Sore hari sekitar jam 17.00-an, ketika aku sedang seru-serunya
presenentasi ketemu dengan sekitar 120 teman-teman marketing di Bandung,
tiba-tiba ada telepon yang walaupun sudah di reject terus-terusan
telepon ulang. Terpaksa aku minta izin ke audiance untuk terima
telepon, ternyata dari sahabat lama, temen kuliah di Unpad kang Dadan
Pramadi yang sekarang sudah menjadi Bos di Ajinomoto. Dia menanyakan
kebenaran kabar yang beredar di BBM yang mengabarkan Kang 0te (Tatang
Turyana Arlimansyah) dulu kakak angkatan di Unpad dan sekarang sama-sama
kerja dengan aku walaupun beda Divisi, katanya meninggal dunia.
Terus
terang aku juga kaget mendengar berita tersebut, tetapi untuk tidak
mengganggu konsentrasi aku sampaikan ke kang Dadan bahwa secepatnya aku
akan mencari khabar kebenarannya. Dan ternyata kabar tersebut benar
adanya. Innalillahi wa inna illaihi rojiun, Allahumagfirlahu, Warhamhu,
Waafihi Waafuanhu. Ya Allah ternyata kalau dahulu umumnya aku mendengar
khabar yang meninggal itu namanya Aki A, Embah B, atau Nini C. Kemudian
dengan berjalannya waktu yang terdengar khabar meninggal adalah
Bapaknya si A, Ibunya si B, Bapak C, atau Ibu D. Sekarang kok menjadi
teman sendiri.......Ya Allah, panjangkanlah umurku dan berkahilah di
sisa waktu tersebut, tuntunlah selalu aku di jalan-Mu sehingga aku bisa
selalu memberi manfaat bagi orang lain.
Malamnya ketika pihak
panitia setempat membookingkan kami di Hotel Panghegar (katanya namanya
sudah ganti, tetapi aku lupa memperhatikan), aku bertanya pada
recepsionist tentang fasilitas fitness dan kolam renang. Ternyata baru
dibuka jam 8, karena petugasnya baru masuk jam 8. Wah alamat gak bisa
olah raga pagi-pagi, padahal harus sudah berangkat jam 07.30 ke
Majalaya.
Bangun pagi setelah shalat subuh aku kenakan pakaian
olah raga lengkap dengan sepat kets dan turun ke loby, lalu keluar hotel
menuju jalan Merdeka. belok ke kanan menyebrangi rel kereta lalu
nyebrang ke kiri jalan. Udara dingin kota Bandung disertai angin segar
dan langit biru menerpaku, rasanya segar sekali tidak seperti udara
Bekasi yang sumpek, walaupun pagi tetap hangat, dan selalu diliputi
langit putih butek. Lalu mentelusuri jalan Merdeka sepanjang gedung BI
dan menyebrang ke sisi jalan kantor Walikota Bandung, sampai akhirnya
ketemu celah pintu yang terbuka untuk masuk ke halaman kantor walikota
bandung yang luas dan asri.
Disana sudah terdapat sekitar 20 - 30
orang yang sedang lari pagi, mengelilingi dua lapangan. Lapangan yang
pertama kelihatannya lapangan upacara, karena di tengah-tengahnya
terdapat tiang bendera. Sedangkan lapangan satunya lagi berupa taman.
Orang-orang berlari mengitari jalan yang ada disekeliling kedua lapangan
tersebut dengan jarak tempuh satu keliling kira-kira 400 meter.
Jalannya cukup lebar, karena kelihatannya jalan tersebut juga digunakan
sebagai tempat parkir. Diluar lapangan tersebut terdapat satu taman lagi
yang cukup besar, namun tidak ada jalan yang mengelilinginya, biasanya
digunakan untuk tempat beristirahat sehabis berlari pagi.
Kombinasi
lapangan luas dan asri, pohon-pohon rindang berusia puluhan tahun yang
banyak berada di dalam taman, serta udara pagi kota Bandung membuat
suasana sekitar kantor walikota Bandung sungguh mencerminkan Bandung
sebagai kota kembang atau Paris van Java. Bahkan statsiun televisi
lokal Bandung yaitu Paris van Java TV juga mengadakan siaran langsung
berita pagi di salah satu sudut lapangan tersebut. Kondisinya jauh
berbeda dengan yang aku ceritakan dalam "kota kambing" beberapa waktu
lalu.....jadi....ya sebagian masih kota kembang dan sebagian lain sudah
berubah menjadi kota kambing.
Empat puluh menit berolah raga,
cukuplah untuk memberi energi pagi ini, mengaktifkan seluruh organ-organ
dan sebagai bukti bahwa aku telah memelihara titipan berupa raga ini.
Lalu aku keluar menempuh jalan yang sama ketika berangkat. Kira-kira 20
meter sebelum pintu kereta tepat di sebelah gedung Bank Indnesia
Bandung, aku lihat ada sebuah keluarga kecil dengan jumlah sama dengan
yang tergambar dalam uang pecahan lima rupiah jaman dahulu. Yaitu
seorang ayah, seorang ibu, dan dua orang anak-anak. Namun kondisinya
sungguh sangat menyedihkan, semuanya berbaju kucel dan nampak dari
aromanya sudah beberapa hari mereka belum ketemu air. Ibu, Bapak dan
salah satu anaknya sedang duduk bertiga saling berhadapan entah sedang
mendiskusikan apa, sedangkan anak satunya lagi tidur-tiduran
selonjoran. Disamping mereka terdapat beberapa onggok tas keresek
hitam, kelihatannya berisi seluruh harta yang mereka punya, yang aku
yakin nilainya jauh lebih kecil dibanding harga sepatu pemimpin BI
Bandung.
Diseberang rel kereta, atau kira-kira 35 meter dari
posisi mereka terdapat pintu gerbang Sekolah Dasar Negeri 5 Merdeka atau
SD Merdeka, dimana teman-teman sebaya kedua anak tersebut keluar dari
mobil mewah di antar sopir dengan muka ceria dan tas penuh berisi bekal
makanan. Kondisi yang sangat berbeda dengan kedua anak tersebut, baik
isi perutnya, baik isi tasnya, baik isi otaknya, maupun masa depannya.
Walaupun kalau urusan masa depan, Allah maha pemurah, maha pemberi, yang
mengatur semua urusan manusia.
Depan Pintu gerbang SD Merdeka
adalah pintu masuk hotel. Sebelum masuk hotel aku sempat tercenung
beberapa saat, apa yang harus aku lakukan ? Kok aku cuma diam saja
melihat hal tersebut. Kok aku tidak mengeluarkan uang sepeserpun untu
sedikit membantu mereka ? Walaupun mungkin belum tentu
diterima..........dan aku menyesal.....Ya ALlah, ampunilah dosaku.
(salam hangat dari kang sepyan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar