Sejak awal Februari kemaren,
untuk alasan penyegaran, aku diberi wilayah kerja baru. Tapi karena
ceritera ini agak berbau sara, maka memang sebaiknya aku tidak perlu
katakan wilayah propinsi mana, pokoknya masih di Indonesia tercinta.
Hampir
tiap bulan aku memiliki jadwal untuk berkunjung ke seluruh wilayah
kerja yang telah ditetapkan tersebut, bahkan dalam keadaan tertentu bisa
sebulan dua kali ke masing-masing wilayah. Tiap naik pesawat baik mau berangkat ataupun balik
khusus ke daerah ini terasa sekali perbedaannya. Rasanya pasti
bising dan kesannya penuh. Rata-rata penumpang membawa kerentilan bawaan
yang cukup banyak, kadang-kadang hanya dibungkus kantong keresek Matahari atau dari pasar swalayan lain. Tapi
yang mebuat bising adalah suara rebutan tempat duduk. Salah mengambil
pintu masuk, yaitu penumpang dengan tempat duduk didepan masuknya dari
pintu belakang. Ada lagi penumpang yang tempat duduknya di belakang
masuk dari pintu depan. Aku perhatikan pramugari biasa-biasa saja
melihat hal ini, bahkan ketika ada yang rebutan tempat dudukpun dia
cuekin. Mungkin karena saking biasanya.....'agak' sulit diatur.
Biasanya
aku berangkat dan pulang sama beberapa teman, dan biasanya juga aku
masuk naik pesawat duluan, sehingga bisa segera menyimpan tas di atas
kabin dan terhindar dari serobotan tempat duduk karena tempat duduk rombongan kami
satu blok atau satu baris.
Namun
waktu pulang hari ini, aku pulang lebih cepat dibanding temen lainnya,
jadi pulang sendiri. Terus kebetulan juga diberi titipan oleh-oleh satu
kardus. Jadi biar gak repot aku masukan saja koper dan kardus tersebut
ke bagasi. Sehingga aku melenggang cukup dengan membawa tas kecil berisi
dompet dan alat komunikasi. Seperti biasa malam sebelum keberangkatan
aku sudah memilih tempat duduk di nomor 6 D. Aku memang sukanya didepan
karena kalau di belakang rasanya goyangannya lebih besar. Sedangkan
pemilihan kursi urutan D karena aku suka di lorong atau di gang. Paling
tidak, sebelah badanku masih longgar tidak dekat sekali dengan penumpang
lain. Kalau di sebelah jendela, terus terang suka agak-agak ngeri kalau
melihat pesawat mau menembus awan tebal.
Terlambat
10 menit dari waktu boarding yang di jadwalkan ada pengumuman bahwa penumpang
yang akan ikut penerbangan agar masuk ruang tunggu. Tapi rupanya
pengumuman tersebut ditanggapi lain, bukan hanya masuk ruang tunggu, tetapi para calon penumang tampak hampir seluruhnya
berdiri di pintu keberangkatan bergerombol. Males rasanya aku ikutan
berdiri nggak jelas, mendingan aku terusin duduk baca koran. Sampai
pengumuman di panggil masuk pesawat juga aku tetap tenang saja duduk.
Toh aku gak bawa apa-apa, jadi tidak perlu ada yang diperebutkan.
Setelah antrian hampir habis baru aku masuk pesawat.
Begitu
sampai ke tempat duduk, nampak nomor 6.F sudah ada yang ngisi dan di
tempat duduku nomor 6.D sudah nemplok perempuan emak-emak usia 40-an
dengan rambut sebahu, pake celana jin dan kaos putih bermotif
bunga-bunga kecil warna hitam, serta menggunakan jaket rajutan warna
merah hati dan memegang tas tangan besar warna merah cabe.
"Bu..!
ibu tempat duduknya nomor berapa ?" tanyaku baik-baik. Kemudian ibu itu
merespon dengan memiringkan badang menghadap gang dan mengeluarkan
kedua belah kakinya. Seolah-olah menyuruh aku masuk menempati nomor 6.E.
Tempat duduk di tengah yang paling aku hindari karena terjepit kiri dan
kanan.
"Bu...!
Ibu tempat duduknya nomor berapa ? Karena kalau 6.D itu tempat duduk
saya". Demikian kataku agak tegas. Rupanya si ibu bukannya mengalah,
malahan dia menjawab lebih keras "Sudahlah sama saja. Lagian aku khan
punya penyakit diabetes, jadi harus sering bolak-balik ke kamar mandi".
Karena
aku agak kesel, aku mencoba berusaha untuk menjelaskan bahwa aku
mendapat tempat duduk tersebut karena hasil usaha, malam-malam melakukan
web chek in. Terus aku ngedumel tapi hanya dalam hati, aku bilang bahwa
seharusnya urusan diabetes dia ngomong saat chek in, bukan nyerobot
tempat orang lain. Dan si ibu aku lihat, karena gak mau dengar, tetap
keukeuh gak mau bergeser tempat duduk sambil nyerocos.
Aku
melirik, tampak beberapa orang yang duduk di deretan bangku 5 dan 7 mendongakan
kepala melihat ke arahku. Dari sorot matanya, aku merasa mereka semua
menyalahkanku. Mungkin mereka berkata "kok gak mau ngalah banget sih ini
orang, sama orang sakit ? sama perempuan lagi", "kok yang begitu aja diributkan". Rasanya
dunia menjadi kebalik, si ibu itu dianggap benar dan aku dianggap
bersalah. Hehehe.....kena juga kejadian ini padaku, yang biasanya aku
hanya melihat beberapa kali orang lain diperlakukan seperti aku saat
ini.
Dari
pada tambah malu, langsung saja aku masuk dan duduk di nomor 6.E.
Mataku aku pejamkan, biar segera melupakan kekesalan tadi. Sambil aku
ngomong dalam hati, akan aku hitung, sampai berapa kali dia akan
bolak-balik kamar mandi. Sambil aku merenung, apakah ini karena budaya
mereka ? Mudah-mudahan bukan.....ini dapat terjadi dalam perjalanan
kemana saja. Aku juga merenung, memang aku yang salah, terlalu
memikirkan ego sendiri, kurang mau berbagi. Ya Allah, terima kasih, aku
telah diberikan pelajaran hari ini tentang berbagi dan tentang
kerendahan hati.
Terakhir......mau
tahu berapa kali ibu sebelah ke kamar mandi ? Satu kali. Mudah-mudahan
beliau segera diberi kesembuhan, diangkat penyakitnya. Amin.
(salam hangat dari kang sepyan)
Hehehe..wilujeng sonten...Rustam nu komentar Kang, hapuntena mairan sanes dusun....
BalasHapusPerkara yang dihadapi itu memang budaya baru di Indonesia eh salah sebagian besar orang Indonesia yang lainya sama..hahahaha,......... ketika dalam antrian apapun, itu berlaku seperti yang kang Sepyan alami, meski ada no antrian mereka berani masuk kedalam hanya untuk menitipkan setoran, tanpa mau melihat yang sudah terlebih dahulu datang, untung sekarang sudah ada EDC....Bahkan di Saudi Arabia pada musim Haji khusus orang Indonesia ketika mau naik bis yang dari Haram dikasih jalan khusus yang hanya cukup satu orang yang
di depanya di jaga ketat oleh askar...pertanda apa itu....? mereka sudah mengenal sebagian budaya baru orang Indonesia ...jadi perlu ada perlakuan khusus bagi mereka, supaya aturan yang berada dinegaranya bisa dilaksanakan sesuai aturan, tak ubahnya seperti kita ngasuh bebek di sawah harus ada tongkat lebar untuk mengatuar mereka karena memang tabiatnya seperti itu.......Selamat menunaikan tugas .................
Hatur nuhun pak haji Rustam....eh..Dalapan Dewa nya ti Sa Dewa Ta ? Yang pentingg kita aja jangan ikut-ikutan nyerobot. Ngikutin nasihat aa Gym aja, mulai dari diri sendiri.
BalasHapusTentang tulisan di atas.....karena utk daerah tujuan yang ini, rasanya memang lebih sulit diatur.
Sebel banget ya kang? Hehehe ya sudah, sekali2 ngalah kan gpp to?
BalasHapussalam kenal dari Bali :)
Salam kenal lagi mba Puteri......tulisanku tgl 12 januari 2014 ada loh yg ttg Bali. Udah baca ?
BalasHapus