Hari ini adalah untuk ketiga kalinya aku ngantri
bubur ayam yang mangkal di depan gedung kantor, setelah 10 bulan lalu kantorku
pindah ke daerah Dukuh Atas yaitu di gedung Landmark tower B. Entah sekarang berapa menit waktu tunggu yang
dibutuhkan untuk dapat menikmati semangkuk bubur ayam panas. Kali pertama aku ngantri bubur ayam, waktu
tunggu sekitar 10 menit. Begitu aku
kelihatan bengong-bengong melihat orang berjubel, tiba-tiba ada seorang asisten
tukang bubur yang bertanya mau pesan apa dan mempersilahkan aku duduk di salah
satu bangku plastik hijau yang kebetulan kosong. 10 menit kemudian sang asisten
tadi menyodorkan semangkuk penuh bubur.......yum...yum..yummy.
Kali kedua dengan 'pede' aku mencari bangku yang
kosong, dan setelah dapat tempat duduk aku panggil sang asisten tukang bubur
yang sekali-sekali lewat untuk mengambil mangkuk-mangkuk kosong. Namun kali ini sang asisten berbeda orangnya
dengan asisten yang terdahulu. Aku
tunggu-tungu sampai lebih 15 menit bahkan 20 menit, bubur tak kunjung datang
dan sang asisten gak muncul-muncul.
Karena tidak sabar dan tidak jelas, terpaksa aku ikut merangsek ke
kerumunan orang-orang yang mengelilingi tukang bubur. Ketika tukang bubur sedikit melirik, segera
kumanfaatkan situasi itu dengan memesan menggunakan intonasi nada protes karena
sudah lama menunggu dan belum dilayani.
Total waktu tungguku meningkat menjadi 30 menit lebih. Untung aku datang
pagi, jadi waktunya masih longgar walaupun harus terpotong sekitar 45 menit
untuk ngantri dan makan bubur.
Untuk kunjungan ketiga ini, aku gak mau kejadian
lalu terulang. Datang ke lokasi, segera
aku menyelinap ke bagian belakang roda atau ke belakang punggungnya tukang
bubur. Rupanya daerah ini yang agak
longgar sehingga memudahkan akses untuk pesan langsung ke tukang bubur. Setelah
pesan diterima sang tukang bubur, baru aku mencari tempat duduk yang
kosong. Waktu tunggu yang dibutuhkan
kira-kira 15 menit. Cukup kenyang, Alhamdulillah.
"Bubur Ayam Landmark" kang Dadan Pramadi
karib kuliahku dulu men'share' photo semangkuk bubur dalam group BBM. Aku lihat
gambar mangkuk yang di alasi kertas coklat, didalamnya terlihat penuh berisi
accesories bubur seperti kerupuk warna oranye, emping, taburan suir ayam,
potongan cakue, taburan goreng bawang kering, semprotan kecap, dan sedikit
sambal kacang. Bubur ayam khas Cirebon,
memang tidak kelihatan warna buburnya, tetapi lebih dominan accesoriesnya.
Rupanya bubur ayam yang di depan Landmark tersebut merupakan salah satu tempat
pavorit untuk sarapan pagi di Jakarta dengan harga murah meriah. Satu mangkok Rp. 9.000 sedangkan bila
setengah mangkok Rp. 7.000, hehehe agak susah memang kalau dimasukan dalam
rumus matematika.
Dibawah jembatan menuju halteu busway Dukuh Atas,
atau bersebelahan dengan awal Jalan Jendral Sudirman ada jalan putaran menurun
untuk berbalik menuju arah pejompongan ataupun menuju kuningan. Kelihatannya putaran jalan tersebut salah
design, karena walaupun daerah tersebut cukup padat dengan antrian bus way,
tetapi tepat di sisi tebing bersisian dengan jalan Sudirman (bersebelahan
tetapi berbeda ketinggian sekitar 3 sampai empat meter, sehingga membentuk
tebing), terdapat jalan aspal yang jarang terjamah kendaraan. Dan, enterpreneur mikro, dengan jeli
memanfaatkan lokasi tersebut untuk mencari nafkah, apalagi pasar di depan
mereka terdapat dua tower gedung Landmark dengan masing-masing 30 lantai.
Berjejer roda-roda penjual makanan, berturut-turut
mulai tukang gorengan seperti cireng, bakwan, tempe, tahu, dan molen, terus
roda tukang mie ayam, lalu roda tukang ketoprak, disebelahnya lagi soto
lamongan, lalu ada roda yang menjual nasi uduk, lontong sayur, dan ketupat,
setelah itu baru roda tukang bubur Cirebon.
Disamping tukang bubur ayam tersebut masih ada roda tukang bubur kacang
ijo, dan sebuah kios semi permanen yang berjualan rokok dan sejenisnya. Terakhir ditutup dengan deretan tukang
ojeg. Di depan roda-roda mereka masih
tersisa lahan untuk parkir sekitar 5 buah mobil, dan sekitar 20 buah bangku
plastik warna hijau, tanpa sandaran.
"DEKENE WONK CIREBON" terpampang tulisan
warna kuning terbuat dari kertas yang bisa ditempel, yaitu ditempel per huruf
tepat diatas kayu bingkai jendela roda.
Sedangkan pada kacanya sendiri ditulis BUBUR AYAM dengan huruf warna
putih dengan pinggiran merah. Dua orang
berbadan cukup besar berdiri dengan tangan lincah tiada henti membuat bubur
pesanan. Roda bubur yang berukuran sekitar
satu sampai satu setengah meter, tampak
sesak tertutup kedua orang tersebut.
Didepan roda berjubel orang ngantri, dan satu orang pengantri rata-rata
beli lebih dari 3 porsi bubur untuk di bawa ke kantor. Bahkan ada yang beli sampai 10
porsi......nambah antrian aja.
Di antara deretan pedagang yang ada, tukang
buburlah yang paling rame.
Bila bukan orang yang berkantor di landmark banyak yang datang bawa mobil, ternyata bisa berkolburasi dengan tukang parkir. Tukang parkirlah yang membantu memesan dan membawakan mangkok bubur, sehingga bisa menikmati bubur di mobil sambil dengerin berita macet jalanan. Tentunya dengan tips tambahan ke tukang parkir. Namanya itu simbiosis mutualisma........jadi........silahkan mencoba.........yam.......yam.....yummy.
Bila bukan orang yang berkantor di landmark banyak yang datang bawa mobil, ternyata bisa berkolburasi dengan tukang parkir. Tukang parkirlah yang membantu memesan dan membawakan mangkok bubur, sehingga bisa menikmati bubur di mobil sambil dengerin berita macet jalanan. Tentunya dengan tips tambahan ke tukang parkir. Namanya itu simbiosis mutualisma........jadi........silahkan mencoba.........yam.......yam.....yummy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar