Kamis, 11 Juli 2013

WAROQAH

Setelah membaca buku "pagar hati" karya kang Yatna, pendiri SMA Bina Putera.  Aku menjadi semakin penasaran untuk bisa mengunjungi sekolah tersebut.  Jadi ketika mas Iqbal mengundangku untuk ikut kegiatan jambore pelajar Indonesia yang dipusatkan di SMA Bina Putera, aku langsung mengatur dan menyisihkan jadwal agar bisa mengikutinya.  "Jum'at sore kita berangkat, dan insya Allah aku nginap semalam" kataku.

Sehabis sholat ashar berjamaah di mesjid Landmark, kami berangkat.  Alhamdulillah perjalanan di tol tangerang cukup lancar, karena kami sengaja ngambil waktu sebelum bubaran kantor.  Rupanya perjalanan dari pintu keluar tol ke lokasi cukup jauh, melewati pemukiman padat, perkampungan, melalui jembatan kecil, dan akhirnya belok ke hutan.  Dibalik pepohonan yang aku bilang "hutan" itulah SMA Bina Putera didirikan, sehingga memang cocok dijadikan tempat Jambore.  Dalam keremangan menjelang magrib, tampak peserta dan panitia sedang menggelar plastik untuk shalat berjamaah dilapangan. 

Peserta jambore sekitar 200 orang, yaitu pelajar-pelajar SLTA se Jabodetabek yang mendapat beasiswa dari yayasan Baitul Mal BRI (YBM BRI).  Panitianya sekitar 25 orang, sebagian penerima beasiswa kader surau YBM BRI dan sebagian lagi mahasiswa biasa.  "Saya sengaja campur panitia dari mahasiswa kader surau dan mahasiswa umum biasa, agar acara lebih hidup" mas Iqbal menjelaskan.  "Takutnya, kalau dari kader surau semua, acara pengajian terus" candanya.

Setelah masuk waktu Maghrib, semua peserta berdiri bershaf-shaf untuk menunaikan sholat Maghrib dan Isya berjamaah.  Salah satu panitia dari kader surau tampil sebagai imam.  

Malam hari, ketika peserta Jambore sedang mendapatkan materi dari Ustadz Fadhlan Garamatan atau yang dikenal ustadz sabun mandi, yang banyak mengislamkan saudara-saudara di papua dengan pendekatan budaya, aku minta agar seluruh panitia berkumpul.  Kami masing-masing berkenalan, dan mendiskusikan misi yang harus dicapai dari kegiatan Jambore. Panitia dari kader surau adalah semuanya utusan kader surau yang kuliah di SEBI, sedangkan mahasiswa lainnya adalah teman diskusi mas Iqbal yang kuliahnya macam-macam, ada yang di UI, UIN, UNJ, dll.  Rata-rata kuliah semester IV.  

Yang aku ingat tiga orang di antara mereka adalah Giri yang paling dominan kalau sedang memimpin acara di depan peserta.  Iqbal (namanya sama dengan mas Iqbal) yang menjadi arsitek keseluruhan acara.  Terus ada Waraqah yang tidak begitu kelihatan perannya, tetapi setiap dia ngomong orang-orang pada tertawa.  Seperti pelengkap penderita, bagian di "gojlog" oleh semua panitia.  Dan dia cuma menanggapi dengan cengengesan.

Jam 03.30 dini hari, kami semua kembali berdiri di atas karpet plastik di tengah lapangan, untuk melaksanakan qiyamul lail berjamaah.  Udara dingin dini hari terasa menusuk tulang, walaupun telah dilapisi jaket.  Karpet plastik yang dijadikan alas sholat, terasa dingin menembus telapak kaki, rasanya karpet plastik tersebut tidak mampu melapisi ujung runcing dan dingin rumput gajah.  Demikian juga kantuk serasa menggelayut di ujung mata, karena baru tidur beberapa jam, setelah semalaman banyak acara.  Tapi aku coba kuatkan untuk ikut berdiri bersama seluruh peserta.

Ketika imam membacakan surat Al-Fatihah dan ayat-ayat lainnya yang aku tidak hafal karena diluar juz amma.  (hehehe, maklum biasanya surat yang dibaca juz amma terus, itupun surat-surat terakhir dan terpendek), rasanya kantuk, udara dingin, dan tusukan rumput gajah dingin di bawah kaki menjadi hilang.  Imam membaca ayat-ayat tersebut dengan sepenuh hati, tartil, dan serasa mengisi seuruh sudut rongga jiwa yang kosong.  Delapan rakaat qiyamul lail, tiga rakaat witir, dan dua rakaat sholat subuh, serasa membawa jiwa ini bertamasya, mengelilingi tempat-tempat terbaik yang bahkan belum terbayangkan.

Aku intip, siapa yang menjadi imam pagi itu ? tidak begitu jelas.  Dilihat dari posturnya pasti salah satu panitia, dan tentu kader surau dari SEBI pikirku.  Yang aku lihat, dia mengenakan kaos lengan panjang, dan dibagian depannya dibagi miring dua warna.  Dibawahnya warna terang dan atasnya warna gelap.

Acara senam pagi cukup kacau balau, Waraqah memimpin di depan dengan gerakan-gerakan yang tidak jelas, sekali-sekali kalau lagi gerakan tangan ke atas celananya hampir merosot dan diketawain semua orang, dan bahkan pemanasan yang biasanya dilakukan di awal, baru dilakukan ditengah-tengah setelah gerakan inti.  Rupanya tidak ada satupun panitia yang biasa memimpin senam pagi, akhirnya Waraqah yang memiliki peran "pelengkap penderita" lah yang disuruh tampil memimpin.  Aku perhatikan kaos yang dia pakai, kok seperti kaos imam tadi pagi ya ?  "Tapi tidak mungkin, anak seperti Waraqah menjadi imam sebaik imam tadi pagi.  Dia khan bukan anak SEBI" hati kecilku berbisik.  Karena penasaran, aku coba tanya pada salah satu panitia.  Dan......benar.....ternyata Waraqah lah yang menjadi imam tadi pagi.

Rupanya dibalik keceriaan, kepolosan, kekacauan pakaian dan gaya rambut, serta ketidak-terbatasan canda, mereka adalah para penghapal al-quran.  Mas iqbal menunjukkan "tuh pak, yang sedang membagi-bagikan nasi itu sudah hapal 30 juz, itu juga yang bercelana pendek hapal 30 juz, yang itu yang badannya gemuk baru 25 juz".......Deg....hatiku terasa kena tonjokan.

Aku coba lihat diriku, jangankan hapal al-quran 30 juz.  Hapal juz 30 saja enggak (eh...belum kali).  Aku coba hitung-hitung, rasanya kok jumlah hapalan suratku paling sejumlah jari-jari tangan dan kakiku.  Padahal tadi malem aku "merasa" lebih hebat dari mereka.  Karena secara duniawi, aku khan yang menyelengarakan acara ? mereka hanya panitia.  Sepertinya aku lupa bahwa dimata Tuhan, yang dilihat hanya dari sisi ketaqwaan.  Orang yang paling mulia adalah orang yang paling taqwa.

Bagaimana dengan Anda ? Apakah seperti aku atau seperti Waraqah.  Kalau masih seperti aku, mari kita sama-sama niatkan untuk mulai menambah hapalan al-quran.  Kapan mulainya ? ya sekarang.  Khan udah tua ? Apalagi kalau mulai besok, pasti lebih tua.


(salam hangat dari kang sepyan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar