Jumat, 08 November 2013

BUBUR AYAM LANDMARK

Hari ini adalah untuk ketiga kalinya aku ngantri bubur ayam yang mangkal di depan gedung kantor, setelah 10 bulan lalu kantorku pindah ke daerah Dukuh Atas yaitu di gedung Landmark tower B.  Entah sekarang berapa menit waktu tunggu yang dibutuhkan untuk dapat menikmati semangkuk bubur ayam panas.  Kali pertama aku ngantri bubur ayam, waktu tunggu sekitar 10 menit.  Begitu aku kelihatan bengong-bengong melihat orang berjubel, tiba-tiba ada seorang asisten tukang bubur yang bertanya mau pesan apa dan mempersilahkan aku duduk di salah satu bangku plastik hijau yang kebetulan kosong. 10 menit kemudian sang asisten tadi menyodorkan semangkuk penuh bubur.......yum...yum..yummy.

Kali kedua dengan 'pede' aku mencari bangku yang kosong, dan setelah dapat tempat duduk aku panggil sang asisten tukang bubur yang sekali-sekali lewat untuk mengambil mangkuk-mangkuk kosong.  Namun kali ini sang asisten berbeda orangnya dengan asisten yang terdahulu.  Aku tunggu-tungu sampai lebih 15 menit bahkan 20 menit, bubur tak kunjung datang dan sang asisten gak muncul-muncul.  Karena tidak sabar dan tidak jelas, terpaksa aku ikut merangsek ke kerumunan orang-orang yang mengelilingi tukang bubur.  Ketika tukang bubur sedikit melirik, segera kumanfaatkan situasi itu dengan memesan menggunakan intonasi nada protes karena sudah lama menunggu dan belum dilayani.  Total waktu tungguku meningkat menjadi 30 menit lebih. Untung aku datang pagi, jadi waktunya masih longgar walaupun harus terpotong sekitar 45 menit untuk ngantri dan makan bubur.

Untuk kunjungan ketiga ini, aku gak mau kejadian lalu terulang.  Datang ke lokasi, segera aku menyelinap ke bagian belakang roda atau ke belakang punggungnya tukang bubur.  Rupanya daerah ini yang agak longgar sehingga memudahkan akses untuk pesan langsung ke tukang bubur. Setelah pesan diterima sang tukang bubur, baru aku mencari tempat duduk yang kosong.  Waktu tunggu yang dibutuhkan kira-kira 15 menit. Cukup kenyang, Alhamdulillah.

"Bubur Ayam Landmark" kang Dadan Pramadi karib kuliahku dulu men'share' photo semangkuk bubur dalam group BBM. Aku lihat gambar mangkuk yang di alasi kertas coklat, didalamnya terlihat penuh berisi accesories bubur seperti kerupuk warna oranye, emping, taburan suir ayam, potongan cakue, taburan goreng bawang kering, semprotan kecap, dan sedikit sambal kacang.  Bubur ayam khas Cirebon, memang tidak kelihatan warna buburnya, tetapi lebih dominan accesoriesnya. Rupanya bubur ayam yang di depan Landmark tersebut merupakan salah satu tempat pavorit untuk sarapan pagi di Jakarta dengan harga murah meriah.  Satu mangkok Rp. 9.000 sedangkan bila setengah mangkok Rp. 7.000, hehehe agak susah memang kalau dimasukan dalam rumus matematika.

Dibawah jembatan menuju halteu busway Dukuh Atas, atau bersebelahan dengan awal Jalan Jendral Sudirman ada jalan putaran menurun untuk berbalik menuju arah pejompongan ataupun menuju kuningan.  Kelihatannya putaran jalan tersebut salah design, karena walaupun daerah tersebut cukup padat dengan antrian bus way, tetapi tepat di sisi tebing bersisian dengan jalan Sudirman (bersebelahan tetapi berbeda ketinggian sekitar 3 sampai empat meter, sehingga membentuk tebing), terdapat jalan aspal yang jarang terjamah kendaraan.  Dan, enterpreneur mikro, dengan jeli memanfaatkan lokasi tersebut untuk mencari nafkah, apalagi pasar di depan mereka terdapat dua tower gedung Landmark dengan masing-masing 30 lantai.

Berjejer roda-roda penjual makanan, berturut-turut mulai tukang gorengan seperti cireng, bakwan, tempe, tahu, dan molen, terus roda tukang mie ayam, lalu roda tukang ketoprak, disebelahnya lagi soto lamongan, lalu ada roda yang menjual nasi uduk, lontong sayur, dan ketupat, setelah itu baru roda tukang bubur Cirebon.  Disamping tukang bubur ayam tersebut masih ada roda tukang bubur kacang ijo, dan sebuah kios semi permanen yang berjualan rokok dan sejenisnya.  Terakhir ditutup dengan deretan tukang ojeg.  Di depan roda-roda mereka masih tersisa lahan untuk parkir sekitar 5 buah mobil, dan sekitar 20 buah bangku plastik warna hijau, tanpa sandaran.

"DEKENE WONK CIREBON" terpampang tulisan warna kuning terbuat dari kertas yang bisa ditempel, yaitu ditempel per huruf tepat diatas kayu bingkai jendela roda.  Sedangkan pada kacanya sendiri ditulis BUBUR AYAM dengan huruf warna putih dengan pinggiran merah.  Dua orang berbadan cukup besar berdiri dengan tangan lincah tiada henti membuat bubur pesanan.  Roda bubur yang berukuran sekitar satu sampai satu setengah meter,  tampak sesak tertutup kedua orang tersebut.  Didepan roda berjubel orang ngantri, dan satu orang pengantri rata-rata beli lebih dari 3 porsi bubur untuk di bawa ke kantor.  Bahkan ada yang beli sampai 10 porsi......nambah antrian aja.

Di antara deretan pedagang yang ada, tukang buburlah yang paling rame.  

Bila bukan orang yang berkantor di landmark banyak yang datang bawa mobil, ternyata bisa berkolburasi dengan tukang parkir. Tukang parkirlah yang membantu memesan dan membawakan mangkok bubur, sehingga bisa menikmati bubur di mobil sambil dengerin berita macet jalanan.  Tentunya dengan tips tambahan ke tukang parkir. Namanya itu simbiosis mutualisma........jadi........silahkan mencoba.........yam.......yam.....yummy.


(salam hangat dari kang sepyan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar