Senin, 16 Desember 2013

SILENT MARKETING

Lomba agustusan di kampungku sangat meriah.  Berbagai ajang perlombaan diadakan, mulai dari lomba yang serius seperti sepak bola dan bola voly, sampai lomba yang kurang serius seperti balap karung, lomba makan kerupuk, dan lain-lain.  Untuk lomba yang serius dua minggu menjelang pertandingan telah dilakukan teknical meeting untuk mengundi dan menyepakati aturan permainan.  Sedangkan untuk lomba yang main-main, aturan biasanya baru dibacakan oleh panitia menjelang pertandingan.  Tapi pada dasarnya sama saja, bahwa para peserta lomba harus mengetahui dengan jelas aturan-aturan, bagaimana agar dia dapat memenangkan lomba dan mendapatkan hadiah.

Domba jantan dengan tanduk melengkung sebagaI hadiah untuk klub sepakbola yang jadi juara, dipertontonkan dipinggir lapangan.  Menambah semangat peserta lomba.  Demikian juga deretan piala berwarna emas serta tumpukan buku yang telah dibungkus kertas warna coklat, menjadi penyemangat lomba anak-anak seperti balap karung, kelereng dan makan kerupuk.  Jadi agar perlombaan banyak peminatnya, maka panitia akan berusaha mensosialisasikan dan menunjukkan hadiah-hadiah tersebut pada peserta lomba.  Sesuai dengan jenis perlombaannya.

Menurut Kang Gani, panitia agustusan di kampungku, kunci sukses penyelenggaraan agustusan yaitu memberitahukan kepada seluruh warga tentang diselenggarakannya acara agustusan yang menyediakan hadiah menarik.  Hadiah itu sebisa mungkin telah ditunjukkan sebelum pertandingan dimulai, jadi warga akan sudi menyisihkan waktu saat hari H perlombaan.  Kunci sukses kedua adalah memberitahukan kepada warga tentang aturan perlombaan, agar warga dapat memilih di perlombaan mana dia paling cocok ikut berpartisipasi.  Sesuai dengan kemampuannya.

Dalam upaya menggaet customer, rupanya para marketer melihat bahwa perlombaan dapat dijadikan sebagai salah satu ajang marketing.  Tentu saja perlombaannya akan dikaitkan dengan pembelian produk.  Misalnya dengan harus mengisi bungkus kemasan, lalu mengirimkan bekas bungkus kemasan yang telah diisi nama dan alamat ke produsen produk.  Kemudian dilakukan pengundian terhadap bekas bungkus kemasan produk tersebut untuk menentukan pemenang.  Tujuannya adalah agar customer membeli produk sebanyak-banyaknya, sehingga dapat mengirimkan bungkus produk sebanyak-banyaknya, untuk mendapatkan peluang hadiah sebesar-besarnya.

Upaya lain dilakukan oleh perusahaan minuman yang mencantumkan hadiah dalam tutup botol minuman.  Tentu saja untuk mendapatkan hadiah itu, customer harus membeli produk minumannya sehingga boleh membuka tutup botol.  Ada juga perusahaan sabun batangan yang menyelipkan koin emas dalam sabun.  Jadi sambil menggosokkan sabun, customer harap-harap cemas tergosok oleh emas.

Pemberian hadiah di perusahaan perbankan lebih meriah lagi.  Hadiahnya sangat bevariasi dan cukup 'wah', seperti ribuan umroh, emas batangan, alat elektronik, ribuan motor, mobil.  Jenis mobilnyapun menggunakan mobil termewah.  Membuat calon customer ngiler.  Walaupun mereka sadar bahwa peluang mendapatkan hadiah tersebut sungguhlah kecil.  Apalagi yang diundi secara nasional oleh sebuah bank besar.  Bayangkan saja, sebuah bank besar memiliki puluhan juta nasabah.  Sedangkan yang menang hanya beberapa orang saja.  Belum lagi kupon hadiah dikaitkan dengan besarnya simpanan.  Ya tentu saja yang peluangnya lebih besar adalah yang memiliki simpanan milyaran bahkan triliunan.  Tapi......siapa tahu nasib awak lagi mujur.....hehehe.....berharap keajaiban.

Terus terang saking banyaknya jenis hadiah, sampai-sampai aku sebagai customer tidak tahu lagi, bagaimana cara mendapatkan hadiah itu.  Nampaknya perusahaan perbankan hanya gencar menyampaikan jenis hadiah.  Lalu melakukan siaran langsung pengundian hadiah.  Dihadiri banyak artis, pejabat bank, kadang-kadang ada pejabat pemerintah.  Mungkin mereka lupa akan teori kunci sukses kang Gani, bahwa harus menyampaikan aturan perlombaan kepada seluruh peserta lomba sebelum pertandingan dimulai.  Sehingga aturan perlombaan untuk mendapatkan hadiah, kurang disosialisasikan.  Misalnya berapa rupiah harus menabung untuk dapat satu kupon.  Apakah kupon dilihat dari penambahan dana atau dari pengendapan dana, atau mungkin dari jumlah transaksi.  Kapan periode mulai dan kapan berakhirnya lomba.

Aku melihat bahwa pada akhirnya jenis lomba, aturan lomba, dan periode lomba menjadi hal yang dianggap tidak penting.  Para pemberi hadiah menganggap bahwa hadiah yang mereka berikan hanyalah sebuah bonus keajaiban untuk para customernya.  Mereka seperti lupa bahwa tujuan mereka memberikan hadiah adalah agar customer mau berlomba menabung atau menggunakan jasa perbankannya.  Mereka lupa bahwa pada dasarnya para customer itu mereka jadikan peserta lomba.  Mereka lupa bahwa peserta lomba 'menurut kang Gani' haruslah diberitahukan aturan secara jelas sebelum perlombaan.

Sayang sekali memang.  Hadiah yang milyaran yang tentu saja akan meningkatkan biaya dana bank tersebut, menjadi kurang efektif meningkatkan kemampuan bank menghimpun dana, hanya karena kurang komunikasi tentang cara mendapatkan hadiah.  Seperti orang yang melakukan pemasaran secara diam-diam.  Silent Marketing.  Pokoknya nih ada hadiah, silahkan customer menabung.  Nanti kita akan undi.  Tinggal aku dengan pertanyaan besar....kapan diundi ? bagaimana caranya ? kapan mulai dan kapan berakhir ?  Atau memang aku sebagai customer hanya dianggap seperti penjudi.  Berharap nasib baik.

Jakarta - Denpasar, 04 Desember 2013


(salam hangat dari kang sepyan)

Senin, 09 Desember 2013

BARSENA VS KEKE

Tahun 80-an, aku dibuat tercengang-cengang oleh tayangan pertelevisian swasta yang sangat menghibur, sangat variatif, dan kelihatan elegan serta gaul.  Tidak seperti tayangan TVRI sebagai satu-satunya siaran televisi yang ada pada waktu itu.  RCTI dan SCTV membawaku ke alam lain, musiknya hebat, jauh lebih hebat dan sering dibandingkan dengan aneka ria safari besutan Eddy Sud yang biasanya hadir di TVRI.  Iklannya pun bagus-bagus, ada tayangan dari luar negeri, ada film yang relatif baru, sinetron berseri baik buatan dalam negeri maupun produksi luar negeri yang telah di ganti audionya.  Si Doel anak sekolahan, Tersanjung, dan banyak judul-judul sinetron lainnya, yang selalu aku tunggu-tunggu jam tayangnya.  Menggantikan dongeng dari radio yang sebelumnya biasa aku tunggu.

Akhir 90-an, aku kembali dibuat tercengang dengan hadirnya televisi swasta yang siaran utamanya adalah berita.  Betapa kami terkaget-kaget melihat siaran langsung baik perang ataupun bencana.  Kami merasakan desingan peluru pak polisi waktu mahasiswa-mahasiswa dilibas di Semanggi, dan kami serasa menjadi aktifis ketika melihat tayangan mahasiswa menduduki gedung MPR DPR senayan.  Kami dirumah ikut memberikan semangat kepada pak Amien Rais, bu Megawati, dan Gus Dur, mendengarkan langsung pidatonya.  Kami merasakan kemasygulan pak Harto ketika sedang menyerahkan kekuasaan kepada pak Habibie.  Kami merasakan besarnya air bah akibat tsunami yang terjadi di Banda Aceh, bahkan rasanya bau bangkai ribuan korban jiwa-pun hadir ke beranda rumah.


Rupanya manusia itu makhluk yang disatu sisi sangat senang status quo, tidak mau berubah.  Tetapi di sisi lain merupakan makhluk yang cepat bosan, senang mengkiritk keadaan saat ini, dan tidak ada puasnya.  Tapi rupanya, kedua sisi itulah yang membuat peradaban manusia semakin maju.


Akhir-akhir ini, mulai banyak gugatan pada siaran televisi yang katanya tidak mendidik, membodohi, menyuguhkan kekerasan, ngawur, cuma cari untung, memihak, alat propaganda, dan lain-lain stigma buruk.  Siaran televisi sudah menjadi "teror" kehidupan. Ada gerakan yang meminta seluruh warga tidak boleh nonton TV mulai magrib sampai isya.  Walaupun aku gak yakin apakah gerakan ini ada pengikutnya ? apakah gerakan ini keberlangusungannya terus menerus ? atau hanya sesaat ?  Namun ada juga beberapa temen yang sudah sangat muak dengan siaran TV saat ini, memutuskan untuk memasukan TV pada kotaknya, dan memilih hidup tanpa memiliki TV.  Namun entah sampai kapan mereka bisa bertahan.


