Senin, 15 Juli 2013

SENGGOLAN ENUR

Karena perjalanan dinas, maka aku tidak bisa memilih dengan leluasa hotel.  Panitia dari Bandung memilihkan hotel Panghegar yang ada di ujung jalan Merdeka.  Sepengetahuanku letak hotel tersebut agak jauh dari mesjid.  Mesjid terdekat yang aku tahu adalah mesjid Agung Bandung daerah alun-alun, mesjid Persis dekat "viaduct" dan mesjid Pemda di seberang Balaikota.  Kesemuanya menurutku cukup jauh untuk ditempuh perjalanan jalan kaki.  Aku coba orientasi mushola di dalam hotel, disediakan di lantai 3 bersebelahan dengan lapangan tenis dan kolam renang.  Tapi tempatnya kecil, aku gak yakin ada jamaah sholat subuh di mushola tersebut.

Dengan berbekal tekad harus mendapatkan indeks pahala pagi yang tinggi  (ngawadul ; indeks pahala), sepuluh menit sebelum waktu shubuh aku sudah keluar hotel.  Tujuanku ke mesjid Agung, atau ke mesjid lain yang mungkin ada di perjalanan, karena aku lihat padat rumah penduduk disekitar itu.  Setelah melewati kantor Telkom yang letaknya bersebelahan dengan berada hotel Panghegar, aku nyebrang menyusuri depan musium.  Di ujung musium ada jalan kecil yaitu jalan Markoni, aku masuk kesana karena kelihatannya jalan tersebut merupakan jalan memotong menuju Jalan Asia Afrika.  Adzan sudah berkumandang, namun tampaknya masjid agung masih agak jauh.

Di depan sebuah rumah ada Bapak-bapak baru keluar rumah, "mungkin dia mau ke mesjid" pikirku. Lalu aku tunggu sebentar, sampai si Bapak tersebut membuka pintu pagar.  "Assalamu'alaikum pak, maaf mau tanya, kemanakah letak mesjid yang paling dekat ?" aku mendahului bertanya.  "ke mesjid agung ? tapi jauh de" jawab si Bapak.  "yang paling dekat, coba balik arah saja, nanti nyebrang jalan, disana ada jalan kecil yang di ujungnya ada mesjid".  Aku lalu mengikuti petunjuk arah dari Bapak tersebut, berjalan sendirian.  Rupanya si Bapak keluar untuk keperluan lain, sehingga mengambil arah yang berbeda.

Ternyata jalan yang dimaksud berada di ujung kantor Telkom namanya jalan Enur, tapi ditutup dengan pintu pagar dan disana digantungkan triplek bertuliskan cat warna hitam "dibuka jam 6 sampai 22, kalo mau masuk lewat jalan Tera".  Dipinggir pintu paga ada pos penjagaan, namun tidak ada penghuinya.  Jarak antara tiang pintu agar dengan pos kira-kira satu meter, namun ditengahnya dipasang tiang beton dengan lebar sekitar 15 cm.  Aku masuk melalu celah tersebut, dengan badan dimiringkan.  Masuk jalanan yang gelap dan becek, di kiri kanan jalan banyak kios yang tutup.  Dari bentuk kios, meja, dan kursiya kelihatannya ini adalah kios penjual makanan untuk karyawan Telkom.  Istilah kami di Jakarta adalah Amigos atau Kentaki (agak minggir got sedikit atau kentara kaki hehehe).

Kira-kira jakan 100 meter kelihatan ada menara kecil.  "Nah, itu pasti mesjid yang dimaksud si Bapak" pikirku.  Tapi kok tidak ada tanda-tanda kehidupan ?  Masih gelap dan tidak ada orang, padahal sudah memasuki waktu shubuh 5 sampai 10 menit lalu.  Jalan Enur rupanya jaan buntu, karena ujungnya tertutup.  Setengah badan jalan tertutup oleh pintu gerbang masuk kantor Telkom bagian belakang, dan setengah badan jalan sebelah kiri tertutup oleh bangunan mesjid.  Hanya menyisakan jalan kecil sekitar 60 cm untuk akses orang masuk ke perumahan yang ada di balik mesjid.  Sedangkan untuk akses orang ke sebelah kanan jalan, harus melalui lorong pekarangan mesjid dengan lebar sekitar satu meter.

Aku berdiri termangu di lorong tersebut, keadaan gelap gulita, hanya mengandalkan sedikit cahaya dari bola lampu 20 watt yang diletakan dalam puncak menara mesjid yang tingginya kira-kira sepuluh meter.  Hingga akhirnya ada ibu-ibu dan Bapak-Bapak yang datang membawa kunci dan menyalakan lampu. "Maaf pak, kami kesiangan.  Silahkan kalau mau adzan" kata si Bapak sambil agak mengucek-ngucek matanya.  Mesjid itu bernama Al-Barokah, Bangunannya dua tingkat dengan luas 5 kali 10 meter termasuk kamar mandi dan tempat wudlu.  Cukup asri dan bersih dengan karpet seragam berwarna hijau bergambar masjidil haram dilihat dari atas.

Selesai shalat shubuh, aku hitung ada sepuluh jamaah laki-laki termasuk imam dan ada lima jamaah perempuan.  Alhamdulillah.  Memang biasanya hanya sejumlah itulah orang-orang yang mau datang  ke mesjid.  Mesjid kecil itupun rasanya mash longgar.  Sembilan orang berdiri sholat, pas untuk ukuran lebar mesjid lima meter.  Hanya satu shaf.  "Andai mereka tahu betapa besarnya pahala sholat shubuh berjamaah di mesjid ? yaitu lebih besar dari dunia dan seluruh isinya ?, maka andai dia hanya bisa datang dengan merangkak, mereka akan merangkak untuk mendapatkan keistimewaan tersebut". Demikian para kiai menyeru di atas mimbar.  

Anjing menggonggong, khafilah berlalu.......bagaimana dengan Anda ?

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebaikan-kebaikan (amal saleh), mereka itulah sebaik-baik mahluk" (QS Al-Bayyinah ; 7).


(salam hangat dari kang sepyan)

2 komentar:

  1. Uswah khasanah....

    terimakasih banyak Bapak...
    sy jd teringat AlHadist...
    "Barang siapa yg berbahagia bertemu dengan Allah (Sholat), maka Allah juga akan berbahagia berremu dengannya,. begitu jg sebaliknya; siapa yg benci berjumpa dgnNya, Allah akan benci pdnya"


    BalasHapus
  2. Makasih Fikri sudah menambah tulisan ini dgn hadis, mudah2an lebih bermanfaat.

    BalasHapus