Jumat, 04 Oktober 2013

MARBOTKU, HAFIDZ

Suasana di dalam aula gedung sangat meriah namun khidmat.  Nampak deretan 50 kursi hitam yang diduduki oleh Marbot dari lima puluh masjid yang ada di sekitar Depok menjadi titik sentral.  Tatapan optimis, muka sumringah, dan senyuman menghiasi hampir seluruh wajah para Merbot yang menggunakan seragam jas hitam dengan kerah sanghai, berpadu dengan celana serupa.  Mengenakan peci warna putih model Arifin Ilham, dan dipundak kanan digantungkan sorban warna putih yang telah dilipat rapi.  Dibagian depan sebelah kanan berderet kursi yang diisi oleh pejabat seperti Mentri Agama, Gubernur, Dirjen, Ustad- Ustad yang suka nongol di Televisi, serta pejabat-pejabat lainnya, didampingi oleh ketua dan beberapa wakil ketua  YBM BRI.

Dijajaran belakang beratus-ratus kursi terisi penuh oleh pengurus DKM se-Jabodetabek, termasuk pengurus DKM tempat marbot tersebut bertugas.  Juga dikerahkan santri-santri dari berbagai pesantren, mengisi seluruh ruangan dengan daya tampung seribu kursi.  Dibagian sudut depan dibawah panggung sebelah kiri berseberangan dengan deretan kursi pejabat, rombongan wartawan dan kameramen dari seluruh statsiun Televisi, tengah siap dengan segala peralatannya guna mengabadikan acara.  Tampak pula panitia acara yang sibuk  hilir mudik disetiap sudut ruangan dengan seragam baju koko putih berpadu ornamen biru dan kuning.

Dibagian depan terdapat panggung yang lebar dengan lampu tepat menyorot pada sebuah podium yang diletakan di tengah-tengah panggung.  Dibelakang panggung dihiasi backdrop bertuliskan "MARBOTKU, HAFIDZ" dibawahnya ditulis dengan huruf lebih kecil "Wisuda 50 Marbot binaan YBM BRI persembahan dari Kader Surau".  Tidak terasa air mataku berlinang, rasanya aku masih ingat dengan detail kejadian dua tahun lalu ketika aku bersama teman-teman kader surau sedang melahirkan program ini.  Ditengah malam yang dingin disalah satu ruangan Pondok Wira Tapos, Bogor.

Rapat pemaparan program yang akan diajukan yang seharusnya dapat dilaksanakan setelah Isya, harus mundur.  "Ketika setelah ashar saya mencoba memeriksa, draftnya masih  sangat mentah. Umumnya program-program yang diajukan tidak jelas, tidak nginjek bumi, dan tidak bisa diimplementasikan.  Terpaksa saya melakukan bimbingan lagi  dan memberikan tambahan waktu sampai jam 10 malam, untuk direvisi". Demikian mas Iqbal GM YBM BRI melapor  saat kami ketemu makan malam.  Ini adalah malam terakhir, karena itu kami bertekad harus menghasilkan program yang dapat dilaksanakan.

Hari Jum'at sampai dengan Minggu ini, kami melakukan pertemuan antara pengurus YBM dengan kader surau di Tapos.  Merupakan tindak lanjut dari pertemuan yang telah dilakukan tiga bulan lalu di Rancamaya, yaitu pencanangan Kader Surau sebagai relawan YBM BRI.  Ini adalah sebagai salah satu upaya YBM yang tidak hanya terbatas memberikan uang beasiswa, tetapi juga memberikan bimbingan langsung, memotivasi sekaligus  mengasah leadership mahasiswa binaannya, sehingga kelak dapat menjadi calon pemimpin bangsa yang dapat diandalkan.  Kader surau adalah sebutan bagi 77 mahasiswa yang mendapat beasiswa penuh dari YBM BRI, bekerjasama dengan beberapa perguruan tinggi islam seperti Ibnu Khaldun, SEBI, Nurul Fikri, dan UIN.  

Jam 10 malam aku dan mas Iqbal mulai menyimak usulan program yang disampaikan oleh empat kelompok, yaitu kelompok usaha, kelompok syiar, kelompok pendidikan, dan kelompok kesehatan.  Benar apa yang dikatakan mas Iqbal, ketika kelompok usaha menyampaikan paparannya, yaitu akan membuat kelompok binaan bertani jamur, banyak sekali logika yang tidak nyambung baik dari segi implementasi maupun dari sisi anggaran dan ukuran keberhasilan.  Jadi tepaksa mereka disuruh melakukan revisi kembali di ruangan lain.  Dan kami minta kelompok kedua yaitu dari kelompok syiar untuk mempresentasikan programnya.

Merbotku, Hafidz.  Demikia. judul program yang diajukan kelompok ini.  "Keberadaan merbot di sebuah mesjid, tidak ubahnya seperti OB (office boy) di kantor.  Kerjaannya hanya bersihin WC, ngepel, nyapu, menggulung karpet,  mengunci pintu, serta adzan dan iqomah.  Kecuali kalau tidak ada jamaah satupun, baru dia menjadi imam sekaligus menjadi makmum" demikian salah satu perwakilan kelompok memulai presentasinya.  Anak yang melakukan presentasi berperawakan  kurus tinggi dengan rambut kriting dipotong cepak, matanya besar tapi agak kedalam.  Mengenakan kaos hitam yang kerahnya lebar dan dapat dinaikan ke atas menutupi kepala.  Andai aku tidak tahu, bisa saja aku menyangka potongan seperti itu adalah potongan orang kena narkoba.  

Kondisi merbot seperti itu dikarenakan penguasaan merbot akan hapalan al qur'an sangat minim.  Oleh karena itu, kelompok ini membuat program akan mencari 50 merbot yang berada disekitar lokasi tempat mereka tinggal.  Lalu dilakukan bimbingan hapalan al quran, dimana satu orang pembimbing akan menangani 5 orang merebot dengan lokasi yang tidak berjauhan.  Pertemuan dilakukan 3 minggu sekali sehabis sholat ashar dengan durasi waktu 1,5 jam per pertemuan.  Ketika aku tanya apakah mungkin mereka bisa hapal al qur'an padahal usia merbot rata-rata di atas 40 tahun bahkan ada yang sampai 70 tahun ? Dengan mantap dia menjawab "Al qur'an itu terdiri dari 604 halaman, dan umumnya setiap orang dapat menghapalkan satu halaman setiap hari.  Sehingga waktu dua tahun yaitu sekitar 730 hari, sudah lebih dari cukup untuk memghapalkan al qur'an".  Bahkan dia memberikan ilustrasi kalau anak kecil usia SD sampai SMP bisa menghapal al qur'an per hari antara 1 sampai 1,5 juz.  Dia pernah membimbing seorang anak dengan durasi menghapal al qur'an hanya 25 hari.

Antara percaya dan tidak percaya.  Tapi semua anggota kelompok yang presentasi, dimana mereka semuanya hafidz 30 juz, menyampaikan sikap optimisme mereka.  Mereka bilang, menghapal al qur'an itu tidak sesulit yang dibayangkan.  Aku hanya bisa bertatapan dengan mas Iqbal yang sama-sama coba mengkritisi usulan tersebut.  Akhirnya kami minta sasaran antara, berapa juz minimal yan harus dihafal marbot agar mereka layak jadi imam ? dijawab minimal hapal 5 juz, dan untuk itu hanya diperlukan waktu sekitar 6 bulan.  Mereka sendiri ditengah kesibukan kuliah yang akan langsung jadi pembimbingnya.  Jam 00.30 hari Minggu dini hari, seluruh kelompok termasuk yang melakukan revisi telah selesai presentasi, dan semua peserta kembali ke kamar untuk istirahat.

**********
Ruangan aula yang khidmat dan megah, tiba-tiba menjadi ribut dengan suara speaker bertuit-tuit  dan suara peluit.  Ruangan mendadak terasa sempit dan gelap.  Pikiranku berpindah-pindah antara berada di ruangan wisuda dan ditempat lain.  Lalu aku mencoba konsentrasi pada suara ribut diluar.  "Bangun......bangun.....bangun......saatnya qiyamul lail" demikian suara yang terdengar agak kurang jelas bercampur dengan bunyi tuit-tuit.  Oppssss.......aku tersadar, bahwa aku saat ini berada di salah satu kamar pondok Wira.  Rupanya semangat membuat merbot hafidz terbawa mimpi.

Setelah gosok gigi dan mengambil air wudhu, aku bergabung diatas karpet merah yang dipasang di tengah lapangan.  Untuk bersama-sama qiyamul lail berjamaah.  Dengan imam hafidz, salah satu mahasiswa kader surau.  Ya Robb, Engkau yang menggerakan hati dan pikiran manusia.  Mudahkanlah jalan kami, wujudkan mimpi kami.  Amiiinnn.....kepadaMu kami bersujud.

Kualanamu, 30 September 2013

(salam hangat dari kang sepyan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar