Senin, 08 Juli 2013

ABDULAH DAN ATIKAH

Suara anaknya "Abdullah" dan menantu baru nya "Atikah" terdengar  oleh orang tua itu ketika sedang berjalan menuju mesjid melalui halaman rumah Abdullah.  Dipikirannya terbersit, kok Abdullah belum siap-siap sholat dhuhur ya, padahal sebentar lagi waktu adzan akan tiba.  Sebagai orang tua cukup mafhum, maklum pengantin baru.  Akhirnya orang tua itupun berjalan sendiri ke mesjid, dan sholat tahiatul mesjid.

Sehabis salam, dia melirik ke belakang, "kok Abdullah belum juga datang ?" hati kecilnya berkata, mungkin sekarang sedang bersiap-siap.  Lalu orang tua itupun berdzikir menunggu waktu sholat dhuhur.

Setelah waktunya tiba, Adzan dhuhur dikumandangkan muadzin sampai selesai.  Jemaah sholat dhuhur sudah mulai penuh.  Lalu mereka masing-masing mendirikan sholat kobliyah dhuhur.  Orang tua itupun bareng bersama jamaah lainnya menunaikan sholat kobliyah.  Sehabis salam, kembali melirik ke belakang, mengamati jamaah yang ada dalam mesjid, rupanya Abdulah tidak tampak di dalam rombongan orang yang shalat.  Hingga akhirnya dikumandankan iqomat, dan semua jamaah menunaikan sholat dhuhur berjamaah.

Selesai shalat fardu berjamaah, kembali orang tua itu mencari-cari anaknya di antara rombongan jamaah shalat fardu.  Abdullah tetap tidak kelihatan.  Hingga selesai sholat ba'diyah dan selesai berdo'a, Abdullah tidak datang ke mesjid untuk sholat dhuhur berjamaah.

Dengan langkah gontai dan menahan perasaan duka serta marah yang mendalam, orang tua itu mengetuk pintu rumah anaknya setelah pulang dari mesjid.  Abdullah membukakan pintu, tampaknya mereka berdua baru selesai menunaikan sholat dhuhur di rumah.  Melihat raut muka orang tua yang biasanya penyabar tiba-tiba berubah menjadi tegang menahan amarah, Abdullah dan Atikah bergetar, menunduk, dan mereka langsung menyadari kesalahannya.  Lalu orang tua itu berkata dengan tegas dan tidak terbantah "Abdullah, kalau Atikah ternyata menjadi penghalang kecintaanmu kepada sang pencipta Allah SWT, maka sekarang juga ceraikan Atikah".

Abdullah berada pada posisi yang sulit, bertahun-tahun dia merindukan untuk dapat meminang Atikah.  Beribu lembar puisi telah ditulis untuk melukiskan keindahan yang akan ditempuh seandainya dia bisa hidup bersama Atikah.  Dan ketika impian itu baru saja terwujud, orang tuanya meminta menceraikan istri yang sangat dicintanya.  Tapi perkataan orang tua itu benar, dan Abdullah harus tunduk pada orang tuanya.  Orang tua tersebut adalah Abu Bakar Ashidiq, sahabat tercinta Rosulullah Muhamad SAW, yang juga menjadi Raja atau Khalifah.  Dengan sangat berat hati, dia ceraikan Atikah.

Ceritera ini berakhir happy ending, karena setelah seminggu kemudian, Abu Bakar melihat bahwa Abdullah menyesali perbuatannya meninggalkan sholat dhuhur berjamaah di mesjid demi menemani istrinya, maka beliau menyuruh anaknya untuk rujuk dengan Atikah.  Betapa taatnya orang-orang jaman dahulu menjalankan perintah Allah yang disampaikan oleh nabi dan rosulnya.  Betapa tegasnya orang tua mendidik anaknya agar selalu melakukan sholat berjamaah di mesjid bagi laki-laki.  Betapa konsistennya khalifah sahabat nabi, meneruskan dan melestarikan ajaran-ajaran yang telah disampaikan oleh sahabatnya nabi Muhamad SAW.

Dalam ceritera lain, di masa Umar bin Khatab menjadi khalifah menggantikan Abu Bakar.  Ketika akan melantik gubernur yang ada di wilayahnya, maka pertanyaan yang Khalifah Umar sampaikan kepada masyarakat yang mengenal calon gubernur tersebut, kalau jaman sekarang mungkin seperti "fit and proper test" adalah "apakah dia selalu sholat berjamaah di mesjid ?".  Beliau hanya mau melantik gubernur yang sholatnya benar sesuai ketentuan.  Sebab, apabila ketentuan sholat yang telah diperintahkan agar dilakukan di mesjid bagi laki-laki saja telah dia langgar, maka sudah bisa dipastikan dia akan mampu dengan mudah untuk melanggar ketentuan-ketentuan yang lain.

Aku duduk terpekur di shaf kelima berjejal diantara ratusan orang yang duduk di lantai parkir basement P-4 Plaza Indonesia.  Berada sekitar 20 meter dibawah permukaan jalan Thamrin, memanfaatkan celah antara akar-akar beton penahan gedung pencakar langit yang menjulang 100 meter lebih ke langit.  Mendengarkan khutbah jum'at yang disampaikan khotib tentang ceritera Abdullah di atas.

Mari kita merefleksikan diri.  Tidak perlu melihat orang lain.  Lihat diri kita sendiri, lalu lanjutkan ke anak-anak yang menjadi tanggung jawab kita.  Lalu teruskan ke anak buah yang juga menjadi tanggung jawab kita.  Berapa kalikah pergi ke mesjid untuk sholat berjamaah setiap hari ?  Berapa luaskah ruangan mushola yang ada di kantor kita ? Berapa luaskah ruangan mesjid yang dibangun sebuah gedung perkantoran atau mal ?  Apakah adzan selalu berkumandang dari tempat tersebut setiap datangnya waktu sholat ? Apakah tempat sholat tersebut telah terisi penuh oleh jamaah ?  Apakah kita telah rela meninggalkan sejenak kesibukan memenuhi panggilan Allah ?

Jangan-jangan ritme kita masih mengikuti lagu qasidah yang didendangkan untuk menyindir "Subuh kesiangan, Dhuhur kesibukan, Ashar kecapean, Magrib perjalanan, Isya ketiduran".  Ya Allah, ampunilah hambamu ini.  Hamba bukan ahli ibadah yang layak dapat surga,  tapi hamba takut dan gak akan kuat di neraka.  Oleh karena itu hamba mohon pertolonganMu mohon keridhoanMu. Amin.


(salam hangat dari kang sepyan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar