Senin, 29 Juni 2015

DI TANAH HARAM, DUNIA MENJADI TIDAK PENTING

Maskapai penerbangan terhebat tanah airku delayed hampir 2 jam, seharusnya boarding jam 16.25 diundur menjadi jam 18.00. Kalo menurut Arfan temenku yang punya travel, itu diundur atas permintaan dia karena ada 17 jamaahnya dari Kendari belum bisa datang karena cuaca kurang baik. Untungnya menggunakan maskapai yang sama, jadi ya terpaksa kami menunggu. Kasihan Wati yang sudah sampe bandara jam setengah sepuluh, kebayang khan nunggunya  8 jam sama dengan waktu kerja pabrik sehari.

Jam setengah dua kami baru masuk ke ruang tunggu bandara setelah selesai dapat tiket dan memasukan bagasi, dari pada diluar khan enakan nunggu di dalam cari gratisan lounge dari kartu kredit atau kartu debet prioritas. 

Sambil duduk di Lounge, setelah bosen ngambil cemilan, akhirnya kami semuanya menunduk mengotak-atik gadget. Ngemail, facebookan, browsing,  bebe-eman, whats-appan, maen games dan lain-lain. Kalau diambil hikmahnya, lumayan jadi ada kesempatan update status, ganti pic, dan pamitan serta minta maaf di beberapa group. Kalo ngomong kesemua group nanti disangka riya.

Aku sempat berpikir berulang-ulang untuk buat status baru di bbm dan wa. Aku coba cari jawaban apa yang mendorong aku pergi umrah kali ini. Apakah  karena ingin doa lebih mustajab, mengingat disana banyak tempat-tempat mustajab seperti raudah, pintu kabah, hijir ismail, makom ibrahim, dll. Ya, memang salah satunya karena itu, untuk mendoakan anak-anak, bersyukur atas limpahan karunia dan rezeki, memohon ampun, menginginkan pahala haji karena quota haji makin dibatasi maka cari pahala haji dengan umrah di bulan Ramadhan. Tapi sepertinya ada jawaban lain yang lebih tepat.

Ada panggilan jiwa, ada rindu yang menggelora, rindu akan suasana dimana kehidupan atau kesibukan seakan-akan terhenti. Pikiran dan waktu semuanya hanya dicurahkan untuk ibadah. Melakukan perubahan radikal terhadap menu kehidupan yang biasanya kegiatan ibadah sholat, ngaji, menjadi menu selingan berubah menjadi menu utama. Di tanah haram dunia menjadi tidak penting. Menu utama adalah sholat berjamaah di masjid, bukan hanya dilakukan oleh orang-orang yang biasanya pergi ke masjid, bahkan dilakukan pula oleh orang yang tidak tahu alamat masjid dekat rumahnya, dan dilakukan pula oleh orang yang setuju dengan statment pelarangan penggunaan pengeras suara untuk memperdengarkan pengajian sebelum subuh atau menjelang magrib.

Dunia menjadi tidak penting, akan sangat terasa ketika pulang lalu ngantor lagi, dalam sehari dua hari akan seperti anak baru, bingung harus kerja mulai dark mana, waktu pulang menjadi terasa lambat, diajak diskusi kadang gak nyambung. Apalagi pas pulang haji 40 hari, jet lag menjadi lebih panjang. Tapi kalau jet lag sudah hilang, insya Allah produktifitas meningkat pesat karena sel-sel otak memiliki kesempatan untuk rehat dan menjadikan otak menjadi fresh kembali.

Ya.....rupanya dunia menjadi tidak penting, karena di tanah Haram Engkau sangat dekat. Di rumahMu, di rumah RosulMu, semua menjadi cukup.....ya, dunia menjadi tidak penting. Aku jauh Engkau jauh, Aku dekat Engkau dekat.

di tulis di ketinggian 10.000 meter pada jarak 266 km menuju Jeddah

(salam hangat dari kang sepyan)