Ini adalah kali keempat aku datang ke
daerah Aceh, dan kesemuanya dalam rangka kerja. Yang pertama aku
menyempatkan diri untuk melihat kapal besar pembangkit listrik yang
terdampar ketengah daratan kena tsunami, serta melihat kapal yang
nyangkut di atas rumah penduduk. Kedatangan yang kedua aku sempat
keliling kota Banda Aceh, termasuk mengunjungi pantai Aceh yang indah.
Menurut pak Windi bosku yang bareng jalan waktu itu, katanya pantainya
seperti di gambar-gambar foto pemandangan dalam kalender, dimana antara
langit biru, gunung rimbun, jalan aspal, batu besar hitam, pasir lembut
putih, dan air biru laut menyatu dalam satu kali pandangan. Kedatangan
yang ketiga, rasanya aku gak kemana-mana, hanya dihabiskan di hotel dan
tempat kerja. Tapi tetap tidak lupa makan mie Razali asli Aceh yang
dalam plang namanya dicatat mulai berjualan sejak tahun 1967. Konon kata Pak
Abing Bos besar Aceh, Razali tukang mie ini berbeda dengan Razali yang
jualan kopi Aceh di jalan Tol Cikampek.
Kebetulan kedatangan kali
ini dalam rangka ditugaskan untuk melakukan penyelusuran kantor-kantor
dimulai dari pantai timur pulau Sumatera serta diteruskan dengan
menyelusuri pantai utara pulau Jawa. Artinya harus dimulai dari kantor
yang paling ujung, yang merupakan juga ujung barat negara kita yaitu di
Pulau Weh dengan ibu kota Sabang. Seperti lagu dari Barat sampai
ke
Timur yang kadang dinyanyikan juga dengan syair dari Sabang sampai
Meroke.
Perjalanan ke pulau Weh dimulai dengan menaiki kapal PULO
RONDO yaitu kapal cepat berpenumpang sekitar 200 - 300 orang yang
terbagi dalam kelas VIP, Bisnis dan Ekonomi, dengan harga tiket
bervariasi antara Rp. 60.000 s.d. Rp. 85.000. Kapal berangkat dari
pelabuhan Ulee Lhee pulau Sumatera pukul 09.30 pagi, memerlukan waktu
sekitar 45 menit untuk sampai di pelabuhan Balohan Pulau Weh. Nama Ulee
Lhee sendiri cukup terkenal ketika tsunami, karena ada sebuah mesjid
yang berdiri di pinggir pantai, dan meruakan satu-satunya bangunan yang
tetap kokoh berdiri walau diterjang badai tsunami.
Nama kapal
Pulo Rondo berasal dari nama pulau yang sebenarnya merupakan pulau
paling barat Indonesia. Kelihatan dari pulau Weh seperti sebuah daratan
berwarna biru yang menunjukkan jarak yang cukup jauh. Konon Pulau
tersebut dijaga oleh marinir perbatasan, dan saat ini sudah di klaim
oleh India sebagai bagian dari wilayah negara India. Terumbu karangnya
sangat bagus dan ikannya juga besar-besar sebagaimana pernah ditayangkan
dalam acara mancing mania.
Alat transportasi dari Aceh ke Sabang
selain menggunakan kapal cepat, juga bisa mengunakan kapal Fery,
biasanya digunakan untuk mengangkut barang dan kendaraan. Namun
demikian untuk perjalanan menggunakan kapal Fery memerlukan waktu hampir
2 jam. Menurut ceritera teman-teman di Sabang, kapal cepat yang
tersedia ada dua buah, masing-masing berangkat satu kali pulang pergi.
Jadi kapal Pulo Rondo yang aku tumpangi tersebut hanya berangkat sekali
pukul 09.30 dari Aceh dan akan balik lagi ke Aceh pukul 16.00.
Sedangkan kapal satunya lagi berangkat pagi dari Sabang dan pulang sore
dari Aceh.
Turun di pelabuhan Balohan, kami langsung naik mobil yang menjemput
menuju kilometer nol dengan menempuh perjalanan 29 kilometer. Jalanan
cukup mulus dan lebar dengan dua jalur jalan yang dipisahkan dengan
beton. Dimulai dengan jalan menanjak cukup tajam sepanjang 6 kilometer,
yang menunjukkan bahwa tempat yang dituju merupakan dataran tinggi.
Sopir yang ditugaskan mengantar adalah asli orang Sabang, dia
menunjukan bahwa di sebelah kiri nampak jurang dan dibawahnya ada sebuah
danau yang sangat luas, merupakan sumber air bersih bagi seluruh
penduduk kota Sabang. Danau tersebut biasa disebut danau anak laut.
Kalau dilihat dari arah atas memang danau tersebut hanya dipisahkan oleh
sekitar 200 sampai 300 meter daratan dari laut lepas. Jadi sehabis
pantai laut, lalu ada hutan kecil, kemudian menyambung dengan danau. Seperti anaknya laut.
