Kamis, 24 Juli 2014

LEBARAN........SELAMAT TINGGAL RAMADHAN

Dengan keterbatasan cara berfikirku waktu itu, aku suka heran kalau ada Ustad yang bilang bahwa kita harus bergembira saat  datangnya bulan Ramadhan, dan kita harus bersedih ketika bulan Ramadhan akan berakhir.  Lalu disampaikannya ayat-ayat dan hadits yang mengabarkan keutamaan bulan Ramadhan dan sang Ustad biasanya menutup dengan doa meminta agar umur kita dipanjangkan sehingga bisa sampai ke bulan Ramadhan yang akan datang.  Jelas aku ikut berdoa dengan khusuk dan meng-amin-kan sepenuh hati untuk do’a minta dipanjangkan usia tersebut.  Tapi untuk urusan bergembira menyambut Ramadhan ?  Bersedih bila Ramadhan berkahir ?

Bukankah selama bulan Ramadhan aku harus berpuasa, menahan lapar dan dahaga, mulai waktu imsyak sampai waktu maghrib.  Padahal di sisi lain aku masih tetap dituntut untuk bekerja seperti biasa ?  Bukankah selama bulan Ramadahan aku harus makan sahur, sehingga harus bangun pagi-pagi,  padahal tidur dini hari antara jam tiga sampai jam empat adalah waktu terlelap dalam tidurku, sehingga aku menjadi kehilangan waktu tidur paling tidak satu sampai dua jam jam setiap malam ?  Bukankah setiap malam aku diharuskan sholat tarawih dan sholat witir di mesjid serta mendengarkan ceramah  yang menyita waktu untuk istirahat di rumah sekitar satu sampai dua jam ? Bukankah kita harus bergembira kalau menyambut Ramadhan, karena itulah hari raya, hari kemenangan, hari dimana kita terbebas dari harus berpuasa, hari kita kembali ke fitri tidak memiliki dosa bagai bayi yang baru lahir ? Beberapa pertanyaan negative lainnya kadang terus berkecamuk di keterbatasan otakku. Memprotes tausiyah yang disampaikan pak Ustadz.

Namun syukurlah, masih ada bagian otak lainnya yang mendengarkan kata hati, bahwa tidak mungkin apa yang disampaikan dan diajarkan Qur’an dan hadist tidak mengandung makna kebenaran hakiki.  Beberapa tahun belakangan ini aku mencoba untuk ‘pura-pura’ gembira bila akan datang bulan Ramadhan dan ‘pura-pura’ sedih apabila bulan Ramadhan akan segera berakhir.  Awal-awal Ramadhan suasana kegembiraan itu dapat dibangun, terutama dengan penambahan variasi menu makanan sahur dan berbuka, serta ditunjang masih memiliki cadangan energy sehingga belum ada gangguan secara fisik. 

Tetapi menjelang tanggal belasan awal, akumulasi kekurangan tidur mulai menganggu.  Sehingga kembali lagi ke pertanyaan, apanya yang harus aku gembirai dari bulan Ramadhan ?  Semakin bertambah hari, tanggal dua puluhan, semakin bertambah keinginan untuk segera menyudahi bulan Ramadhan.  Seperti orang berlari yang telah melihat garis finish.  Seperti orang yang kehausan di padang pasir melihat oase.  Apalagi THR telah dibayar perusahaan, baju baru telah dibeli, dan kendaraan untuk mudik telah siap. 

Menjelang akhir Ramadhan, suara pak Ustadz hanya lamat-lamat terdengar dia menyeru bahwa 10 hari terakhir adalah untuk ‘meminta pembebasan dari apa neraka’, 10 hari terakhir adalah akan datang malam lailatul qodar yang lebih baik dari seribu bulan.  Namun aku, lebih sibuk mengurus izin cuti, merancang acara di hari lebaran, merancang rute perjalanan mudik, dan merancang rencana reuni dengan teman SD, teman SMP, serta teman SMA di kampung.  Tarawih di mesjid telah berganti menjadi belanja di mal.  Tadarus al Qur’an telah berganti dengan mengamati arus mudik di TV.

Ya Allah…..betapa kerasnya hati ini.  Ya Latif…...Engkau yang Maha Lembut, tolong lembutkan hati ini, karena hanya dengan kelembutan hatilah aku bisa menerima kebenaran ajaran-Mu, dan hanya dengan melaksanakan ajaran-Mu, aku bisa selamat di dunia dan di akhirat. 

Hari ini tanggal 26 Ramadhan ya Allah…Ramadhan sudah dipenghujungnya…..tapi aku belum banyak mengisinya dengan amalan-amalan yang berkualitas.  Tadarusku masih tidak tartil dan aku hanya membaca tanpa mengetahui mak’nanya.  Puasaku baru sebatas tidak makan dan minum, karena  mataku masih senang melihat keindahan dunia yang melintas, mulutku masih sering berghibah, telingaku masih tajam mendengar gossip miring, apalagi Ramadhan tahun ini berbarengan dengan Pilpres, demikian juga hatiku kadang masih berprasangka.  Tarawihku, Tahajudku, rasanya masih jauh dari sempurna.  Keinginan agar sholat lebih cepat selesai tidak bisa aku hilangkan.  Menggerutu dalam hati karena imam membaca al-Fatihah berlambat-lambat.  Zakatku masih aku hitung-hitung dengan sangat cermat.  Infak-ku masih tetap aku ingat-ingat.  Kesombonganku, masih belum terkikis dengan hikmah melakukan ibadah puasa yaitu merasakan bagaimana rasanya orang-orang dhuafa yang terpaksa harus menahan lapar karena tidak memiliki makanan.  Nafsu duniaku masih belum bisa benar-benar aku tundukkan.  Dengan pola pikir dan pola tindak seperti ini, apakah aku pantas untuk minta ridho-MU ?  Padahal hanya dengan ridho-Mu aku bisa meraih surga yang Engkau janjikan. 

Tiba-tiba penglihatanku jadi buram, area sekitar hidung dan mata terasa memanas, sehingga cairan-cairan beku  yang ada disekitar hidung dan mata meleleh.  Ya Allah…..aku menangis, aku menyesal.  Ya Allah, jangan kau akhiri Ramadhan ini.  Beri aku kesempatan untuk berbuat lebih baik, mengisi Ramadhan dengan kegiatan ibadah yang berkualitas.  Ya Allah…..dengan segenap kekurangan ibadahku, kumohon Engkau dapat menerima dan menyempurnakannya.  Ya Allah sampaikanlah aku ke Ramadahan yang akan datang.  Berilah aku petunjuk sehingga aku dapat beribadah  mengisi Ramadhan dengan lebih baik.  Ya Allah…aku hanya menginginkan ridho-Mu.  Aamiiiin.


(salam hangat dari kang sepyan)