Rabu, 27 Februari 2013

GUNUNG HALU

Ketika aku sampaikan bahwa acara hari ini ingin mengunjungi kantor yang berada di Gunung Halu, teman-teman di Bandung seolah gak percaya.  "jauh pak" kata mereka, "itu mah di sisi gunung, jalannya bulak belok, rusak lagi banyak lubangnya" teman yang lain menambahkan memberikan gambaran.  Tetapi ketika aku tetap tidak bergeming pada rencana semula, ada juga teman yang bilang "pemandangannya bagus pak", hehehe, lumayan khan ada sisi positifnya.  "Kalau tetap mau kesana, sebaiknya segera berangkat sekarang biar tidak kemalaman" demikian teman lainnya menimpali.  Kebetulan pada waktu itu kami sedang berkumpul di Bandung dengan para manajer bisnis dari berbagai penjuru kota di Jawa Barat.

Jam 11 tepat, aku baru bisa berangkat diantar sopir, maklum masih harus ngisi dulu acara pagi-pagi.  Dari Bandung menyusuri jalan Sudirman  dan belok masuk ke daerah Cijerah.  Kecepatan mobil hanya sekitar 20-30 km per jam karena jalan yang dilalui cukup sempit.  Sebelah kanan dan kiri jalan banyak yang berjualan serta angkot (angkutan kota) yang berwarna oranye kecoklatan sering berhenti di tengah jalan.  Sehingga memaksa kendaraan dibelakangnya harus menunggu dia menaik-turunkan penumpang, yang berakibat pada semakin kecilnya peluang kita menginjak gas.  Memang daya "maklum" kita ketika berada di jalanan Indonesia harus sangat tinggi.

Entah karena semalam kurang tidur, ternyata dengan kondisi jalan seperti itu aku sempat tertidur.  Mulai terbangun ketika terjadi guncangan yang cukup keras, karena mobil tidak bisa menghindari lobang yang menganga cukup besar. "musim hujan ini, jalan tambah parah pak" kata sopir, ketika mengetahui aku mulai terbangun.  Setelah perjalanan satu setengah jam, kami baru sampai daerah Cililin.  Suatu daerah yang terkenal dengan "wajit cililin" yang di bungkus daun jagung.

Angkutan kota sudah jarang terlihat, tapi sekali-sekali ketemu dengan bus tigaperempat untuk angkutan penumpang umum di daerah tersebut.  Namun mobil tetap tidak bisa melaju kencang karena banyak truk yang bergerak lambat, jalan menyempit, berlubang, dan benar berkelak-kelok.  Akibat banyaknya belokan dan banyaknya guncangan kena lubang, menyebabkan perutku mulai sedikit berontak.  Untung tadi aku milih duduk di depan, di samping sopir, gak kebayang kalau duduk dibelakang akan tambah berontak isi perut diguncang-guncang.

Kira-kira tiga perempat jam kemudian, aku sampai  daerah Sindangkerta, kota kecamatan terakhir sebelum Gunung Halu.  Jalan dari Sindangkerta menuju Gunung Halu tambah menanjak dan mulai tampak di kiri kanan jalan pemandangan sawah dan gunung batu.  Selanjutnya mobil  memasuki daerah perkebunan, nampaknya perkebunan teh dan pinus, namun tidak seperti biasanya, pohon teh maupun pohon pinusnya agak jarang-jarang.  Tidak seperti perkebunan teh di puncak atau di Pangalengan yang menghampar luas ke manapun mata memandang.  Perkebunan teh gunung halu seperti kurang terawat dan kurang serius.  Sehingga kadang-kadang ada pohon teh nya, namun kadang-kadang ada tanah yang kosong, entah karena pohon teh telah mati, atau tidak ditanami.

Menjelang pukul 14.30 sampailah kami di kantor Gunung Halu, letak kantornya berada di bawah tebing hutan Pinus.  Waktu itu sedang hujan, sehingga sepatu kami ikut mengotori lantai kantor.  Maklum untuk sampai ke kantor kami harus melewati jalan yang sedikit berlumpur.  Aku tengok ke belakang kantor, nampak air mengalir membasahi sebagian halaman belakang, mebawa beberapa bagian tanah longsoran dari hutan pinus.

Kantor tersebut dijalankan oleh 10 orang anak muda yang rata-rata anak Bandung.  Mereka semua menyewa sebuah rumah, sehingga dari hari Senin sampai dengan Jumat mereka tidur bersama dan kerja bersama.  Baru pulang ke kota setiap liburan sabtu dan minggu.  Kerja keras dan pengorbanan mereka lah, yang telah ikut membesarkan perusahaan.  Nana dan Ghea, itulah dua orang anak muda disana yang aku ingat namanya.  Mudah-mudahan kalian semua selalu diberi kesehatan, dan tambah sukses.

Sepedalaman apapun, selalu ada cerita menariknya.  Katanya di daerah Cilangari, kira-kira perjalanan satu jam naek sepeda motor dari kantor Gunung Halu, banyak perempuan cantiknya.  Kalau seperti bule, artinya dia mungkin salah satu keturunan mandor kebun Belanda yang dahulu menjaga perkebunan di Cilangari.  Sedangkan kalau mukanya seperti arab, biasanya itu anaknya TKW yang bekerja di timur tengah.  Di Cilangari, sudah sangat terbiasa dan sudah tidak menjadi aib lagi, kalo TKW yang pergi ke arab pulang-pulang berbadan dua. Astagfirullah.

Mudah-mudahan pak Wakil Gubernur baru, yang sinetronnya banyak menyentuh hal-hal yang "marginal" seperti ini, akan mampu mengendus permasalahan rakyat Cilangari dan Gunung Halu.  Sehingga bisa sama-sama menikmati kemerdekaan.  Bukan hanya berpindah tuan, dari Belanda pindah ke Arab.

(salam hangat dari kang sepyan)

Sabtu, 16 Februari 2013

ISTIQOMAH

Pohon-pohon besar rindang tumbuh di pelataran mesjid bertingkat dua yang berada di daerah belakang gedung sate Bandung.  Mesjidnya asri dan modern pada jaman tahun delapan puluhan, selalu menyediakan penceramah yang bagus-bagus, penceramah Top di Bandung seperti pak Miftah, Pak Mustafid, kang Jalal, dan lain-lain.   Jamaahnya  banyak, bebeda dengan mesjid pada umumnya yang didominasi oleh orang tua bau tanah, di mesjid ini di dominasi oleh anak-anak muda berkaos belel dan bercelana jins.  Itulah mesjid Istiqomah.  Aku tahu kata istiqomah pertama kali adalah karena nama masjid tersebut.

Istiqomah berasal dari bahasa arab yang artinya kira-kira konsisten.  Arti luasnya adalah suatu perbuatan kecil, ringan, dan dilakukan sedikit demi sedikit tetapi terus menerus konsisten dilakukan dalam segala kondisi.  Umumnya ditujukan untuk perbuatan baik.  Kalau perbuatan jelek yang rutin rasanya istilah istiqomah kurang tepat, mugkin saja ada bahasa arab lainnya.  Dalam peribahasa Indonesia padanan istiqomah yaitu sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit.

Sholat yang diwajibkan bagi umat muslim sehari lima waktu, hanya memerlukan waktu sekitar 5 menit sekali sholat.  Artinya dalam sehari semalam hanya butuh waktu kurang dari setengah jam saja.  Bandingkan dengan waktu hidup kita sehari semalam yang 24 jam, artinya perintah sholat hanya menggunakan waktu dua persen dari seluruh waktu hidup yang dinikmati oleh kita dari Allah secara percuma.  Kita hanya diminta meluangkan waktu 2 persen untuk menghadap dan mengingat pemberi hidup.  Allah-lah pemilik sifat yang maha pemurah dan maha penyayang, Arrahman, Arrahim.  Lima menit bukanlah waktu yang lama, sehingga perintah sholat merupakan perintah yang seharusnya ringan saja dijalankan, tetapi dilakukan secara terus menerus, konsisten.  Perintah tersebut diberlakukan untuk semua umat manusia baik dalam keadaan lapang maupun sempit.  Baik dalam keadaan sehat maupun sakit.  Kecuali bagi perempuan dilarang sholat ketika sedang datang bulan.  Tetapi di luar itu, perintahnya sama baik untuk laki-laki maupun perempuan.

Sholat merupakan tuntunan pertama kali yang diajarkan oleh Allah kepada umatnya untuk selalu berbuat istiqomah.  Dengan melaksanakan perintah sholat, seharusnya kita mampu mengambil hikmah dan mengimplementasikannya dalam perbuatan-perbuatan lain baik untuk urusan dunia maupun untu urusan akhirat.  Misalnya dalam berkarir, bekerja, berdagang, sekolah, sedekah, mengaji.  Sikap istiqomah perlu dijadikan budaya.

