Kata penyamun mulai aku dengar dari buku ceritera di perpustakaan SD
kalau gak salah judulnya pangeran di sarang penyamun. Seorang pangeran
dari sebuah kerajaan, melakukan perjalanan ke pinggiran hutan untuk
berburu. Namun sialnya sang pangeran terpisah dari rombongan ketika
sedang asyk memburu seekor kijang, dan dia tersesat. Ditengah
perjalanan dia bertemu dengan segerombolan penyamun. Awal mulanya
pangeran bertemu dengan seorang tua yang juga sedang mengembara, lalu
pangeran meminta kepada orang tua tersebut untuk ditunjukkan jalan
pulang ke arah kota. Pangeran mengira bahwa orang tua adalah orang
baik-baik, sehingga dia mau saja ketika dibawa masuk ke dalam hutan.
Namun rupanya ketika sudan berada di dalam hutan dia diserahkan kepada
gerombolan penyamun, dan rupanya orang tua tersebut adalah salah satu
anggota gerombolan.
Ketika telah berada di dalam hutan,
gerombolan tersebut termasuk orang tua yang tadi menunjukkan jalan
berubah menjadi beringas, merampas semua harta yang dimiliki pangeran
termasuk emas dan berlian yang dipakai sebagai perhiasan. Tidak cukup
itu, ketika gerombolan penyamun tersebut mengetahui bahwa dia adalah
pangeran dari suatu kerajaan, dia menyandera dan mengancam pangeran
serta meminta tebusan kepada Raja berupa setengah dari harta seluruh
kerajaan. Kalau tebusan tersebut tidak dipenuhi, maka sang pangeran
akan di bunuh. Aku berfikir bahwa betapa jahat penyamun tersebut, dan
kita harus hati-hati menilai orang karena yang kita lihat baik, bisa
saja di dalam lubuk hatinya tersimpan niat jahat.
Melompat pada
kejadian masa kini, mari kita membahas berita yang cukup panas yang
sering ditayangkan di Televisi dalam dua bulan terakhir ini diantaranya
adalah menyangkut adanya pemerasan oleh anggota DPR kepada Direksi BUMN,
dan konon katanya dilaporkan oleh Dahlan Iskan sebagai Menteri BUMN.
Ceritera tentang hal ini sebenarnya sudah aku dengar jauh-jauh hari,
walaupun hanya seperti ceritera bisik-bisik diantara kami para karyawan,
jadi bukan merupakan berita baru. Kadang dapat informasi dari teman
kami yang bekerja sebagai staf di sekretariat perusahaan BUMN ketika
sedang menyiapkan bahan untuk menghadapi panggilan DPR. Atau kadang dapat ceritera
dari Bapak-Bapak calon Direksi yang melakukan fit and proper test di
kementrian BUMN......hehehe katanya banyak telepon dan SMS dari orang
yang mengaku dapat menggolkan menjadi Direksi BUMN, melalui oknum
anggota DPR. Kebenaran cerita tersebut ya belum tentu, namanya juga
cuma 'rumor' atau 'gosip' digosok makin sip.
Aku coba
mengingat-ingat kronologi kejadian pelaporan oleh Menteri BUMN, bermula
dari adanya surat edaran kementrian sekretaris kabinet pak Dipo Alam,
isinya kira-kira semua kementrian harus kerja yang lurus, jangan mau
dirong-rong oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Kementrian
BUMN menindak lanjuti dengan membuat surat edaran serupa kepada seluruh
Direksi BUMN. Rupanya ada beberapa Direksi BUMN yang menanggapi surat
edaran tersebut dengan melaporkan kepada Menteri BUMN tentang adanya
'permintaan' fasilitas dari oknum anggota DPR ke perusahaannya. Menteri
BUMN meneruskan laporan tersebut melalui SMS kepada Menteri Dipo Alam.
Aku
pikir ceritera sampai disini adalah sebuah cerita yang wajar, sebuah
ceritera supervisi dan monitoring antara atasan dan bawahan. Bahkan
laporan pak Dahlan Iskan sangat baik karena dilakukan secara informal
(melalui SMS). Tentunya hal tersebut dimaksudkan untuk dapat dicarikan
strategi yang tepat mengupayakan perbaikan dimasa mendatang, yang bisa
menguntungkan perusahaan tetapi tidak merugikan atau mencoreng pihak
lain. Karena namanya 'permintaan' biasanya tersirat bukan tersurat,
jadi akan sulit dibuktikan. Sebagaimana halnya orang pacaran, yang bisa
dibuktikan di depan hukum khan kalau sudah menikah, ada surat
nikahnya. Kalau baru pacaran saja, amat sulit membuktikannya. Atau
meminjam istilah Bapak Dirut RNI dalam salah satu acara TV katanya
seperti kentut, kejadiannya dapat di dengar dan dirasakan, tetapi sulit
dibuktikan, apalagi kalau yang kentut menyangkal dengan sumpah pocong.
Ceritera
berubah menjadi bola panas ketika SMS menteri Dahlan Iskan kepada
menteri Dipo Alam bocor dan menjadi konsumsi media. Sebagian besar
anggota DPR merasa menjadi tertuduh dan dia menuntut Dahlan Iskan
menyebutkan siapa oknum yang 'meminta' tersebut, karena kalau tidak
jelas nama orangnya, dianggap seluruh anggota DPR berbuat seperti itu. Media
dan beberapa pihak lain memanas-manasi dengan mengubah kata 'meminta'
menjadi 'memeras', 'memalak' atau 'kongkalingkong'. Dan pak Dahlan Iskan
dengan polosnya menyebutkan bahwa dia sudah punya sepuluh nama anggota
DPR sesuai dengan laporan dari Direksi BUMN.
Badan Kehormatan DPR
bertindak dengan memanggil Dahlan Iskan untuk meminta nama-nama
anggota DPR tersebut, walaupun pada akhirnya hal ini dalam berita
berubah istilahnya menjadi pak Dahlan Iskan melaporkan anggota DPR ke
BK. Pada akhirnya timbul polemik, kenapa melaporkannya ke BK DPR
bukannya ke KPK ? Demikian juga ketika hanya dua nama yang disampaikan,
timbul juga polemik dari anggota DPR kenapa hanya dua bukan sepuluh
sebagaimana pernah disampaikan ke media sebelumnya oleh pak menteri.
Setelah kemudian daftar anggotanya ditambah lagi menjadi delapan, dan
kemudian ada kesalahan nama kemudian di revisi, timbul lagi polemik
baru, bahkan sampai ke teori persiapan pemilihan presiden 2014. Maklum
pak Menteri ini terkenal di masyarakat adalah menteri yang jujur, rendah
hati, tapi sangat kaya dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat,
suatu perpaduan sifat yang mengancam eksistensi calon presiden lainnya
yang dijagokan.
Disamping BK bekerja meminta laporan dari
Mentri BUMN, komisi DPR yang lain mengorbankan waktu 'reses' nya untuk
mengadakan sidang dengan memanggil jajaran kementrian ESDM. Hal
tersebut mengingat adanya temuan hasil audit BPK terhadap PLN yang
menyebutkan adanya inefisiensi di tubuh PLN sebesar Rp. 37 T. Kebetulan
sekali mantan Dirut PLN dalam periode audit adalah Dahlan Iskan yang
sedang di'bidik' yang saat itu sudah promosi menjadi Menteri BUMN.
Sidang komisi tersebut dilakukan secara terbuka, sehingga diliput oleh
media Televisi.
Aku melihat bahwa orang-orang yang ada di
Televisi atau orang-orang yang tehormat yang kata-katanya harusnya
bijak, berubah menjadi beringas, menyandera, menuduh, mengancam. Coba
lihat apa kata-kata yang dilontarkan oleh anggota DPR saat membahas
hasil temuan BPK dalam rapat komisi dengan kementrian ESDM, menurut aku
yang awam, kok rasanya kurang proporsional. Ketua komisi menyebutkan
saya ingin mengusir. Anggota komisi lain menyebutkan tidak menghargai
karena hanya membaca resume audit BPK. Ada yang mengkritik sikap, ada
yang mengkritik penampilan, ada yang menggelembungkan masalah, ada yang
menyalahkan persiapan. Padahal hal yang ditanyakan adalah pekerjaan
yang telah diserah terimakan kepada pejabat lain (Dirut PLN). Kalau
kebiasaan ditempatku sih, biasanya diselesaikan dulu oleh pejabat yang
sekarang menangani, baru kalau ada hal yang perlu dikonfirmasi, maka
dikonfirmasikan ke pajabat sebelumnya, etika nya memang begitu. Tapi
karena ini menyangkut negara, mungkin berbeda etika.
Ting tong,
lampu tanda penggunaan sabuk pengaman dinyalakan.....Alhamdulillah
sebentar lagi pesawatku yang membawa terbang dari Jakarta ke Medan akan
segera mendarat. Jadi ceriteranya cukup sampai disini
saja........soalnya mba pramugari sudah menyuruh mematikan alat
elektronik........yu dadah.
(salam hangat dari kang sepyan)
Kalau di Parahyangan dulu ada kisah Sangkuriang, dan Dahyang Sumbi...hidup dibelantara raya yg banyak penyamunya..logikanaya penyamun itu harus di tempat banyak orang kaya di DPR Sekarang...Jadi meski banyak orang kalau orangnya tidak beriman dan baertaqwa pada Tuhan YME, apa bedanya dengan hidup di hutan belantara teu aya rencang......yaaaa lahirlah penyamun di hutan belantara eksekutif yang sepi keimanan...wallohu allam...
BalasHapus