Selasa, 29 Oktober 2013

PULAU AYER

Rasa dingin yang menggigit permukaan kulit membuatku terbangun, kucoba memicingkan mata mengintip sekeliling.  Nampak bilah-bilah papan kayu bercat coklat tua selebar 20 centi tersusun rapi, disangga dengan balok kayu berukuran 15 x 15 dengan warna cat yang sama.  Diluar terdengar bunyi air bergemuruh.....otakku langsung mengolah kedua informasi tersebut yaitu udara dingin dan bunyi air, pasti diluar hujan besar.

Perlahan kusingkirkan selimut dan aku bangun untuk memastikan keadaan di luar, mengintip lewat jendela kaca yang berada disebelah kanan tempat tidur.  Kusingkapkan gordeng warna kuning, diluar sudah gelap dan ketika aku lihat jam tangan sudah menunjukkan pukul 18.57.  Aku baru teringat bahwa seharusnya jam 19.00 malam kami kumpul untuk makan malam, berarti aku tinggal punya waktu 3 menit untuk sampai ke restoran.  Padahal letak restoran cukup jauh dari kamarku, mungkin sekitar 400 meter.  "sebentar lagi masuk waktu isya" pikirku.  Udah tanggung kemalaman deh, mendingan nunggu isya dulu di jama' sama magrib, biar nanti tenang.  "tapi......, gak enak kalau telat terlalu lama" pikiran lain mencoba mempengaruhi.  Sejenak aku terombang-ambing, tapi akhirnya aku putuskan untuk segera bergabung dengan teman-teman, sholatnya nanti saja malam kalau sudah selesai acara.  Tanpa mandi, aku pake jaket dan syal untuk menahan udara dingin.  Aku ambil juga payung yang telah disiapkan hotel, lalu membuka kunci pintu keluar.

Begitu pintu dibuka, udara hangat cenderung panas langsung menghampiri tubuhku.  Rupanya diluar tidak hujan, udara dingin mungkin dikarenakan dua buah ac yang terpasang di bungalauku belum sempat aku stel tingkat kedinginannya, masih dipasang dengan kedinginan maksimal.  Sedangkan suara air bergemuruh adalah suara ombak bercampur dengan deru compressor ac dan cipratan ombak yang mengenai tiang-tiang kayu penyangga bungalau,

Pulau Ayer adalah salah satu pulau yang terletak di derah kepulauan seribu, memerlukan waktu 30 menit perjalanan dari pantai Marina Ancol. Tidak ada penduduk asli di pulau, sehingga orang yang berada di pulau tersebut kalau bukan wisatawan berarti pegawai hotel.  Di kepulauan seribu memang ada beberapa macam pulau, yaitu ada pulau yang berisi penduduk saja, ada pulau yang berisi penduduk dan ada hotelnya, ada pulau yang tidak berpenghuni, dan ada pulau yang sebelumnya tidak berpenghuni namun dibangun cottage-cottage sehingga akhirnya berpenghuni namun hanya khusus wisatawan dan karyawan hotel, seperti halnya pulau Ayer ini.

Cottage atau bungalau yang dibangun di pulau Ayer secara garis besar terdiri dari dua macam, yaitu bungalau yang dibangun di atas laut, dan bungalau yang dibangun di daratan. Ada 30 lebih floating cottage atau bungalau yang didirikan di atas laut, dan ada lebih dari 20 bunglau termasuk kamar hotel yang terletak di daratan atau disebut land cottage.  Fasilitas lain yang ada seperti jogging track sekitar 1,2 kilometer mengelilingi pulau, lapangan basket, lapangan volley pantai, beberapa tempat outbond, kolam renang, restaurant, penyewaan sepeda, ruangan karaoke, serta beberala fasilitas olah raga air seperti jet sky, banana boat, dll.

Kalau mau datang ke Ayer sebaiknya bersama keluarga, sehingga dapat menikmati suasana lain untuk penyegaran.  Jangan seperti aku, walaupun berangkat sama rombongan, namun karena cottagenya masing-masing dan saling berjauhan, rasanya cuma pindah tidur doang.......hehehe bahkan cederung sereeeem.  Pemandangan malam hari dari teras cottage memandang ke laut, belum habis tatapan mata telah terlihat lampu-lampu di pantai Jakarta.  Tidak ada pemandangan lautan lepas.  Mungkin karena cottageku yang berhadapan dengan Jakarta, serta jarak pulau yang tidak begitu jauh dari pantai Marina Ancol.

Yang sangat merasa kehilangan adalah ketiga pagi-pagi terbangun, tidak terdengar suara merbot memanggil saat tahrim atau beberapa menit sebelum waktu sholat subuh tiba.   Biasanya marbot di mesjid deket rumahku sudah mulai membangunkan warga jam 04.00 pagi.  Demikian pula ketika datang waktu subuh, tidak terdengar suara adzan...dari mesjid Nurul Iman, yaitu mesjid berukuran 6 x 10 meter yang berkarpet hijau, cukup terawat, terletak dekat pintu mess karyawan.  Kata pegawai disana, memang adzan di pulau Ayer tidak pakai speaker......takut mengganggu ????? Astagfirullah.

Menemani kami lari pagi di jogging track, sekitar 25 sampai 30 pegawai, baik laki-laki maupun perempuan kompak menyapu seluruh daratan pulau dengan sapu lidi panjang.  Sebagian ada yang membawa roda mengangkut sampah-sampah yang dominan adalah berupa guguran daun tua. Tampaknya hampir seluruh karyawan, diharuskan mulai kerja pagi-pagi sambil berolah raga dengan menyapu mulai jam 5.30 sampai jam 6.30.  Pembersihan pulau bukan hanya harus dilakukan di daratan, rupanya juga harus dilakukan di lautan yaitu di pantai yang menghadap ke Jakarta.  Pantai yang kemaren sore aku amati cukup bersih sehingga dasar pantai berwarna kuning terkena cahaya matahari jelas terlihat, pagi ini berubah menjadi penuh sampah plastik berbagai jenis dan berbagai warna. Bukti penduduk Jakarta masih suka buang sampah sembarangan......huh.

(salam hangat dari kang sepyan)

Sabtu, 12 Oktober 2013

BERKHIDMAT


Rasanya tinggi badanku lebih tinggi di banding dia.  Rasanya besar tubuhku  lebih besar dibanding dia.  Dan rasanya usiaku juga lebih tua dibanding dia.  Namun ketika siang itu setelah selesai sholat dhuhur berjamaah kami bertemu di salah satu ruangan yang diberi nama ruangan Khodijah, rasanya aku menjadi jauh lebih kecil dibanding dia.  Itulah kira-kira gambaran yang aku rasakan ketika bertemu dengan Kiai Syukur, yang kesehariannya mengabdikan diri menjadi pengurus mesjid ad-dzikra (dahulu namanya mesjid Khadafi) di daerah Sentul Bogor.

Ruangan Khodijah cukup besar, merupakan ruangan terbesar diantara ruangan lainnya yang berada di lantai dasar mesjid.  Cukup longgar menampung rombongan kami yang berjumlah 80 orang.  Kala itu kami berkunjung kesana dalam rangka membawa wisata atau semacam studi banding 71 merbot binaan, setelah pada hari dan malam sebelumnya diberikan pembinaan di Pondok Wira Tapos, Bogor.  Sekaligus melakukan penutupan acara silaturahmi kami dengan para merbot tersebut.

Dalam sambutannya Kiai Syukur berpesan kepada para merbot, agar jangan berkecil hati.  Walaupun posisi merbot tidak tercantum dalam struktur organisasi DKM yang setiap hari masjidnya dia urus.  Walaupun secara duniawi gaji merbot jarang ada yang memperhatikan, jarang ada yang memikirkan apakah keluarganya bisa makan ? apakah anak-anaknya bisa sekolah ? Tetapi percayalah bahwa gaji total merbot jauh lebih besar, tetapi sebagian besarnya akan dibayarkan di akhirat.  Bayangkan kalau mengabdi menjadi merbot 40 tahun, ada berapa banyak tabungan yang telah tersimpan untuk bekal di akhirat.