Sekolah formal yang dilakukan rutin setiap hari ataupun sekolah informal belajar mengaji setiap malam, merupakan suatu bukti perwujudan sikap istiqomah.  Rasanya tiba-tiba kita jadi bisa berhitung, membaca, memiliki wawasan, bahkan bisa menilai tulisan ini dengan ilmu yang telah menyatu dalam diri kita.  Kapankah ilmu itu melekat hadir ? tanpa terasa itu terjadi dari pembelajaran setiap hari yang secara istiqomah terus menerus kita lakukan.  Konsisten dilakukan baik karena terpaksa, takut absen dimarahi guru dan orang tua, ikut-ikutan seperti orang lain, ataupun karena kesadaran kita.

Istiqomah dengan bersandarkan kepada kesadaran diri sendirilah yang merupakan tingkat pencapaian istiqomah level tertinggi.  Oleh karena itu banyak pegawai yang berhasil dalam karirnya tetapi tidak berhasil ketika dia melakukan usaha sendiri.  Antara lain karena waktu menjadi karyawan dia bisa istiqomah bekerja karena ada yang mengawasi dan mengontrol.  Ada atasan atau pemilik perusahaan yang akan memberi sangsi apabila kita tidak mengerjakan tugas sesuai ketentuan.  Sedangkan kalau melakukan wirausaha, kontrol maupun sangsi pada dasarnya tetap ada, namun harus dilakukan oleh diri kita sendiri.

Untuk bisa mengendalikan diri beristiqomah, cobalah dengan melakukan dua hal kecil ini antara  lain yang pertama istiqomah memberikan sedekah dan yang kedua istiqomah mengaji setiap hari satu a'in sehabis sembahyang fardu.  Sedekah tidak perlu banyak-banyak, tetapi rutin dilakukan.  Misalnya setiap shalat Jum'at, tidak peduli di mesjid manapun buatlah standar berapa rupiah yang akan dimasukkan ke kotak amal masjid.  Istiqomah lanjutan kita lakukan dengan sholat malam dimulai dengan dua rokaat setiap malam, dan puasa sunah baik senin kamis ataupun mencoba puasa Daud.

Kebiasaan-kebiasaan kecil istiqomah tersebut, pada akhirnya akan membentuk karakter selalu  istiqomah dalam menjalani hidup.  Dalam mencapai jenjang karir, dalam berusaha, dalam mencari ilmu.  Tidak grasa-grusu, pingin cepat sampai mengambil jalan pintas.  Tetapi akan terbiasa menetapkan tujuan akhir, dan menentukan jalur untuk mencapai tujuan tersebut.  Dengan cara melangkah pasti, setahap demi setahap, istiqomah, tidak mudah goyah tergoda halusinasi semu yang mengganggu sepanjang perjalanan.

Mari kita mulai hari ini......menciptakan karakter diri yang istiqomah......semoga.

(salam hangat dari kang sepyan)

Jumat, 08 Februari 2013

HIDUPLAH INDONESIA RAYA

Sore itu pulang kantor tanggal 15 Januari 2013, kebetulan tidak ada kegiatan lain.  Jadi setelah mandi, ganti baju, sholat dan makan, aku iseng-iseng manteng televisi menonton siaran berita.  Memang tidak fokus hanya dengan satu chanel televisi, tetapi berganti-ganti sesuai dengan selera ibu jari dan selera mata.  Setelah menonton aku jadi merenung, kok banyak sekali berita-berita aneh yang rasanya tidak masuk akal sehat.  Rasanya berita-berita tersebut mustahil, ataupun mungkin berasal dari negara antah berantah.  Tapi menurut pembaca berita, kejadian tersebut memang benar-benar terjadi.

Berita aneh pertama adalah tentang 'keseleo lidah' hakim Daming ketika ditanya oleh salah satu anggota DPR yang melakukan fit and proper test, atas bagaimana sikapnya terhadap hukuman mati bagi kasus perkosaan.  Dengan maksud mencairkan suasana, pak Daming menjawab bahwa pada dasarnya yang memperkosa maupun yang diperkosa sama-sama enak.  Sejenak banyak orang-orang yang ikut tertawa mendengar candaan tersebut, entah tertawa kecut atau tertawa lucu.  Untungnyaada seorang aktifis anak yang mendengar dengan hati nurani sehingga dia melaporkan hal tersebut kepada media, sehingga aku ikut menonton beritanya.

Pak Daming adalah seorang Hakim senior sehingga dicalonkan atau mencalonkan diri menjadi Hakim Agung.  Namanya hakim dengan embel-embel 'Agung' tentunya jabatan tersebut merupakan jabatan tertinggi bagi seorang hakim karir.  Tentunya perlu diisi oleh hakim-hakim yang benar-benar mumpuni.  Hakim sendiri adalah orang yang diberi kepercayaan oleh negara untuk memutuskan seseorang berbuat salah atau berbuat benar.  Seseorang berperilaku sesuai norma dan ketentuan atau berperilaku menyimpang dari norma dan ketentuan.  Aku pernah dengar bahwa hakim itu memang dituntun dengan perundang-undangan dalam melakukan putusan, tetapi pada dasarnya perundang-undangan hanya dijadikan sebagai tuntunan.  Ada faktor lain yang ebih mendasar yang harus dijadikan sebagai acuan seorang hakim ketika melakukan putusan,  adalah bersandar pada hati nurani hakim.

Dengan demikian, hati nurani hakim tidak boleh memiliki cacat sedikitpun.  Aapalagi untuk hakim agung.  Jadi memang sangat aneh apabila ada seorang calon hakim agung yang keseleo lidah.  Kebersihan hati terwujud dari bersihnya perkataan dan perbuatan.

Berita selanjutnya adalah tentang upaya pemerintah meningkatkan produksi padi di suatu daerah.  Dengan semakin sempinya lahan pertanian, maka upaya memenuhi pangan rakyat Indonesia yang semakin banyak adalah melakukan intensifikasi.  Salah satu cara intensifikasi adalah dengan menggunakan bibit unggul sehingga didapatkan produksi padi yang lebih banyak untuk setiap lahan pertanian yang sama.  Untuk membantu petani pemerintah memberikan subsidi benih padi kepada petani.

Namun demikian, setelah benih padi tersebut di tanam, ternyata hasilnya tidak seragam.  Ada tempat yang menghasilkan produksi padi banyak dengan batang padi yang bagus dan tahan hama, namun kebanyakan padi yang ditanam tersebut tidak berbeda dengan yang biasa ditanam oleh petani pada umumnya.  Jadi dalam berita tersebut dicurigai benh padi subsidi diganti oleh 'oknum'.  Betapa jahatnya oknum tersebut, hanya dengan mendapatkan keuntungan tidak seberapa, menyebabkan kerugian yang sangat banyak.  Kalau hal tersebut memang benar-benar terbukti, aku tidak habis pikir terhadap logika 'oknum' tersebut.  Berita yang aneh dan tidak masuk akal.

Berita aneh selanjutnya adalah berita tentang korban perkosaan di Jakarta.  Sebagai pimpinan yang blusukan, Jokowi mengunjungi keluarga korban dan sebagai tanda empati beliau memberikan santunan sebesar Rp. 30 juta.  Namun rupanya berita tentang santunan tersebut mengundang 'seseorang' untuk dapat memilikinya dengan memanfaatkan keluguan korban.   Maka menyamarlah dia menjadi seorang polisi, karena 'seseorang' itu wanita maka kita sebut saja polisi wanita atau polwan gadungan.  Dengan modal seragam, polwan tersebut mendekati korban dan menyatakan bahwa dia adalah pendamping korban yang diutus oleh kepolisian.  Lalu terjadilah 'penitipan' uang santunan tersebut dari korban atau penerima santunan kepada polwan pendamping gadungan.  Setelah mendapatkan uang titipan, sang polwan pun raib, tinggalah korban gigit jari.  Kata bang Haji, itu Teeerrrrllllllaaaaaaalllllluuuuu.

Entah berita tersebut masih terkait dengan berita perkosaan di atas, atau ada berita perkosaan lain.  Dicurigai bahwa yang menjadi pemerkosa bagi korban seorang anak yang mengidap penyakit kelamin sehingga meninggal adalah ayah kandungnya.  Waduh.......dengernya saja berita-berita tersebut nambah stress.  Betapa kacaunya akhlak saudara-saudaraku sebangsa dan setanah air.  Tidak masuk akal, aneh, dan jalan yang terbaik adalah memindahkan chanel ke OVJ nonton Entis Sutisna mencari duit.  Hahahaha......sejenak Sule mampu melupakan keanehan-keanehan tadi.

(salam hangat dari kang sepyan)

Selasa, 05 Februari 2013

MANAJEMEN BLUSUKAN

 Istilah 'blusukan' dipopulerkan oleh Jokowi dan menjadi menasional ketika Jokowi sedang kampanye calon Gubernur Jakarta, ketika ditanya wartawan apa strategi kampanyenya dia bilang saya blusukan saja ke kampung-kampung di seluruh wilayah Jakarta.  Dan rupanya kebiasaan blusukan itu bukan hanya dalam kampanye, tetapi setelah menjabat pun dia tetap konsisten blusukan mengunjungi rakyatnya, melihat secara langsung kondisi sebenarnya, rapat di jalanan bersama tamu dari luar negeri, masuk gorong-gorong, melakukan sidak ke kelurahan untuk memperbaiki mental pegawai kecamatan dan kelurahan, termasuk menjadi mandor dan mengangkat batu sewaktu mengatasi jebolnya tanggul Latuharhary.

Kebiasaan tersebut memang sangat bertolak belakang dengan kebiasaan pejabat pada umumnya, yang dengan pendidikan tinggi tentang ilmu manajemen, mereka merasa bahwa sebagai pemimpin tidak perlu dia melakukan seperti itu, toh sudah ada organisasi yang dirancang untuk mengetahui seluruh denyut kehidupan rakyat didaerah.  Ada RT, RW, Lurah, Camat, Kepala Dinas, Walikota, dan lain-lain.  Bahkan dalam sebuah media on line pak Hidayat bilang agar Jokowi jangan blusukan terus, khan masa kampanye telah selesai, jangan terus pencitraan.  Sebagian politikus lainnya gerah melihat tingkah Jokowi yang menuai simpati rakyat, lalu dia bilang bahwa itu adalah pencitraan menuju kursi Presiden tahun 2014. Anjing menggong-gong, kafilah berlalu.  Tanpa beban, blusukan terus dijalankan.

Pemimpin yang blusukan merupakan kebalikan dari pemimpin yang selalu berada di menara gading.  Menara gading adalah istilah yang menggambarkan tempat yang sangat nyaman, tempat yang sulit dijangkau.  Untuk bisa sampai pemimpin tersebut ke menara gading yang diinginkan, diperlukan kerja keras.  Jadi wajar dong, kalau sudah sampai dia menikmati kenyamanan tersebut.  Setelah berada di menara gading, yang bisa masuk hanyalah orang-orang dekat dan kepercayaan saja.  Dan tentunya, agar tidak mengurangi kenyamanan dan tidak terdepak dari posisi 'orang dekat' maka hanya laporan yang baik-baik saja yang akan sampai ke menara gading.  Karena kalau memberikan laporan yang tidak baik, walaupun itu kenyataan sebenarnya, maka dianggap pemberi laporan tersebut tidak bisa bekerja.  Jadilah budaya 'ABS' (asal bapak senang), injak bawah jilat atas seperti kodok.

Sebetulnya yang paling baik adalah berada di antara kedua kutub tersebut, blusukan terus ya jangan, karena tenaga satu orang tentunya terbatas.  Tetapi selalu tinggal di menara gading juga ya jangan, karena menyebabkan keputusan pimpinan bisa saja tidak sesuai dengan kebutuhan.  Namun mengingat kondisi saat ini, apabila kita jejerkan pemimpin di antarabkutub blusukan dan kutub menara gading, kebanyakan mereka berkumpul di dekat kutub menara gading.  Oleh karena itu, kalau kita sebagai pemimpin, atau pimpinan dengan skala sekecil apapun, tidak ada salahnya kalau menambah frekwensi 'busukan' untuk penyeimbang.  Blusukan akan memberikan 'nyawa' terhadap kebijakan-kebijakan yang di ambil.  Blusukan bukan hanya harus dilakukan oleh pemimpin masyarakat, tetapi perlu juga dilakukan oleh pemimpin perusahaan untuk menjaga agar perusahaan dapat memuaskan seluruh steak holder.

Blusukan dalam hal ini, bukan hanya mendatangi tempat-tempat atau pelosok-pelosok tertentu saja, atau bukan hanya blusukan tentang wilayah, tetapi juga melakukan blusukan tentang pekerjaan.  Sebagai pimpinan harus mengetahui dan bisa merasakan bagaimana detil pekerjaan dilakukan oleh bawahan.  Meskipun ada sebagian pendapat yang menyebutkan bahwa sebagai pimpinan tidak perlu detail, tetapi menurut pemahamanku, hanya dengan mengetahui detail pekerjaan bawahan maka pimpinan dapat melakukan perbaikan baik dari sisi proses, kebijakan, maupun prosedur.