Aku termasuk di golongan orang yang biasa-biasa saja.  Tidak terlalu ekstrim.  Memang kadang-kadang aku juga sepakat dengan orang yang memberi 'stigma' negatif.  Tetapi menurutku tidak negatif-negatif amat, diantaranya masih ada yang positif.  Bahkan masih ada acara yang aku tunggu-tunggu yaitu Nez-Academy yang diasuh oleh Agnes Mo, tayangan Net TV.  Sebuah statsiun TV baru, yang menurutku formatnya agak berbeda dengan statsiun TV lainnya.  Mungkin karena baru jadi masih segar, belum membosankan seperti yang lainnya.


Nez-Academy adalah sebuah ajang pencarian bakat, hampir sama seperti Indonesia Idol, X factor, Akademi Fantasi, dan lain-lain.  Cuma beda sedikit-sedikit, di poles-poles.  Misalnya tidak seluruhnya hanya bakat nyanyi, tetapi juga ada yang bakat tari bahkan ada yang bakatnya menirukan suara-suara musik.  Ada tokoh sentral juri atau Kepala Sekolah yaitu Agnes Mo, yang sekaligus menjadi nama acara (Nez), sehingga dia lah yang berhak men 'drop out' peserta.  Memang karena namanya Academy, maka dibuat seperti sekolahan, ada guru-guru, ada pelajaran, dan akhirnya membuat pertunjukan yang ditayangkan (yang biasanya aku tunggu-tungu) dianggap sebagai ujian ('exam').  

Pemberian nilai dari penonton atau pemiarsa dilakukan bukan dengan cara 'kuno' seperti sms dan telepon, tetapi menggunakan twitter dan google plus.  Dan yang paling banyak mendapatkan komentar di twitter, maka dia dapat previllage.  Misalnya jaminan tidak di drop out untuk minggu depan, atau mendapat previllage memilihkan lagu buat temannya.


Barsena adalah salah satu kandidat dari Bandung dengan talenta luar biasa, suaranya bagus, musikalitasnya hebat, serta pandai maen piano.  Dua minggu lalu dia mendapat previllage untuk memilihkan lagu buat temannya.  Dan dia memilih salah satu temannya yaitu Keke kandidat dari Bali sebagai saingan terberatnya yang dipilihkan lagu.  Lagunya dicari lagu yang cukup sulit, baik lirik maupun nadanya.  Aku pikir, memang sangat wajar.  Dalam sebuah persaingan, ketika kita diberikan kesempatan untuk 'membunuh' saingan, maka kesempatan itu harus digunakan sebaik-baiknya.  Agar jalan kedepan bisa lebih leluasa.  


Namun sayang Barsena......ternyata Keke mampu menjawab tantangan itu.  Penampilan Keke dengan memgusung tema teaterical, bergerak dan bernyanyi seperti boneka, mampu memukau seluruh juri dan penonton, termasuk aku.  Bahkan setelah lagu berakhir, Agnes Mo sang kepala sekolah memberikan 'standing applaus' yang menunjukkan dia puas dengan penampilan anak didiknya.  Sebuah ancaman, dihadapi dengan serius oleh Keke, sehingga bisa berubah menjadi sebuah kesempatan.  Begitulah memang dunia.  Apalagi ini adalah arena perlombaan.


*******
Entah dalam acara apa, keesokan harinya ada sebuah berita, tapi berita ringan saja membahas tentang tayangan Nez-Academy malam sebelumnya.  Diberitakan ada dua orang yang di drop out dan ada wawancara dengan Keke membahas persiapan penampilannya.  Dalam kesempatan tersebut Keke mengucapkan terima kasih pada Bersena.  Setelah Bersena memberikan tantangan, dia selalu memeberikan support pada Keke, melakukan diskusi dan memberikan masukan agar menghasilkan penampilan yang baik.  Bahkan setelah malam-malam menjelang pagi selesai latihan, Bersena masih mau menambah melatih Keke di rumah dengan bermain piano menemani Keke latihan. Betapa indah persaingan yang mereka pertontonkan.  Terus terang, berita itu membuatku terperangah.


Kembali aku teringat tulisan tahun lalu (bulan Mei tahun 2012) tentang 'blue ocean strategy'......tidak semua orang bersaing dengan menghalalkan segala cara......jadi, marilah kita belajar dari mereka.....termasuk belajar dari anak-anak muda seperti Bersena dan Keke.

Terminal 3 Soeta, 4 Desember 2013



(salam hangat dari kang sepyan)