Minggu, 07 Oktober 2012

KOTA KEMBANG

Sore hari sekitar jam 17.00-an, ketika aku sedang seru-serunya presenentasi ketemu dengan sekitar 120 teman-teman marketing di Bandung, tiba-tiba ada telepon yang walaupun sudah di reject terus-terusan telepon ulang.  Terpaksa aku minta izin ke audiance untuk terima telepon, ternyata dari sahabat lama, temen kuliah di Unpad kang Dadan Pramadi yang sekarang sudah menjadi Bos di Ajinomoto.  Dia menanyakan kebenaran kabar yang beredar di BBM yang mengabarkan Kang 0te (Tatang Turyana Arlimansyah) dulu kakak angkatan di Unpad dan sekarang sama-sama kerja dengan aku walaupun beda Divisi, katanya meninggal dunia.

Terus terang aku juga kaget mendengar berita tersebut, tetapi untuk tidak mengganggu konsentrasi aku sampaikan ke kang Dadan bahwa secepatnya aku akan mencari khabar kebenarannya. Dan ternyata kabar tersebut benar adanya. Innalillahi wa inna illaihi rojiun, Allahumagfirlahu, Warhamhu, Waafihi Waafuanhu. Ya Allah ternyata kalau dahulu umumnya aku mendengar khabar yang meninggal itu namanya Aki A, Embah B, atau Nini C.  Kemudian dengan berjalannya waktu yang terdengar khabar meninggal adalah Bapaknya si A, Ibunya si B, Bapak C, atau Ibu D.  Sekarang kok menjadi teman sendiri.......Ya Allah, panjangkanlah umurku dan berkahilah di sisa waktu tersebut, tuntunlah selalu aku di jalan-Mu sehingga aku bisa selalu memberi manfaat bagi orang lain.

Malamnya ketika pihak panitia setempat membookingkan kami di Hotel Panghegar (katanya namanya sudah ganti, tetapi aku lupa memperhatikan), aku bertanya pada recepsionist tentang fasilitas fitness dan kolam renang.  Ternyata baru dibuka jam 8, karena petugasnya baru masuk jam 8. Wah alamat gak bisa olah raga pagi-pagi, padahal harus sudah berangkat jam 07.30 ke Majalaya.

Bangun pagi setelah shalat subuh aku kenakan pakaian olah raga lengkap dengan sepat kets dan turun ke loby, lalu keluar hotel menuju jalan Merdeka.  belok ke kanan menyebrangi rel kereta lalu nyebrang ke kiri jalan.  Udara dingin kota Bandung disertai angin segar dan langit biru menerpaku, rasanya segar sekali tidak seperti udara Bekasi yang sumpek, walaupun pagi tetap hangat, dan selalu diliputi langit putih butek.  Lalu mentelusuri jalan Merdeka sepanjang gedung BI dan menyebrang ke sisi jalan kantor Walikota Bandung, sampai akhirnya ketemu celah pintu yang terbuka untuk masuk ke halaman kantor walikota bandung yang luas dan asri.

Disana sudah terdapat sekitar 20 - 30 orang yang sedang lari pagi, mengelilingi dua lapangan. Lapangan yang pertama kelihatannya lapangan upacara, karena di tengah-tengahnya terdapat tiang bendera. Sedangkan lapangan satunya lagi berupa taman.  Orang-orang berlari mengitari jalan yang ada disekeliling kedua lapangan tersebut dengan jarak tempuh satu keliling kira-kira 400 meter.  Jalannya cukup lebar, karena kelihatannya jalan tersebut juga digunakan sebagai tempat parkir. Diluar lapangan tersebut terdapat satu taman lagi yang cukup besar, namun tidak ada jalan yang mengelilinginya, biasanya digunakan untuk tempat beristirahat sehabis berlari pagi.

Kombinasi lapangan luas dan asri, pohon-pohon rindang berusia puluhan tahun yang banyak berada di dalam taman, serta udara pagi kota Bandung membuat suasana sekitar kantor walikota Bandung sungguh mencerminkan Bandung sebagai kota kembang atau Paris van Java.  Bahkan statsiun televisi lokal Bandung yaitu Paris van Java TV juga mengadakan siaran langsung berita pagi di salah satu sudut lapangan tersebut.  Kondisinya jauh berbeda dengan yang aku ceritakan dalam "kota kambing" beberapa waktu lalu.....jadi....ya sebagian masih kota kembang dan sebagian lain sudah berubah menjadi kota kambing.

Empat puluh menit berolah raga, cukuplah untuk memberi energi pagi ini, mengaktifkan seluruh organ-organ dan sebagai bukti bahwa aku telah memelihara titipan berupa raga ini.  Lalu aku keluar menempuh jalan yang sama ketika berangkat.  Kira-kira 20 meter sebelum pintu kereta tepat di sebelah gedung Bank Indnesia Bandung, aku lihat ada sebuah keluarga kecil dengan jumlah sama dengan yang tergambar dalam uang pecahan lima rupiah jaman dahulu.  Yaitu seorang ayah, seorang ibu, dan dua orang anak-anak. Namun kondisinya sungguh sangat menyedihkan, semuanya berbaju kucel dan nampak dari aromanya sudah beberapa hari mereka belum ketemu air.  Ibu, Bapak dan salah satu anaknya sedang duduk bertiga saling berhadapan entah sedang mendiskusikan apa, sedangkan anak satunya lagi tidur-tiduran selonjoran.  Disamping mereka terdapat beberapa onggok tas keresek hitam, kelihatannya berisi seluruh harta yang mereka punya, yang aku yakin nilainya jauh lebih kecil dibanding harga sepatu pemimpin BI Bandung.

Diseberang rel kereta, atau kira-kira 35 meter dari posisi mereka terdapat pintu gerbang Sekolah Dasar Negeri 5 Merdeka atau SD Merdeka, dimana teman-teman sebaya kedua anak tersebut keluar dari mobil mewah di antar sopir dengan muka ceria dan tas penuh berisi bekal makanan.  Kondisi yang sangat berbeda dengan kedua anak tersebut, baik isi perutnya, baik isi tasnya, baik isi otaknya, maupun masa depannya.  Walaupun kalau urusan masa depan, Allah maha pemurah, maha pemberi, yang mengatur semua urusan manusia.

Depan Pintu gerbang SD Merdeka adalah pintu masuk hotel.  Sebelum masuk hotel aku sempat tercenung beberapa saat, apa yang harus aku lakukan ? Kok aku cuma diam saja melihat hal tersebut.  Kok aku tidak mengeluarkan uang sepeserpun untu sedikit membantu mereka ? Walaupun mungkin belum tentu diterima..........dan aku menyesal.....Ya ALlah, ampunilah dosaku.

(salam hangat dari kang sepyan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar