Sabtu, 13 Oktober 2012

DARI KILOMETER NOL SABANG

Ini adalah kali keempat aku datang ke daerah Aceh, dan kesemuanya dalam rangka kerja.  Yang pertama aku menyempatkan diri untuk melihat kapal besar pembangkit listrik  yang terdampar ketengah daratan kena tsunami, serta melihat kapal yang nyangkut di atas rumah penduduk. Kedatangan yang kedua aku sempat keliling kota Banda Aceh, termasuk mengunjungi pantai Aceh yang indah.  Menurut pak Windi bosku yang bareng jalan waktu itu, katanya pantainya seperti di gambar-gambar foto pemandangan dalam kalender, dimana antara langit biru, gunung rimbun, jalan aspal, batu besar hitam,  pasir lembut putih, dan air biru laut menyatu dalam satu kali pandangan.  Kedatangan yang ketiga, rasanya aku gak kemana-mana, hanya dihabiskan di hotel dan tempat kerja.  Tapi tetap tidak lupa makan mie Razali asli Aceh yang dalam plang namanya dicatat mulai berjualan sejak tahun 1967.  Konon kata Pak Abing Bos besar Aceh, Razali tukang mie ini berbeda dengan Razali yang jualan kopi Aceh di jalan Tol Cikampek.

Kebetulan kedatangan kali ini dalam rangka ditugaskan untuk melakukan penyelusuran kantor-kantor dimulai dari pantai timur pulau Sumatera serta diteruskan dengan menyelusuri pantai utara pulau Jawa.  Artinya harus dimulai dari kantor yang paling ujung, yang merupakan juga ujung barat negara kita yaitu di Pulau Weh dengan ibu kota Sabang.  Seperti lagu dari Barat sampai
 ke Timur yang kadang dinyanyikan juga dengan syair dari Sabang sampai Meroke.

Perjalanan ke pulau Weh dimulai dengan menaiki kapal PULO RONDO yaitu kapal cepat berpenumpang sekitar 200 - 300 orang yang terbagi dalam kelas VIP, Bisnis dan Ekonomi, dengan harga tiket bervariasi antara Rp. 60.000 s.d. Rp. 85.000.  Kapal berangkat dari pelabuhan Ulee Lhee pulau Sumatera pukul 09.30 pagi, memerlukan waktu sekitar 45 menit untuk sampai di pelabuhan Balohan Pulau Weh.  Nama Ulee Lhee sendiri cukup terkenal ketika tsunami, karena ada sebuah mesjid yang berdiri di pinggir pantai, dan meruakan satu-satunya bangunan yang tetap kokoh berdiri walau diterjang badai tsunami.

Nama kapal Pulo Rondo berasal dari nama pulau yang sebenarnya merupakan pulau paling barat Indonesia.  Kelihatan dari pulau Weh seperti sebuah daratan berwarna biru yang menunjukkan jarak yang cukup jauh.  Konon  Pulau tersebut dijaga oleh marinir perbatasan, dan saat ini sudah di klaim oleh India sebagai bagian dari wilayah negara India.  Terumbu karangnya sangat bagus dan ikannya juga besar-besar sebagaimana pernah ditayangkan dalam acara mancing mania.

Alat transportasi dari Aceh ke Sabang selain menggunakan kapal cepat, juga bisa mengunakan kapal Fery, biasanya digunakan untuk mengangkut barang dan kendaraan.  Namun demikian untuk perjalanan menggunakan kapal Fery memerlukan waktu hampir 2 jam.  Menurut ceritera teman-teman di Sabang, kapal cepat yang tersedia ada dua buah, masing-masing berangkat satu kali pulang pergi.  Jadi kapal Pulo Rondo yang aku tumpangi tersebut hanya berangkat sekali pukul 09.30 dari Aceh dan akan balik lagi ke Aceh pukul 16.00.  Sedangkan kapal satunya lagi berangkat pagi dari Sabang dan pulang sore dari Aceh.

Turun di pelabuhan Balohan, kami langsung naik mobil yang menjemput menuju kilometer nol dengan menempuh perjalanan 29 kilometer.  Jalanan cukup mulus dan lebar dengan dua jalur jalan yang dipisahkan dengan beton.  Dimulai dengan jalan menanjak cukup tajam sepanjang 6 kilometer, yang menunjukkan bahwa tempat yang dituju merupakan dataran tinggi. Sopir yang ditugaskan mengantar adalah asli orang Sabang, dia menunjukan bahwa di sebelah kiri nampak jurang dan dibawahnya ada sebuah danau yang sangat luas, merupakan sumber air bersih bagi seluruh penduduk kota Sabang.  Danau tersebut biasa disebut danau anak laut.  Kalau dilihat dari arah atas memang danau tersebut hanya dipisahkan oleh sekitar 200 sampai 300 meter daratan dari laut lepas.  Jadi sehabis pantai laut, lalu ada hutan kecil, kemudian menyambung dengan danau.  Seperti anaknya laut.

Setelah melewati danau jalan mulai turun dan berbelok-belok, tapi kemulusan jalannya masih tetap terjaga. Kami melewati sebuah perkampungan dimana mulai terdapat beberapa rumah, yang anehnya adalah walaupun rumahnya sederhana, tetapi terdapat beberapa mobil mewah terparkir di halaman rumahnya, bahkan ada mobil sport dua pintu segala.  Sopir yang juga merangkap pemandu wisata, menjelaskan bahwa Kapolres terdahulu memang memperbolehkan ada mobil built up masuk, cukup dengan membayar pajak 2 jutaan ke polisi.  Tapi dengan kebijakan Kapolres yang baru, aturan tersebut sekarang tidak berlaku lagi, jadi yang ada sekarang adalah sisa-sisa masa lalu saja.  Ketika kami lewat rumah mantan Panglima GAM yang sekarang menjadi Wakil Gubernur Aceh, sempat terkejut karena dihalaman rumahnya terparkir ada sekitar 40 mobil Mercy dan sejenisnya, bertumpuk tampaknya sudah lama tidak ada yang menyentuh

Wisata di pulau Weh tergolong komplit yaitu ada wisata laut dengan pemandangan pantai yang indah, air laut yang bening, terumbu karang yang sangat menantang bagi wisatawan untuk snorkling ataupun oah raga menyelam, juga ada wisata lainnya seperti danau, air terjun, gunung berapi, maupun pemandian air panas.  Cuma sayang kekayaan wisata tersebut kelihatannya belum banyak dipublikasikan, sehingga jumlah wisatawan yang datang sangat terbatas, dan tempat wisata tersebut tampak sepi.  Padahal untuk urusan terumbu karang, menurut teman-teman yang suka menyelam, Bunaken saja mah lewat.

Jalanan makin lama makin mengecil bahkan seperti hanya cukup untuk satu kendaraan saja, menurun tajam dan berbelok-belok sampai akhirnya sampailah kami di sebuah bangunan berupa menara yang menunjukkan bahwa itu adalah kilometer nol, atau tempat paling ujung barat Indonesia. Ketika sampai di tugu tersebut, Sopir kami lalu menyerahkan sertifikat yang sudah ditulisi namaku dan ditanda-tangani Walikota Sabang yang menyatakan sebagai orang yang pernah menginjakkan kaki di kilometer nol barat Indonesia........ada-ada saja, kapan ya pihak pak Walikota menandatangani sertifikat tersebut.

Kondisi di kilometer nol sendiri tidak terlalu istimewa.  Hanya terdapat dua warung kecil minuman dan beberapa tugu-tugu yang menandakan kilometer nol, tempat sarana pengunjung berfoto.  Pengunjung yang datang hanya sebentar-sebentar yaitu cukup berfoto lalu pergi lagi.  Aku lihat lebih banyak jumlah monyet nya dibanding dengan pengunjung yang datang.  Padahal sebenarnya pemandangan alamnya sungguh indah, namun sayang tidak ada tempat yang memadai yang mampu menahan pengunjung  untuk berlama-lama.

Keluar dari kilometer nol, setelah menempuh jarak kira-kira 8 kilometer kami mampir sejenak di pantai Iboih.  Sebuah kawasan pantai dengan terumbu karang yang indah.  Mestinya kalau waktu yang tersedia cukup, kita bisa naik perahu yang lantainya menggunakan kaca bening mengelilingi pulau Rubiah yang terletak kira-kira 300 meter di depan pantai iboih.  Konon pemandangan terumbu karang dan ikan-ikannya sangat menakjubkan.  Tapi kalau berenang,  harus diingat, berenang di pantai Iboih ini tidak boleh menggunakan pakaian renang biasa, karena bisa-bisa kena cambuk dari penjaga syariat islam disana, yang biasa disebut WH.  Menurut Sopir kami, kalo bule banyak juga yang berenang menggunakan bikini, tapi berenangnya di pantai yang berada di balik gunung.  Yaitu masuk melalui jalan setapak dari pantai Iboih kira-kira 300 meter, akan ditemukan kawasan tersebut dilengkapi dengan penginapan-penginapan di atas pohon, yang katanya tarif per malamnya antara 100-300 ribu rupiah.

Perjalanan pulang dari pantai Iboih kami teruskan dengan mengujungi kantor kami yang berada di kota Sabang, dan pukul 15.30 kami bersiap-siap menuju Pelabuhan Balohan untuk mengejar kapal Pulo Rondo yang akan membawa balik menuju pulau Sumatera.  Kalau pergi ke Sabang jangan lupa, dalam perjalanan antara pantai Iboih menuju kota Sabang, sempatkan berhenti sejenak di turunan sebelum mencapai kota sabang dengan ciri-ciri di sana ada bangunan tukang rujak.  Berfotolah...........maka akan didapatkan hasil foto yang sangat bagus yaitu foto diri Anda dengan latar belakang laut biru dan gugusan pulau-pulau serta pepohonan........persis gambar kalender....amazing.

Pulau Weh..........Insya Allah suatu saat nanti, kami akan berkunjung kembali.  Menikmati wisata terumbu karang, ikan, pantai, air panas, air terjun, rumah pohon, menyelam........dan memandang alam berlama-lama menikmati matahari terbenam.

(salam hangat dari kang sepyan)





2 komentar:

  1. wowwwww......amazing,seru<mendetil banget jd berasa ikut dalam perjalanan itu,anda memang manusia dgn multi talenta hehehehehe.....good luck pak

    BalasHapus
  2. Makasih komentarnya mba Tutut, bantu sebarin dong ke temen2...... untuk mendorong semangat menulis.

    BalasHapus