Selanjutnya Kiai Syukur menekankan bahwa orang yang bekerja menjadi merbot pada dasarnya adalah mengabdi kepada Allah, berkhidmat kepada-Nya.  Berkhidmatlah untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.  Rezeki tidak perlu  besar yang penting berkah.  Coba kalau dilihat dari jumlah gaji, apa mungkin merbot bisa naik haji ? Tetapi kenyataannya banyak merbot yang berkali-kali naik haji........Aku tatap muka-muka merbot yang ada dihadapanku, tampak muka tulus dan jiwa  besar yang terpancar dari mata mereka  dibalik kesederhanaan penampilannya.  Dan......rasanya aku menjadi semakin kecil.

Orang-orang yang ada disekelilingku, selalu melakukan sholat berjamaah setiap waktu.  Kalau mereka telah menjadi merbot 10 tahun tanpa terputus, berarti mereka telah sholat berjamaah terus-terusan tanpa terputus sebanyak 18.250 waktu sholat.  Sedangkan aku, dengan dalih sibuk, perjalanan, nanggung, menunggu bos, kelewat, dan lain-lain, pernah berniat ingin sholat berjamaah di mesjid 40 waktu berturut-turut saja belum pernah kesampaian, kecuali waktu arba'in di Masjid Nabawi sekalian melakukan ibadah haji.  Tetapi ketika berada di Indonesia, tempat dimana aku lebih lama menjalani kehidupan.  Tempat aku menyimpan harta-harta dunia seperti mobil, rumah, tanah, pekerjaan.dll.  Tempat orang tua, istri, anak, kerabat, dan tetangga berada.  Aku menjadi tersibukkan.  Dunia telah banyak merampas seluruh kehidupanku.  Kata-kata "berkhidmatlah" menjadi sebuah tamparan yang telak.

Para merbot datang ke mesjid beberapa saat sebelum waktu sholat tiba.  Dia menyiapkan tempat, memasang pengeras suara, bersih-bersih, dan setelah waktu sholat tiba mengumandangkan adzan.  Sedangkan aku, kalaupun sekali-sekali pergi ke mesjid untuk sholat berjamaah, datangnya selalu pas-pasan.  Kalau terdengar adzan, baru aku siap-siap berwudlu, berpakaian, lalu berangkat ke mesjid.  Hanya memburu sholat fardunya, itupun kadang-kadang masbuk.  Seakan lupa perintah untuk melakukan sholat rawatib sebagai penghias sholat fardhu.  Kondisi tersebut bukannya aku tidak tahu jadwal sholat, karena di Ipadku selalu terbuka laman jadwal waktu sholat.  Bahkan HP-ku juga setiap waktu sholat selalu setia memberikan alarm.  Bukan juga karena aku tidak memiliki jam, bahkan hampir diseluruh ruangan rumahku terpasang jam dinding.  Jam tangan juga selalu melilit di tangan. 

Hal tersebut terjadi karena hatiku yang kotor.  Terlanjur mendahulukan dunia.  Semua keberhasilan dan kesuksesan diukur dengan ukuran dunia. Seakan dengan setahun sekali aku memberi zakat pada mereka, yang sebenarnya adalah "kewajibanku" dan "hak mereka" rasanya sudah mampu mengimbangi amalan mereka.  Biarkan mereka berkhidmat....lalu kita mencari duit.......lalu kita beli amalan mereka dengan memberikan hak mereka dan sedikit bersedekah.....selesai !!!  Apakah memang seperti itu logikanya ?
Aku yakin jawabannya........Tidak !!!

Tidak perlu semua orang menjadi merbot, tetapi mari kita mencoba temanin merbot dengan datang ke mesjid sebelum waktu sholat.  Mari kita mencoba melakukan arba'in yaitu minimal 40 waktu sholat berturut-turut sholat berjamaah di mesjid.  Sekarang....ditengah kesibukan pekerjaan sehari-hari, jangan nunggu nanti setelah pensiun.  Ada yang mau coba ?




(salam hangat dari kang sepyan)

Jumat, 04 Oktober 2013

MARBOTKU, HAFIDZ

Suasana di dalam aula gedung sangat meriah namun khidmat.  Nampak deretan 50 kursi hitam yang diduduki oleh Marbot dari lima puluh masjid yang ada di sekitar Depok menjadi titik sentral.  Tatapan optimis, muka sumringah, dan senyuman menghiasi hampir seluruh wajah para Merbot yang menggunakan seragam jas hitam dengan kerah sanghai, berpadu dengan celana serupa.  Mengenakan peci warna putih model Arifin Ilham, dan dipundak kanan digantungkan sorban warna putih yang telah dilipat rapi.  Dibagian depan sebelah kanan berderet kursi yang diisi oleh pejabat seperti Mentri Agama, Gubernur, Dirjen, Ustad- Ustad yang suka nongol di Televisi, serta pejabat-pejabat lainnya, didampingi oleh ketua dan beberapa wakil ketua  YBM BRI.

Dijajaran belakang beratus-ratus kursi terisi penuh oleh pengurus DKM se-Jabodetabek, termasuk pengurus DKM tempat marbot tersebut bertugas.  Juga dikerahkan santri-santri dari berbagai pesantren, mengisi seluruh ruangan dengan daya tampung seribu kursi.  Dibagian sudut depan dibawah panggung sebelah kiri berseberangan dengan deretan kursi pejabat, rombongan wartawan dan kameramen dari seluruh statsiun Televisi, tengah siap dengan segala peralatannya guna mengabadikan acara.  Tampak pula panitia acara yang sibuk  hilir mudik disetiap sudut ruangan dengan seragam baju koko putih berpadu ornamen biru dan kuning.

Dibagian depan terdapat panggung yang lebar dengan lampu tepat menyorot pada sebuah podium yang diletakan di tengah-tengah panggung.  Dibelakang panggung dihiasi backdrop bertuliskan "MARBOTKU, HAFIDZ" dibawahnya ditulis dengan huruf lebih kecil "Wisuda 50 Marbot binaan YBM BRI persembahan dari Kader Surau".  Tidak terasa air mataku berlinang, rasanya aku masih ingat dengan detail kejadian dua tahun lalu ketika aku bersama teman-teman kader surau sedang melahirkan program ini.  Ditengah malam yang dingin disalah satu ruangan Pondok Wira Tapos, Bogor.

Rapat pemaparan program yang akan diajukan yang seharusnya dapat dilaksanakan setelah Isya, harus mundur.  "Ketika setelah ashar saya mencoba memeriksa, draftnya masih  sangat mentah. Umumnya program-program yang diajukan tidak jelas, tidak nginjek bumi, dan tidak bisa diimplementasikan.  Terpaksa saya melakukan bimbingan lagi  dan memberikan tambahan waktu sampai jam 10 malam, untuk direvisi". Demikian mas Iqbal GM YBM BRI melapor  saat kami ketemu makan malam.  Ini adalah malam terakhir, karena itu kami bertekad harus menghasilkan program yang dapat dilaksanakan.

Hari Jum'at sampai dengan Minggu ini, kami melakukan pertemuan antara pengurus YBM dengan kader surau di Tapos.  Merupakan tindak lanjut dari pertemuan yang telah dilakukan tiga bulan lalu di Rancamaya, yaitu pencanangan Kader Surau sebagai relawan YBM BRI.  Ini adalah sebagai salah satu upaya YBM yang tidak hanya terbatas memberikan uang beasiswa, tetapi juga memberikan bimbingan langsung, memotivasi sekaligus  mengasah leadership mahasiswa binaannya, sehingga kelak dapat menjadi calon pemimpin bangsa yang dapat diandalkan.  Kader surau adalah sebutan bagi 77 mahasiswa yang mendapat beasiswa penuh dari YBM BRI, bekerjasama dengan beberapa perguruan tinggi islam seperti Ibnu Khaldun, SEBI, Nurul Fikri, dan UIN.  

Jam 10 malam aku dan mas Iqbal mulai menyimak usulan program yang disampaikan oleh empat kelompok, yaitu kelompok usaha, kelompok syiar, kelompok pendidikan, dan kelompok kesehatan.  Benar apa yang dikatakan mas Iqbal, ketika kelompok usaha menyampaikan paparannya, yaitu akan membuat kelompok binaan bertani jamur, banyak sekali logika yang tidak nyambung baik dari segi implementasi maupun dari sisi anggaran dan ukuran keberhasilan.  Jadi tepaksa mereka disuruh melakukan revisi kembali di ruangan lain.  Dan kami minta kelompok kedua yaitu dari kelompok syiar untuk mempresentasikan programnya.

Merbotku, Hafidz.  Demikia. judul program yang diajukan kelompok ini.  "Keberadaan merbot di sebuah mesjid, tidak ubahnya seperti OB (office boy) di kantor.  Kerjaannya hanya bersihin WC, ngepel, nyapu, menggulung karpet,  mengunci pintu, serta adzan dan iqomah.  Kecuali kalau tidak ada jamaah satupun, baru dia menjadi imam sekaligus menjadi makmum" demikian salah satu perwakilan kelompok memulai presentasinya.  Anak yang melakukan presentasi berperawakan  kurus tinggi dengan rambut kriting dipotong cepak, matanya besar tapi agak kedalam.  Mengenakan kaos hitam yang kerahnya lebar dan dapat dinaikan ke atas menutupi kepala.  Andai aku tidak tahu, bisa saja aku menyangka potongan seperti itu adalah potongan orang kena narkoba.  

Kondisi merbot seperti itu dikarenakan penguasaan merbot akan hapalan al qur'an sangat minim.  Oleh karena itu, kelompok ini membuat program akan mencari 50 merbot yang berada disekitar lokasi tempat mereka tinggal.  Lalu dilakukan bimbingan hapalan al quran, dimana satu orang pembimbing akan menangani 5 orang merebot dengan lokasi yang tidak berjauhan.  Pertemuan dilakukan 3 minggu sekali sehabis sholat ashar dengan durasi waktu 1,5 jam per pertemuan.  Ketika aku tanya apakah mungkin mereka bisa hapal al qur'an padahal usia merbot rata-rata di atas 40 tahun bahkan ada yang sampai 70 tahun ? Dengan mantap dia menjawab "Al qur'an itu terdiri dari 604 halaman, dan umumnya setiap orang dapat menghapalkan satu halaman setiap hari.  Sehingga waktu dua tahun yaitu sekitar 730 hari, sudah lebih dari cukup untuk memghapalkan al qur'an".  Bahkan dia memberikan ilustrasi kalau anak kecil usia SD sampai SMP bisa menghapal al qur'an per hari antara 1 sampai 1,5 juz.  Dia pernah membimbing seorang anak dengan durasi menghapal al qur'an hanya 25 hari.

Antara percaya dan tidak percaya.  Tapi semua anggota kelompok yang presentasi, dimana mereka semuanya hafidz 30 juz, menyampaikan sikap optimisme mereka.  Mereka bilang, menghapal al qur'an itu tidak sesulit yang dibayangkan.  Aku hanya bisa bertatapan dengan mas Iqbal yang sama-sama coba mengkritisi usulan tersebut.  Akhirnya kami minta sasaran antara, berapa juz minimal yan harus dihafal marbot agar mereka layak jadi imam ? dijawab minimal hapal 5 juz, dan untuk itu hanya diperlukan waktu sekitar 6 bulan.  Mereka sendiri ditengah kesibukan kuliah yang akan langsung jadi pembimbingnya.  Jam 00.30 hari Minggu dini hari, seluruh kelompok termasuk yang melakukan revisi telah selesai presentasi, dan semua peserta kembali ke kamar untuk istirahat.

**********
Ruangan aula yang khidmat dan megah, tiba-tiba menjadi ribut dengan suara speaker bertuit-tuit  dan suara peluit.  Ruangan mendadak terasa sempit dan gelap.  Pikiranku berpindah-pindah antara berada di ruangan wisuda dan ditempat lain.  Lalu aku mencoba konsentrasi pada suara ribut diluar.  "Bangun......bangun.....bangun......saatnya qiyamul lail" demikian suara yang terdengar agak kurang jelas bercampur dengan bunyi tuit-tuit.  Oppssss.......aku tersadar, bahwa aku saat ini berada di salah satu kamar pondok Wira.  Rupanya semangat membuat merbot hafidz terbawa mimpi.

Setelah gosok gigi dan mengambil air wudhu, aku bergabung diatas karpet merah yang dipasang di tengah lapangan.  Untuk bersama-sama qiyamul lail berjamaah.  Dengan imam hafidz, salah satu mahasiswa kader surau.  Ya Robb, Engkau yang menggerakan hati dan pikiran manusia.  Mudahkanlah jalan kami, wujudkan mimpi kami.  Amiiinnn.....kepadaMu kami bersujud.

Kualanamu, 30 September 2013

(salam hangat dari kang sepyan)