Ipad yang diproduksi Apple yang dipakai untuk menulis ini pun dilahirkan dari penguasaan Steve Job CEO yang sangat menguasai detail pekerjaan.  Mulai dari penciptaan produk, mencari bahan baku, merekrut orang terbaik, memastikan bentuk, warna, kegunaan, termasuk merencanakan dan melaksanakan peluncuran produk.  Pimpinan harus mempunyai mimpi, mencari orang dan bahan yang dapat membantu mencapai mimpi, dan terus mendampingi serta mengontrol upaya mewujudkan mimpi tersebut.  Bahkan sampai upaya membagikan mimpi kepada masyarakat atau costumer yang membutuhkan.

Contoh lain adalah ibu Walikota Surabaya, yang bersedia memungut sampah memberi contoh kepada semua pejabat dan warga untuk membantu mempercantik kota.  Hasilnya bisa sangat dirasakan, khususnya untuk orang yang sudah lama tidak pergi ke Surabaya.  Kota tersebut yang dahulu kumuh, sekarang menjadi bersih, hujau, rimbun, dan segar.  Maka, hai para pemimpin bermimpilah, lalu ajak semua orang untuk mewujudkan mimpi tersebut mumpung sedang jadi pemimpin.  Tapi jangan hanya ngajak tok, berilah contoh, temani mereka, rasakan, dan jadikan itu sebagai mimpi bersama.

Aku merasakan sendiri, dalam satu bidang pekerjaan yang sama pada periode tahun lalu, karena organisasi tidak memungkinkan untuk melakukan 'blusukan', maka kebijakan-kebijakan dibuat berdasarkan masukan-masukan dari pimpinan di daerah.  Kalaupun aku melakukan diskusi, cukup dengan memanggil pimpinan daerah di kantor regional.  Ketika tahun ini ada perubahan organisasi yang memungkinkan untuk melakukan langsung diskusi dengan pegawai marketing ataupun pegawai layanan strata atau outlet tebawah, aku baru menyadari.  Banyak hal-hal atau kebijakan-kebijakan yang dulu aku buat ternyata tidak nginjak bumi.  Seakan-akan kebijakan tersebut dibuat di atas awan.  Atau bisa saja kebijakan itu memang bagus, tetapi teman-teman pegawai strata terbawah tidak memahami atau bahkan tidak mengetahuinya, sehngga tidak dilaksanakan.  Karena tidak ada yang melakukan kontrol, semua laporan baik-baik saja.  Semua instruksi dijawab dengan 'baik pak' 'siap laksanakan', dan kita senang mendengarnya.  Semua laporan di poles, koreng ditutupi dengan dempul tebal.  Kalau sudah kempis diisi dengan angin atau air sehingga kelihatan menggelembung.

Tapi percayalah kawan, kebiasaan manipulatif ini hanya akan bertahan sementara.  Lama-lama bau busuk tersebut pasti akan tercium juga.  Lama-lama angin yang membuat laporan kelihatan gendut, akan kempes juga kembali ke bentuk aslinya.  Jangan sampai pemimpin baru menyadari setelah semuanya terlambat.  Mari kita mulai melakukan blusukan untuk mengontrol dan memastikan bahwa mimpi kita benar-benar terwujud, abadi.  Memang akan memakan waktu lebih lama dan akan menguras energi lebih banyak melakukan blusukan dibanding dengan cukup melakukan delegasi dan menerima laporan di menara gading.  Tetapi itu akan memberikan hasil yang lebih baik dan lebih nyata.  Dan ada kepuasan serta kebahagiaan tersendiri, bagi pimpinan yang dekat dengan bawahan.  Blusukan akan meningkatkan empati pimpinan pada bawahan.  Empat tersebut akan meningkatkan cinta bawahan terhadap pimpinan, yang perwujudannya adalah peningkatan produktifitas dan penghilangan 'fraud'.  Betapa nikmatnya ada dalam kondisi tersebut, produktifitas meningkat dan kebahagiaan kerja juga meningkat.

Menara gading membuat pemimpin menjadi kehilangan huruf n, yaitu menjadi pemimpi.  Blusukan ke setiap detail pekerjaan dan blusukan ke semua sudut-sudut wilayah kerja yang membuat huruf n tersebut kembali, sehingga Anda tetap jadi pemimpin sejati..........jadi.....marilah kita 'blusukan'.

Aceh-Jakarta 23 Januari 2013

(salam hangat dari kang sepyan)