Setelah
melewati danau jalan mulai turun dan berbelok-belok, tapi kemulusan
jalannya masih tetap terjaga. Kami melewati sebuah perkampungan dimana
mulai terdapat beberapa rumah, yang anehnya adalah walaupun rumahnya
sederhana, tetapi terdapat beberapa mobil mewah terparkir di halaman
rumahnya, bahkan ada mobil sport dua pintu segala. Sopir yang juga
merangkap pemandu wisata, menjelaskan bahwa Kapolres terdahulu memang
memperbolehkan ada mobil built up masuk, cukup dengan membayar pajak 2
jutaan ke polisi. Tapi dengan kebijakan Kapolres yang baru, aturan
tersebut sekarang tidak berlaku lagi, jadi yang ada sekarang adalah
sisa-sisa masa lalu saja. Ketika kami lewat rumah mantan Panglima GAM
yang sekarang menjadi Wakil Gubernur Aceh, sempat terkejut karena
dihalaman rumahnya terparkir ada sekitar 40 mobil Mercy dan sejenisnya,
bertumpuk tampaknya sudah lama tidak ada yang menyentuh
Wisata di
pulau Weh tergolong komplit yaitu ada wisata laut dengan pemandangan
pantai yang indah, air laut yang bening, terumbu karang yang sangat
menantang bagi wisatawan untuk snorkling ataupun oah raga menyelam, juga
ada wisata lainnya seperti danau, air terjun, gunung berapi, maupun
pemandian air panas. Cuma sayang kekayaan wisata tersebut kelihatannya
belum banyak dipublikasikan, sehingga jumlah wisatawan yang datang
sangat terbatas, dan tempat wisata tersebut tampak sepi. Padahal untuk
urusan terumbu karang, menurut teman-teman yang suka menyelam, Bunaken
saja mah lewat.
Jalanan makin lama makin mengecil bahkan seperti
hanya cukup untuk satu kendaraan saja, menurun tajam dan berbelok-belok
sampai akhirnya sampailah kami di sebuah bangunan berupa menara yang
menunjukkan bahwa itu adalah kilometer nol, atau tempat paling ujung
barat Indonesia. Ketika sampai di tugu tersebut, Sopir kami lalu
menyerahkan sertifikat yang sudah ditulisi namaku dan ditanda-tangani
Walikota Sabang yang menyatakan sebagai orang yang pernah menginjakkan
kaki di kilometer nol barat Indonesia........ada-ada saja, kapan ya
pihak pak Walikota menandatangani sertifikat tersebut.
Kondisi di kilometer
nol sendiri tidak terlalu istimewa. Hanya terdapat dua warung kecil
minuman dan beberapa tugu-tugu yang menandakan kilometer nol, tempat
sarana pengunjung berfoto. Pengunjung yang datang hanya
sebentar-sebentar yaitu cukup berfoto lalu pergi lagi. Aku lihat lebih
banyak jumlah monyet nya dibanding dengan pengunjung yang datang.
Padahal sebenarnya pemandangan alamnya sungguh indah, namun sayang tidak
ada tempat yang memadai yang mampu menahan pengunjung untuk
berlama-lama.
Keluar dari kilometer nol, setelah menempuh jarak
kira-kira 8 kilometer kami mampir sejenak di pantai Iboih. Sebuah
kawasan pantai dengan terumbu karang yang indah. Mestinya kalau waktu
yang tersedia cukup, kita bisa naik perahu yang lantainya menggunakan kaca bening mengelilingi pulau
Rubiah yang terletak kira-kira 300 meter di depan pantai iboih. Konon
pemandangan terumbu karang dan ikan-ikannya sangat menakjubkan. Tapi kalau berenang,
harus diingat, berenang di pantai Iboih ini tidak boleh menggunakan
pakaian renang biasa, karena bisa-bisa kena cambuk dari penjaga syariat
islam disana, yang biasa disebut WH. Menurut Sopir kami, kalo bule
banyak juga yang berenang menggunakan bikini, tapi berenangnya di pantai
yang berada di balik gunung. Yaitu masuk melalui jalan setapak dari
pantai Iboih kira-kira 300 meter, akan ditemukan kawasan tersebut
dilengkapi dengan penginapan-penginapan di atas pohon, yang katanya
tarif per malamnya antara 100-300 ribu rupiah.
Perjalanan pulang
dari pantai Iboih kami teruskan dengan mengujungi kantor kami yang berada di kota Sabang, dan pukul 15.30 kami bersiap-siap menuju Pelabuhan Balohan untuk mengejar
kapal Pulo Rondo yang akan membawa balik menuju pulau Sumatera. Kalau pergi ke Sabang jangan lupa, dalam perjalanan antara pantai Iboih menuju kota Sabang, sempatkan berhenti sejenak di turunan sebelum mencapai kota
sabang dengan ciri-ciri di sana ada bangunan tukang rujak.
Berfotolah...........maka akan didapatkan hasil foto yang sangat bagus
yaitu foto diri Anda dengan latar belakang laut biru dan gugusan
pulau-pulau serta pepohonan........persis gambar kalender....amazing.
Pulau
Weh..........Insya Allah suatu saat nanti, kami akan berkunjung
kembali. Menikmati wisata terumbu karang, ikan, pantai, air panas, air
terjun, rumah pohon, menyelam........dan memandang alam berlama-lama
menikmati matahari terbenam.
(salam hangat dari kang sepyan)
wowwwww......amazing,seru<mendetil banget jd berasa ikut dalam perjalanan itu,anda memang manusia dgn multi talenta hehehehehe.....good luck pak
BalasHapusMakasih komentarnya mba Tutut, bantu sebarin dong ke temen2...... untuk mendorong semangat menulis.
BalasHapus