjarak lima langkah.  

Betapa berat perjuangan pagi hari untuk memperebutkan bangku.  Karena apabila kita mendapat bangku, artinya selama 30 menit kedepan kita bisa meneruskan tidur yang kepotong tadi pagi, terus kita juga akan terhindar dari desakan-desakan dan himpitan-himpitan penumpang lain yang akan merangsek masuk, naik pada statsiun-statsiun berikutnya.  Maklum commuter line di kita tidak mengenal batas maksimal penumpang.  Satu gerbong kereta dengan kapasitas 48 tempat duduk dan untuk orang berdiri 20 orang, bisa diisi sampai 400 orang.  Selagi masih bisa masuk dengan cara didorong-dorong, terus masuk.  Sampai semua orang didalam tidak bisa lagi bergerak, walaupun hanya untuk menggaruk.  Seperti orang memasukan beras ke karung, digoyang-goyang dan dicucuk-cucuk pake bambu agar isinya padat, sehingga bisa masuk beras yang baru di lapisan atas.

Didalam kereta disediakan di masing-masing ujung gerbong 8 tempat duduk atau totalnya 16 tempat duduk per gerbong yang dikhususkan untuk penyandang cacat, ibu hamil, orang lanjut usia, dan ibu yang membawa balita.  Ada tulisan himbauan dari perusahaan ; "mohon partisipasi pelanggan untuk mengingatkan kepada yang tidak berhak atas tempat duduk prioritas ini". Tapi pada kenyataannya, dengan sesaknya jalan menuju ke bangku tersebut, maka mereka tidak bisa sampai ke bangku prioritas.  Jadi sasarannya adalah kami para laki-laki muda atau laki-laki setengah tua yang mendapat jatah tempat duduk yang memang diperuntukan untuk penumpang sehat (bukan tempat duduk prioritas). Harus mengalah dong ? masa tega membiarkan anak kecil berdiri terhimpit ? masa tega membiarkan orang tua berdiri ? apakah kamu tidak memiliki rasa hormat sama orang tua ?  masa tega membiarkan perempuan didepanmu berdiri sedangkan kamu enak-enakan duduk ?

Kadang-kadang, bila aku berada pada posisi itu, dengan tulus aku berikan kursi yang dengan sepenuh hati beberapa menit lalu aku perjuangkan.  Tapi kadang-kadang, aku berpikir emangnya gue pikirin ! Aku khan udah berjuang bangun lebih pagi. Aku khan sudah berjuang berdiri menunggu kereta tiba sehingga dapat lapisan paling depan.  Aku khan sudah mendapatkan untung berdiri pas didepan pintu kereta.  Aku khan sudah berhasil mengalahkan puluhan saingan untuk mencapai bangku lebih cepat.  Maka pura-pura tidur adalah jalan yang menurutku paling aman.  Duduk langsung mata dimeremkan walaupun tidak ngantuk, biar tidak melihat perkembangan penumpang di sekeliling kita.  Apalagi bila mendengar suara anak menangis, maka mata atas aku katupkan erat-erat, biar tidak sempat melihat,dan telinga disumpal dengan speaker yang dihubungkan dengan handphone di saku.  Sekedar untuk mengurangi rasa bersalah.

Kerasnya kehidupan ibu kota memang bisa merubah perspektif etika.  Aku berpikir kenapa kok suaminya tega membiarkan istrinya bekerja sehingga harus berdiri terhimpit di kereta ? kenapa kok anaknya tega membiarkan orang tuanya berjalan sendirian di kereta ? mengapa kok orang pergi mengajak anak-anak naek kereta pada jam sibuk ?  kenapa tidak tunggu jam 9- an saat kereta sudah agak sepi ?  Jadi siapa yang tidak punya etika ?

Tergantung dari sudut mana peresfektif etika kita lihat......bukan begitu ???  Atau....jangan-jangan......hanya untuk menutupi rasa bersalah.


(salam hangat dari kang sepyan)

Kamis, 22 Agustus 2013

GONJING

Jarak dari rumahku ke SMP tidak terlalu jauh, namun waktu itu belum ada jalan yang bisa dilalui kendaraan, jadi harus ditempuh dengan jalan kaki.  Memerlukan waktu sekitar 2 jam perjalanan, melewati gunung Genter dan gunung Picung.  Kedua gunung itulah yang menghalangi akses untuk menuju Desaku, karena di kedua gunung itu jalan yang tersedia hanya berupa jalan setapak yang kadang berundak-undak melewati batu-batu besar.  Menyebabkan desaku tampak seperti daerah terisolir.  Tahun tujuhpuluhan, lebih dari setengah penduduk desa belum pernah melakukan perjalanan ke "kota" yang jaraknya hanya 7,5 km.  Sehingga beberapa di antara mereka sampai akhir hayatnya belum pernah melihat pasar, sekolah menengah, jalan aspal, mobil, motor, dan tentunya pak Camat.    

Alhamdulillah, aku dilahirkan dari orang tua yang memiliki pola pikir diluar orang kebanyakan penduduk desa.  Walaupun didesaku hanya ada sekolah sampai tingkat sekolah dasar, namun kami anak-anaknya harus sekolah tinggi.  Kalau perlu sekolah sampai ke Bandung, seperti lagu "nelengnengkung" yang selalu dinyanyikan ibuku waktu aku masih kecil.  

Nelengnengkung-nelengnengkung
Geura gede, geura jangkung
Geura sakola ka Bandung
Sing bisa nyenangkeun indung

Ketika usiaku 10 tahun 8 bulan, aku pergi ke "kota" untuk meneruskan sekolah ke SMP.  Aku harus berpisah dari orang tua, mencoba mandiri.  Walaupun sebenernya gak mandiri-mandiri banget karena aku tinggal bersama keluarga kakaku yang paling besar yang sudah menjadi guru di "kota".  Pelajaran mandiri yang harus aku lakukan adalah cuci baju dan mengelola uang jajan bulanan.  Untuk cuci baju tidak susah-susah amat, karena kadang-kadang di rumah juga aku sudah pernah belajar, dan kadang-kadang aku titipin juga sama si bibi.  Tapi untuk urusan mengelola uang jajan, ini adalah pelajaran yang sangat baru.

Jaman sekarang mungkin aneh kedengarannya, ada anak usia hampir 11 tahun gak bisa jajan. Tetapi di desaku memang tidak ada tukang jualan di sekolah, kalaupun ada tukang jajanan hanya terjadi saat ada pesta dimana yang punya pesta menyediakan hiburan seperti wayang golek, kuda renggong, atau lais (sejenis debus dimana ada orang yang bisa beraktifitas di sebuah tambang yang direntangkan diatas dua bambu setinggi 15-20 meter).  Biasanya bila ada acara seperti itu aku jajan rujak kucur dan goreng tempe gembus bareng kakakku.  Pengalaman belanja sendiri yang aku pernah lakukan hanyalah kalau disuruh beli "lotek" di bi Nunu dan "kerecek daging" di warung wa Rum'ah, bila ibuku tidak masak.  Dan itu sangat jarang terjadi.

Dengan pengalaman seminim itulah, saat aku diberi uang jajan Seribu rupiah, aku kebingungan.  Bapakku tidak menyebutkan itu untuk jatah seminggu, sebulan atau setahun, tapi silahkan dipakai untuk keperluan.  Kalau sudah habis boleh minta lagi, tapi harus dicatat dalam buku dan dilaporkan kalau meminta tambahan dana.  Mungkin Bapak mendidik agar aku terbiasa membuat laporan pertanggung-jawaban.  

Saat bel istirahat sekolah semua anak meninggalkan kelas, menuju ke kantin belakang.  Ibu penjaga kantin sibuk melayani pembelian yang hanya berlangsung sekitar 15 menit.  Hampir semua jajanan ada disana, ada bala-bala, comro, buras, kerupuk, tahu, dll.  Seluruh sisi warung yaitu kiri, kanan, dan depan penuh dengan anak-anak yang akan jajan. Aku bingung bagaimana cara masuk ke celah-celah orang yang mengerumuni menutup sisi warung.  Sedangkan mereka  tampak santai menyuap jajanan, sambil bercanda.  Padahal kalaupun aku bisa masuk ke sisi warung, aku masih bingung bagaimana cara merangkai kata ijab kabul jual beli jajanan, sebagaimana yang selalu diajarkan guru ngajiku.

Akhirnya aku putuskan untuk ke luar pagar sekolah, disana juga banyak tukang jajanan seperti cilok, baso tahu, es goyobod, es mambo, gorengan aci, dll.  Hampir seluruhnya penuh dikerubuti anak-anak.  Aku lihat rata-rata orang yang berjejal jajan adalah orang-orang kota, sedangkan kami orang-orang desa cuma bisa bersender di pinggir pagar yang agak jauh dari tukang jajanan sambil menikmati matahari. Maklum sinar matahari khan gratis, serta tidak harus pake ijab kabul. Mereka menjauh dari tukang jualan entah karena pada enggak punya duit, atau mungkin seperti aku yang kebingungan cara bertransaksi di tengah kerumunan.

Minggu kedua hari ketiga, baru aku berani melakukan transaksi pertama.  Diantara tukang jajanan yang jualan di luar pagar sekolah, ada pedagang yang peminatnya hanya sedikit.  Bahkan cenderung sepi pembeli.  Yaitu tukang Gonjing.  Gonjing terbuat dari tepung beras yang dicampur dengan kelapa parut, air, dan sedikit garam.  Lalu dimasukan ke dalam cetakan berbentuk setengah lingkaran dengan tebal sekitar 2 cm dan diameter 12 cm.  Cetakan setengah lingkaran tersebut berjejer 6 lobang, dan tukang gonjing memiliki 4 cetakan, sehingga satu kali nyetak bisa menghasilkan 24 gonjing atau 12 pasang gonjing.  Cetakan terbuat dari aluminium, dan dibakar diatas kompor.  Hasilnya adalah sebuah penganan yang gurih, berkulit renyah, panas, namun dalamnya lembek.  Menurutku enak, mungkin menurut orang kota jajanan seperti itu kurang bonafid, sehingga sepi peminat.  Harganya untuk tiap sepasang gonjing lima rupiah saja.  

Setelah aku melihat kota-kota lainnya, tenyata ada juga penganan yang hampir sama dengan gonjing namun disebutnya adalah banros.  Banros biasanya disajikan dengan ditaburi gula pasir dipermukaannya.  Penganan lainnya yang serupa gonjing adalah kue pukis, perbedaannya adalah bahan adonannya terbuat dari terigu dan gula serta telur seperti bahan bolu.

Sebelum jajan gonjing aku sudah tanya dulu kiri-kanan berapa harganya, dan berapa minimum pembelian.  Sehingga aku juga sudah siapkan uang pas untuk membelinya.  Dan pada siang hari pulang sekolah, mulailah aku mencatat pengeluaran pertamaku dan merupakan pengeluaran pertama dan terakhir yang aku tulis dalam buku tulis letjes warna biru isi 18 lembar.  Karena setelah itu, aku lancar jajan waktu istirahat sekolah, tapi jadi males menulis.  Apalagi Bapaku juga tetep memberikan tambahan uang jajan, tanpa harus memberikan laporan pertanggung-jawaban.

Tiga puluh lima tahun kemudian, saat liburan kemarin kami seluruh keluarga besar nginep di Ciater.  Pagi-pagi telah mangkal tukang gonjing didepan bungalow.  Harganya sudah naik 400 kali lipat, yaitu sepasang yang semula Rp. 5,- menjadi Rp. 2.000,-.  Entah harga sebenarnya atau karena harga lebaran.  Tapi penampilan tukang gonjing masih tetap, berbadan kurus, bertopi lusuh, membawa dagangan dengan cara di pikul, yaitu pikulan yang satu bersisi adonan dan bangku kayu kecil, adapun pikulan satu lagi tempat cetakan dan kompor.  Bila sedang membuat gonjing dia duduk dibangku kecil tersebut, menunggu sekitar 15 menit sampai adonan matang.  

Aku dan kakak-kakaku membeli beberapa loyang gonjing untuk dimakan bersama.  Aku amati, bahwa kami para orang tua menikmati kerenyahan, kegurihan, dan kehangatan gonjing di pagi hari, mungkin sambil pikiran menerawang ke masa lalu.  Sedangkan ketika anak-anak ditawari, mereka cuma melihat dan mencoba sedikit, tanpa minat.  Perbedaan generasi......generasi gonjing dan generasi sosis...hehehe.

(salam hangat dari kang sepyan)

Jumat, 16 Agustus 2013

TEBOY

Kebiasaanku selama bulan puasa ini adalah sahur menjelang akhir.  Kira-kira jam 3.45 bangun, lalu menyiapkan makanan dan jam 4.10 menit kami mulai makan sahur sampai jam 4.30.  Kata pak ustadz kita disunahkan mengakhirkan makan sahur.  Sunnah yang menurut aku sangat bermanfaat karena jangka waktu dari makan sahur ke buka puasa menjadi semakin pendek, jadi akan mengurangi rasa lapar.  Terus jangka waktu ke sholat subuh tinggal 10 menit pas banget untuk persiapan bersuci dan pergi ke mesjid.  Waktu tidur malam juga bisa cukup panjang, cukup untuk istirahat untuk mengerjakan tugas rutin esok hari.

Tapi malam kemaren aku dibangunkan oleh suara hp istriku yang terus berbunyi sekitar jam 2 malam.  Lagi enak-enaknya kami terlelap, rupanya ada teman istriku tetangga RT yang mebangunkan kami.  Katanya ketika mau persiapan makan sahur, dia keluar sebentar dan melihat didepan rumahnya ada kucing angora warna putih.  Dia mengabarkan mungkin kucing itu adalah kucing kami yang hilang.  Sambil merem-merem terpaksa deh aku ngeluarin motor jalan ke rumahnya .  Dan sampai disana, kucingnya sudah tidak ada di tempat yang tadi.

Sudah dua minggu ini si Teboy, begitu kami memanggil kucing kami, hilang.  Awalnya adalah ketika sedang mempersiapkan makan sahur, orang yang bantu-bantu di rumah membuka pintu keluar, mungkin ingin cari angin atau mau buang sampah.  Setelah itu pintu dibiarkan terbuka, dan si Teboy memanfaatkan kesempatan tersebut untuk jalan-jalan keluar.  Entah tersesat, entah ada orang yang ngambil, atau entah karena apa karena sejak saat itu dia gak pernah pulang ke rumah.

Istriku cenderung menganggap si Teboy tersesat, sehingga setiap pagi dia keliling perumahan yang hampir meliputi dua RW.  Memperhatikan selokan, halaman rumah orang, tempat-tempat sampah, yang diperkirakan bisa dijadikan persembunyian si Teboy.  Sehingga hampir seluruh tetangga tahu akan kehilangan si Teboy, ciri-cirinya adalah kucing angora besar, hidungnya pesek, berbulu putih dengan sedikit abu-abu di kepala dan buntutnya.  Akibatnya, begitu mereka melihat ada kucing warna putih, sering telepon ke rumah.  Walaupun sampai sekarang yang mereka lihat ternyata kucing kampung biasa, bukan Teboy kami.

Sedangkan kalau aku lebih cenderung menduga si Teboy ada yang ngambil.  Karena akhir-akhir ini, kalau setiap pagi aku mau berangkat subuh ke mesjid, kok banyak sekali tukang "pulung" dengan ciri khas membawa besi panjang yang ujungnya dibengkokan dan membawa karung plastik besar.  Demikian pula kalau sore-sore jalan-jalan ke sekitar mesjid Al-Ahar komplek Jaka Permai, di sepanjang jalan berderet orang-orang duduk di trotoar.  Ibu-ibu muda membawa anak kecil, dan di depannya ada gerobak sampah.  Kesannya adalah mereka para pemulung.

Aku kadang berpikir, apakah mereka benar-benar pemulung atau sekedar menyamar menjadi pemulung ?  Memanfaatkan moment bulan puasa, bulan penuh barokah, dimana Allah melipat-gandakan pahala.  Sehingga banyak sekali orang ingin berbuat baik, membantu sesama untuk bersyukur atas karuna yang diberikan, diantaranya dengan cara bersedekah. 

Entah ini pikiran aku saja atau mungkin sama dengan pikiran yang lain, kalau misalnya mau bersedekah maka aku lebih senang memberikan pada pemulung dibandingkan kepada peminta-minta, dengan catatan kedua-duanya sama-sama secara fisik sehat.  Apalagi pemulung perempuan yang bawa anak kecil.  Kesannya mereka adalah pejuang tangguh, yang mau berusaha keras namun masih miskin.  Rasanya sangat layak diberi sedekah, rasana tidak sia-sia memberi sedekah pada mereka.  Syukur-syukur bisa dijadikan tambahan modal sehingga kehidupannya yang semula jadi tukang pulung berubah menjadi pengepul, selanjutnya menjadi pengusaha.  amin.

Tapi apakah benar-benar mereka pemulung ??? Nah itulah yang sekarang meragukan, dengan semakin bertambahnya komunitas mereka.  Jangan-jangan, modus seperti ini pun telah diorganisir sebagaimana pengemis ?? Jangan-jangan, mereka memiliki Bos yang telah mempelajari psikologi orang sedekah ?  Ini megapolitan....semua bisa terjadi.


Seperti tayangan hitam putih di Trans TV, ternyata menjadi peminta-minta walaupun bukan sebagai cita-cita tetapi telah menjadi mata pencaharian, bahkan menjadi profesi.  Dengan penghasilan setara penghasilan sarjana baru lulus yang kerja di sektor keuangan, bahkan mungkin lebih besar.  Serta ada koordinatornya atau mungkin semacam "mucikari" atau semacam "manajer" yang akan membantu dalam hal mencarikan tempat mangkal dan berurusan dengan pihak berwajib.  mmmmmmmhhhhhhh.......

 (salam hangat dari kang sepyan)