Jumat, 11 April 2014

BETULKAH INI BUDAYA MEREKA ?

Sejak awal Februari kemaren, untuk alasan penyegaran, aku diberi wilayah kerja baru. Tapi karena ceritera ini agak berbau sara, maka memang sebaiknya aku tidak perlu katakan wilayah propinsi mana, pokoknya masih di Indonesia tercinta.

Hampir tiap bulan aku memiliki jadwal untuk berkunjung ke seluruh wilayah kerja yang telah ditetapkan tersebut, bahkan dalam keadaan tertentu bisa sebulan dua kali ke masing-masing wilayah.  Tiap naik pesawat baik mau berangkat ataupun balik khusus ke daerah ini terasa sekali perbedaannya. Rasanya pasti bising dan kesannya penuh. Rata-rata penumpang membawa kerentilan bawaan yang cukup banyak, kadang-kadang hanya dibungkus kantong keresek Matahari atau dari pasar swalayan lain. Tapi yang mebuat bising adalah suara rebutan tempat duduk. Salah mengambil pintu masuk, yaitu penumpang dengan tempat duduk didepan masuknya dari pintu belakang.  Ada lagi penumpang yang tempat duduknya di belakang masuk dari pintu depan. Aku perhatikan pramugari biasa-biasa saja melihat hal ini, bahkan ketika ada yang rebutan tempat dudukpun dia cuekin. Mungkin karena saking biasanya.....'agak' sulit diatur.

Biasanya aku berangkat dan pulang sama beberapa teman, dan biasanya juga aku masuk naik pesawat duluan, sehingga bisa segera menyimpan tas di atas kabin dan terhindar dari serobotan tempat duduk karena tempat duduk rombongan kami satu blok atau satu baris.

Namun waktu pulang hari ini, aku pulang lebih cepat dibanding temen lainnya, jadi pulang sendiri. Terus kebetulan  juga diberi titipan oleh-oleh satu kardus. Jadi biar gak repot aku masukan saja koper dan kardus tersebut ke bagasi. Sehingga aku melenggang cukup dengan membawa tas kecil berisi dompet dan alat komunikasi. Seperti biasa  malam sebelum keberangkatan aku sudah memilih tempat duduk di nomor 6 D.  Aku memang sukanya didepan karena kalau di belakang rasanya goyangannya lebih besar.  Sedangkan pemilihan kursi urutan D karena aku suka di lorong atau di gang. Paling tidak, sebelah badanku masih longgar tidak dekat sekali dengan penumpang lain. Kalau di sebelah jendela, terus terang suka agak-agak ngeri kalau melihat pesawat mau menembus awan tebal.

Terlambat 10 menit dari waktu boarding yang di jadwalkan ada pengumuman bahwa penumpang yang akan ikut penerbangan agar masuk ruang tunggu. Tapi rupanya pengumuman tersebut ditanggapi lain, bukan hanya masuk ruang tunggu, tetapi para calon penumang tampak hampir seluruhnya berdiri di pintu keberangkatan bergerombol. Males rasanya aku ikutan berdiri nggak jelas, mendingan aku terusin duduk baca koran. Sampai pengumuman di panggil masuk pesawat juga aku tetap tenang saja duduk. Toh aku gak bawa apa-apa, jadi tidak perlu ada yang diperebutkan. Setelah antrian hampir habis  baru aku masuk pesawat.

Begitu sampai ke tempat duduk, nampak nomor 6.F sudah ada yang ngisi dan di tempat duduku nomor 6.D sudah nemplok perempuan emak-emak usia 40-an dengan rambut sebahu, pake celana jin dan kaos putih bermotif bunga-bunga kecil warna hitam, serta menggunakan jaket rajutan warna merah hati dan memegang tas tangan besar warna merah cabe.

"Bu..! ibu tempat duduknya nomor berapa ?" tanyaku baik-baik.  Kemudian ibu itu merespon dengan memiringkan badang menghadap gang dan mengeluarkan kedua belah kakinya. Seolah-olah menyuruh aku masuk menempati nomor 6.E. Tempat duduk di tengah yang paling aku hindari karena terjepit kiri dan kanan.

"Bu...! Ibu tempat duduknya nomor berapa ? Karena kalau 6.D itu tempat duduk saya". Demikian kataku agak tegas.  Rupanya si ibu bukannya mengalah, malahan dia menjawab lebih keras "Sudahlah sama saja.  Lagian aku khan punya penyakit diabetes, jadi harus sering bolak-balik ke kamar mandi".

Karena aku agak kesel, aku mencoba berusaha untuk menjelaskan bahwa aku mendapat tempat duduk tersebut karena hasil usaha, malam-malam melakukan web chek in. Terus aku ngedumel tapi hanya dalam hati, aku bilang bahwa seharusnya urusan diabetes dia ngomong saat chek in, bukan nyerobot tempat orang lain.  Dan si ibu aku lihat, karena gak mau dengar, tetap keukeuh gak mau bergeser tempat duduk sambil nyerocos.

Aku melirik, tampak beberapa orang yang duduk di deretan bangku 5 dan 7 mendongakan kepala melihat ke arahku. Dari sorot matanya, aku merasa mereka semua menyalahkanku. Mungkin mereka berkata "kok gak mau ngalah banget sih ini orang, sama orang sakit ? sama perempuan lagi",  "kok yang begitu aja diributkan".  Rasanya dunia menjadi kebalik, si ibu itu dianggap benar  dan aku dianggap bersalah. Hehehe.....kena juga kejadian ini padaku, yang biasanya aku hanya melihat beberapa kali orang lain diperlakukan seperti aku saat ini.

Dari pada tambah malu, langsung saja aku masuk dan duduk di nomor 6.E. Mataku aku pejamkan, biar segera melupakan kekesalan tadi.  Sambil aku ngomong dalam hati, akan aku hitung, sampai berapa kali dia akan bolak-balik kamar mandi.  Sambil aku merenung, apakah ini karena budaya mereka ? Mudah-mudahan bukan.....ini dapat terjadi dalam perjalanan kemana saja.  Aku juga merenung, memang aku yang salah, terlalu memikirkan ego sendiri, kurang mau berbagi. Ya Allah, terima kasih, aku telah diberikan pelajaran hari ini tentang berbagi dan tentang kerendahan hati.

Terakhir......mau tahu berapa kali ibu sebelah ke kamar mandi ? Satu kali. Mudah-mudahan beliau segera diberi kesembuhan, diangkat penyakitnya. Amin.

(salam hangat dari kang sepyan)

Senin, 07 April 2014

AKU INGIN SHOLAT

Tiap hari bolak-balik Bekasi Jakarta pada saat jam padat, kalau dipikir-pikir sungguh melelahkan.  Tapi memang bukan untuk dipikir, tetapi untuk dijalani.  Mencoba menggunakan berbagai moda transportasi mulai dari mobil sendiri.....ya...ampuuunn, berangkat teng habis sholat subuh dari rumah sekitar jam 5.15 untuk mencapai pintu tol Bekasi barat yang berjarak 2 km saja sudah hampir jam 6.00.  Praktis selama setengah jam berebutan, umpel-umpelan merayap mulai depan Giant, masuk kolong putaran, hingga bisa bayar tol.  Belum lagi di jalan tol, bukan lagi jalan bebas hambatan, karena terus merayap tanpa henti sampai Jakarta. Waktu tempuh sampai di kantor hampir 2 jam dengan tingkat stres level 9 dari skala 10.

Moda transportasi Bis Damri ataupun APTB, tetap lambat karena tetap tidak bisa menghindari jalan umum.  Yang terlanjur sangat padat.  Orang pintar sudah menghitung adanya gap antara penambahan jalan dan penambahan kendaraan.  Tetapi orang pintar juga tidak henti-hentinya memberi ijin penjualan kendaraan, memberi ijin nomor kendaraan bahkan untuk kendaraan yang telah akil balig.  Sehingga terasa sekali bedanya kepadatan lalu lintas dari tahun ke tahun. Tapi sudahlah, ini khan pertanda meningkatnya kesejahteraan.

Akhirnya pilihan yang terbaik diantara yang semuanya kurang menyenangkan, ya naik commuter line.  Sejak dipimpin pak Jonan PT. KAI memang banyak melakukan perubahan, termasuk menghilangkan kereta ekonomi, karcis berkartu, disediakan WC, dll. Sangat brilian meningkatkan pendapatan KAI, jumlah penumpang meningkat drastis dan semuanya bayar, walaupun disisi lain aku harus rela umpel-umpelan, tidak pernah dapat tempat duduk, didorong, digencet serta beradu napas......hehehe kadang-kadang bersebelahan dengan orang yang jarang mandi, jarang ganti baju, dan jarang gosok gigi.

Pulang kantor teeeeettt sih jam 16.30, tapi mana berani pulang pas jam kantor, nanti dibilang apa kata dunia, dibilang kurang dedikasi, dibilang itung-itungan, dan stigma negatif lainnya. Yang cocok itu pulang jam 17.30. Pantes deh, kita lebihin kerja satu jam itung-itung mengganti waktu kerja seharusnya yang kita pake untuk melamun, buka-buka internet, atau ngerumpi.  Kebetulan juga sekitar jam 17.40 ada kereta yang ke Mangarai dan selanjutnya di Mangarai ikut kereta yang dari Kota ke Bekasi.  Masalahnya transit di Mangarai menjadi "horor" karena berjubelnya calon penumpang tidak sebanding dengan kapasitas angkut kereta. Walaupun sudah berhimpitan kaya ikan teri dalam toples.

Sebetulnya ada kereta yang jurusan Mangarai ke Bekasi jam 18.02, namun rasanya lebin banyak dibatalkan jadwal tersebut dibanding berangkat.  Ada-ada saja alasan anak buah pak Jonan, mengalami gangguan lah, ada kerusakan lah, masuk Depo lah, dll. Jadi biasanya di Mangarai bisa nunggu sekitar setengah jam. Akibatnya sampai ke rumah pas adzan Isya. Loh....kapan sholat Magribnya ?

Beberapa kali, aku mencoba untuk sholat Magrib dahulu di kantor, jadi pulang kira-kira jam 18.30.  Tapi ampun deh, tambah malem bukannya tambah sepi orang, malah tambah penuh.  Jadinya perjalanan sangat lambat, sampai di rumah hampir jam sembilan malam.  Mandi, sholat isya  tidur, bangun lagi, sholat subuh, lalu berangkat lagi ke kantor. Benar-benar pulang cuma mau numpang tidur.  Rasanya enggak sehat hidup rutin seperti itu.  Jadi pilihan pulang jam 17.30 agak lebih manusiawi.  Masih memiliki waktu sekitar 90 menit untuk membantu anaku ngerjakan PR, mendengarkan cerita istriku, menonton acara D'terong, dll.  Tapi masalahnya, sholat magrib dimana ?

Di statsiun Mangarai memang ada Mesjid terletak di pojok dekat WC dengan ukuran sekitar 4 x 6 meter ditambah emperannya sekitar 90 centimeter.  Tapi dengan waktu Magrib yang cuma sedikit, maka tempat tersebut menjadi sangat kecil dibandingkan dengan jumlah orang yang ada.  Karpet hijaunya sungguh kotor, berbau dan sudah bercampur debu.  Kalau kita sujud disana, maka akan menempel beberapa kerikil dk kening.  Biasanya pas waktu magrib akan ada dua imam  yaitu imam yang di dalam dan imam yang di emperan.  Imam yang diemperan mengimami sekitar 6 orang yang berbaris dua dua, di ubin kramik warna putih. Diluar orang yang sholat berjubel orang yang ngantri ambil air wudlu dan orang yang ngantri masuk mesjid.  Tampak orang-orang sholeh dan sholehah itu tabah menerima kenyataan yang harus dihadapi, sambil telinga waspada mendengar pengumuman kereta yang dinantikan sedang tertahan di sinyal masuk statsiun mana.

Ya Allah....aku ingin sholat.

Mudah-mudahan ajaran guru ngajiku yang menyebutkan bahwa dalam keadaan seperti itu, sholat Magribnya boleh di 'jama dengan sholat Isya setelah sampai di rumah, adalah benar.  Mudah-mudahan ada kekuatan yang menggerakan sehingga di tempat-tempat umum harus menyediaka Mesjid, sehingga aku bisa sholat tepat waktu dan berjamaah. Tidak harus nunggu pensiun.  Mudah-mudahan pak Jonan baca blogku lalu membangun mesjid yang besar di Mangarai.

Ya Allah........aku ingin sholat.

(salam hangat dari kang sepyan)