Sudah
beberapa hari ini rasanya ngantuuuk terus, mungkin kurang tidur pikirku. Sehingga dalam rencana perjalanan ke Banda
Aceh kali ini, sudah dijadwalkan untuk nambah waktu tidur di bus Damri dari
Bekasi ke Soekarno Hatta. Kebayang khan macet, kayanya lumayan
bisa dapat waktu tidur bersih sekitar 90 menit.
Setelah beli karcis di counter, segera aku cari tempat dipertengahan bus
sekitar jajaran ke 6 dari depan pinggir jendela, dengan pertimbangan lebih
sedikit orang lewat yang dapat mengganggu rencanaku. Lalu mataku aku merem-meremkan.
Aku
terbangun ketika kondektur bus memeriksa karcis di daerah pintu tol bekasi
barat. "Hoaaaaaaaaaamm"
terpaksa deh aku break tidurku yang baru berjalan sekitar 15 menit. Disebelah telah terisi penumpang Bapak-Bapak
yang kutaksir usianya sekitar 60-an, tinggi diatas 170 cm, dan penampilannya
tampak rapi dengan celana jeans serta kaos berkerah. Dari logatnya serta tujuannya ketika dia
menjawab pertanyaan kondektur, aku dapat memastikan bahwa Bapak tersebut
berasal dari Tapanuli Utara. Ketika
giliranku di tanya sang kondektur, aku jawab mau ke Sumatera jadi turun di
1B......hehehe ketahuan deh cari maskapai penerbangan yang murah......., aku dahuluin
tugas kondektur yang setelah penumpang menjawab tujuan biasanya dia akan menyebutkan terminal tempat kita
berhenti.
Mungkin si Bapak sebelah agak
aneh dengan caraku menjawab, kok enggak bilang mau ke kota mana ? Setelah
kondektur berlalu dan aku bersiap merem, dia bertanya "ke Sumateranya mau
kemana pak ?"
"Mau
ke Banda Aceh pak" jawabku pendek, maksudnya sih mau neruskan jadwal tidur
jadi menghindari keterusan ngobrol.
Eeeeeh.....rupanya
si Bapak melihat bahwa ada kemungkinan satu pesawat, jadi dia terus tanya lagi
"berarti transit di Kualanamu ya ?"
Aku
jawab pendek juga "enggak pak, pesawatnya langsung tidak transit".
"Waktu
dulu saya masih bertugas, tidak ada pesawat yang langsung ke
Aceh.......bla....bla....bla...." si Bapak rupanya belum tahu daftar
"Jadwalku" jadi terus saja
asyk ngajak ngobrol. Sampai akhirnya aku tahu rupanya kita pernah tetanggaan,
rupanya belaiu lah orangnya yang terkenal menjadi tuan tanah di komplek
perumahanku, sampai punya 12 kavling. Ya
sudah, kepalang tanggung aku 'cancel' deh jadwal tidurnya.
Dia
ceritera bahwa ketika dahulu keluar SMA, Bapaknya bilang "karena kau anak
pertama, jadi harus segera bekerja agar ketujuh adikmu bisa terurus"
maksudnya tidak ada biaya untuk meneruskan kuliah. Dititipkannyalah pada om-nya yang menjadi
Kasatserse di daerah Langsa untuk dicarikan pekerjaan yaitu bekerja di
pertambangan minyak di hutan pedalaman Aceh.
Selama dua tahun si Bapak bekerja mencari bekal hidup. "Karena saya tidak merokok dan juga
karena tidak ada yang bisa di beli, maka lumayan irit saya hidup disana,
sehingga hampir seluruh gajinya di tabung" demikian dia ceritera masa
mudanya. Dari hasil tabungan itulah dia
bisa meneruskan kuliah dan akhirnya pergi ke Jakarta dan menjadi pejabat pemda
DKI.
Memiliki
empat anak dua laki-laki dan dua perempuan, dan semuanya cukup sukses. "Walaupun keadaan saya lebih baik di
banding orang tua saya dulu, tapi saya tetap mengajarkan pada anak-anak saya,
agar bisa mandiri sebagaimana saya waktu muda" demikin dia menyampaikan
prinsip dalam mendidik anak. Sehingga
rata-rata anak saya sekolahnya mendapatkan beasiswa. Dua anak perempuannya sekolah ke luar negeri
dengan beasiswa penuh, dan mendapatkan suami bule. Yang satu tinggal di Amerika bersuami orang Amerika dan yang satu
lagi tinggal di Kanada bersuamikan imigran asal Prancis. Sedangkan kedua anak laki-lakinya ada yang
alumni STAN dan sekarang berkarir di Departemen Keuangan, dan satu lagi alumni
UI yang kerjanya pindah-pindah, sudah delapan perusahaan, terakhir di Axa
Mandiri.
Termasuk
orang tua yang sangat berhasil pikirku, apalagi ketika dia juga ceritera
tentang bisnis tanahnya yang selalu untung berlipat-lipat, baik di daerah
Bekasi dari beli harga Rp.15.000 per meter sekarang sudah mencapai Rp. 3
juta. Demikian pula dengan investasi di
tempat lain seperti daerah Cikarang - Cibarusah maupun dekat bandara Kualanamu.
Bikin ngiler saja.
Namun,
ketika berbicara tentang anaknya yang hidup di luar negeri, ada nada kepedihan
yang kutangkap. "Menantu saya itu
tidak percaya agama ?" katanya.
Demikian pula dalam hal menghormati orang tua, ketika sudah jauh-jauh kami yang tua ini datang dari Indonesia ke Amerika, menantunya cuma jabat tangan mengucapkan
selamat datang, lalu balik masuk kamar lagi meneruskan maen game. Mungkin karena perbedaan budaya, sepertinya
tidak ada kemesraan hubungan antara orang tua dan anak.
Pernah suatu saat di ajak ke tempat orang tuanya (besan), harus membuat jadwal dulu. Setelah jauh-jauh datang, mereka langsung ngajak makan di restorant, lalu setelah makan salaman dan pulang. Seperti hubungan bisnis saja. "Saya pikir, karena waktu berkunjungnya harus janjian dulu, mereka akan masak menyiapkan makanan untuk kami....hehehe" kata si Bapak terkekeh.
Lebih jauh si Bapak berceritera bahwa berdasarkan pengamatannya, rasa individual menantunya termasuk juga anaknya sekarang menjadi semakin menonjol. Dalam hal pengelolaan keuanganpun, walau mereka suami isteri, mereka melakukan pengelolaan keuangan yang terpisah. Ketika pergi ke mal dan membeli suatu barang, maka mereka masing-masing akan membayar masing-masing sesuai yang mereka ambil. Makanan di rumahpun masing-masing telah memiliki jatah. "Jadi kalau di kulkas ada makanan jatah menantu saya misalnya roti, maka saya tidak boleh mengambilnya" demikian si Bapak memberikan tambahan ilustrasi.
Pernah suatu saat di ajak ke tempat orang tuanya (besan), harus membuat jadwal dulu. Setelah jauh-jauh datang, mereka langsung ngajak makan di restorant, lalu setelah makan salaman dan pulang. Seperti hubungan bisnis saja. "Saya pikir, karena waktu berkunjungnya harus janjian dulu, mereka akan masak menyiapkan makanan untuk kami....hehehe" kata si Bapak terkekeh.
Lebih jauh si Bapak berceritera bahwa berdasarkan pengamatannya, rasa individual menantunya termasuk juga anaknya sekarang menjadi semakin menonjol. Dalam hal pengelolaan keuanganpun, walau mereka suami isteri, mereka melakukan pengelolaan keuangan yang terpisah. Ketika pergi ke mal dan membeli suatu barang, maka mereka masing-masing akan membayar masing-masing sesuai yang mereka ambil. Makanan di rumahpun masing-masing telah memiliki jatah. "Jadi kalau di kulkas ada makanan jatah menantu saya misalnya roti, maka saya tidak boleh mengambilnya" demikian si Bapak memberikan tambahan ilustrasi.
Diakhir perjalanan menjelang sampai Bandara, dengan
mata seorang kakek yang rindu akan cucunya, dia berceritera dan menirukan bahwa
cucunya sekarang sedang belajar nyanyi......."chi cha chi cha
dididing......habbbp lalu ditangkap" lagu anak-anak Indonesia.......sebelum turun si Bapak sempat berpesan "kalau bisa....usahakan dapat menantu orang
Indonesia saja".......sebuah pesan yang sangat dalam, yang disampaikan dari
sebuah pengalaman yang sangat muahhhaaalllll.
(salam hangat dari kang sepyan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar