Kebiasaanku selama bulan puasa ini adalah sahur menjelang akhir.
Kira-kira jam 3.45 bangun, lalu menyiapkan makanan dan jam 4.10 menit
kami mulai makan sahur sampai jam 4.30. Kata pak ustadz kita disunahkan
mengakhirkan makan sahur. Sunnah yang menurut aku sangat bermanfaat
karena jangka waktu dari makan sahur ke buka puasa menjadi semakin
pendek, jadi akan mengurangi rasa lapar. Terus jangka waktu ke sholat
subuh tinggal 10 menit pas banget untuk persiapan bersuci dan pergi ke
mesjid. Waktu tidur malam juga bisa cukup panjang, cukup untuk
istirahat untuk mengerjakan tugas rutin esok hari.
Tapi malam
kemaren aku dibangunkan oleh suara hp istriku yang terus berbunyi
sekitar jam 2 malam. Lagi enak-enaknya kami terlelap, rupanya ada teman
istriku tetangga RT yang mebangunkan kami. Katanya ketika mau
persiapan makan sahur, dia keluar sebentar dan melihat didepan rumahnya
ada kucing angora warna putih. Dia mengabarkan mungkin kucing itu
adalah kucing kami yang hilang. Sambil merem-merem terpaksa deh aku
ngeluarin motor jalan ke rumahnya . Dan sampai disana, kucingnya sudah
tidak ada di tempat yang tadi.
Sudah dua minggu ini si Teboy,
begitu kami memanggil kucing kami, hilang. Awalnya adalah ketika sedang
mempersiapkan makan sahur, orang yang bantu-bantu di rumah membuka
pintu keluar, mungkin ingin cari angin atau mau buang sampah. Setelah
itu pintu dibiarkan terbuka, dan si Teboy memanfaatkan kesempatan
tersebut untuk jalan-jalan keluar. Entah tersesat, entah ada orang yang
ngambil, atau entah karena apa karena sejak saat itu dia gak pernah
pulang ke rumah.
Istriku cenderung menganggap si Teboy tersesat,
sehingga setiap pagi dia keliling perumahan yang hampir meliputi dua
RW. Memperhatikan selokan, halaman rumah orang, tempat-tempat sampah,
yang diperkirakan bisa dijadikan persembunyian si Teboy. Sehingga
hampir seluruh tetangga tahu akan kehilangan si Teboy, ciri-cirinya
adalah kucing angora besar, hidungnya pesek, berbulu putih dengan
sedikit abu-abu di kepala dan buntutnya. Akibatnya, begitu mereka
melihat ada kucing warna putih, sering telepon ke rumah. Walaupun
sampai sekarang yang mereka lihat ternyata kucing kampung biasa, bukan
Teboy kami.
Sedangkan kalau aku lebih cenderung menduga si Teboy
ada yang ngambil. Karena akhir-akhir ini, kalau setiap pagi aku mau
berangkat subuh ke mesjid, kok banyak sekali tukang "pulung" dengan ciri
khas membawa besi panjang yang ujungnya dibengkokan dan membawa karung
plastik besar. Demikian pula kalau sore-sore jalan-jalan ke sekitar
mesjid Al-Ahar komplek Jaka Permai, di sepanjang jalan berderet
orang-orang duduk di trotoar. Ibu-ibu muda membawa anak kecil, dan di
depannya ada gerobak sampah. Kesannya adalah mereka para pemulung.
Aku
kadang berpikir, apakah mereka benar-benar pemulung atau sekedar
menyamar menjadi pemulung ? Memanfaatkan moment bulan puasa, bulan
penuh barokah, dimana Allah melipat-gandakan pahala. Sehingga banyak
sekali orang ingin berbuat baik, membantu sesama untuk bersyukur atas
karuna yang diberikan, diantaranya dengan cara bersedekah.
Entah
ini pikiran aku saja atau mungkin sama dengan pikiran yang lain, kalau
misalnya mau bersedekah maka aku lebih senang memberikan pada pemulung
dibandingkan kepada peminta-minta, dengan catatan kedua-duanya sama-sama
secara fisik sehat. Apalagi pemulung perempuan yang bawa anak kecil.
Kesannya mereka adalah pejuang tangguh, yang mau berusaha keras namun
masih miskin. Rasanya sangat layak diberi sedekah, rasana tidak sia-sia
memberi sedekah pada mereka. Syukur-syukur bisa dijadikan tambahan
modal sehingga kehidupannya yang semula jadi tukang pulung berubah
menjadi pengepul, selanjutnya menjadi pengusaha. amin.
Tapi
apakah benar-benar mereka pemulung ??? Nah itulah yang sekarang
meragukan, dengan semakin bertambahnya komunitas mereka. Jangan-jangan,
modus seperti ini pun telah diorganisir sebagaimana pengemis ??
Jangan-jangan, mereka memiliki Bos yang telah mempelajari psikologi
orang sedekah ? Ini megapolitan....semua bisa terjadi.
Seperti tayangan hitam putih di Trans TV, ternyata menjadi peminta-minta walaupun bukan sebagai cita-cita tetapi telah menjadi mata pencaharian, bahkan menjadi profesi. Dengan penghasilan setara penghasilan sarjana baru lulus yang kerja di sektor keuangan, bahkan mungkin lebih besar. Serta ada koordinatornya atau mungkin semacam "mucikari" atau semacam "manajer" yang akan membantu dalam hal mencarikan tempat mangkal dan berurusan dengan pihak berwajib. mmmmmmmhhhhhhh.......
(salam hangat dari kang sepyan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar