Kamis, 07 Juni 2012

KOTA KAMBING


Kebiasaan yang aku lakukan dalam dua tahun terakhir ini kalau sedang berada di luar kota adalah pagi-pagi menyusuri jalan sekitar hotel, sekalian olah raga pagi dan memanfaatkan moment untuk melihat denyut nadi kehidupan masyarakat kota yang disinggahi.

Setelah menggunakan sepatu, celana pendek, dan kaos tangan pendek, walaupun masih agak gelap dan jalanan agak basah karena semalaman diguyur hujan, aku lagkahkan kaki ke arah belakang hotel dan belok kanan mengarah alun-alun, terus menyusuri jalan Dalam Kaum, jalan Cibadak, dan selanjutnya belok kembali menyusuri jalan Jendral Sudirman serta jalan Asia Afrika, kira-kira memerlukan waktu 60 menit perjalanan.

Sepanjang jalan mulai depan pintu belakang hotel banyak sekali ditemukan panti pijat, pub dangdut, karaoke, dll. Pemandangan tersebut terus merata disepanjang perjalanan pagi, bahkan Paramount yang dahulu merupakan bisokop yang cukup terkenal di Bandung, sekarang telah berubah menjadi gedung tua yang hampir roboh, serta berubah fungsi menjadi tempat karaoke.

Gedung tua, kusam, dan banyak cat mengelupas mendominasi seluruh bangunan di kedua sisi jalan yang dilalui. Terkesan seperti kota tua yang sudah tidak terurus. Praktis yang kelihatan dari luarnya baru hanya bisnis-bisnis "lampu merah". Mungkin laporan pandangan mata pagi ini terlalu subjektif, maklum hati agak 'panas' melihat perkembangan yang tidak sesuai dengan harapan.

Sore hari setelah acara selesai sebelum diteruskan dengan acara malam, aku sempetkan jalan kembali walaupun hanya sebatas sampai mulut jalan Dalam Kaum. Pandangan siang hari lebih memprihatinkan lagi. Disebelah kiri jalan yang sebelumnya terdapat gedung megah Palaguna, ternyata sudah seperti gedung hantu. Mudah-mudahan seperti spanduk yang didepan gedung segera terwujud bahwa gedung tersebut akan segera direnovasi.

Bersebrangan sudut dengan Palaguna masih ada Dian Theatre, tetapi kelihatannya sudah berubah fungsi menjadi lapangan futsal. Penasaran sebenernya gimana cara menyulap gedung film jadi lapangan futsal. Sayang gak ada orang yang bisa ditanyai.

Renovasi dan pembangunan yang cukup besar tampak dilakukan untuk memperbaiki alun-alun dan mesjid Agung. Ada ruangan parkir serta WC umum di bawah alun-alun, terus dibuat pagar yang cukup kokoh mengelilingi seluruh alun-alun, dan tampak bagian mesjid agung Bandung yang semakin membesar, disertai dengan menara yang menjulang. Namun renovasi yang telah dilakukan tersebut, menjadi tidak ada hasilnya karena kondisi alun-alun bukannya meningkat menjadi nyaman tetapi justru berubah menjadi tambahan tidak nyaman.

Alun-alun Bandung yang dahulu biasa dijadikan tempat bermain warga setelah lelah berbelanja, sekarang disesaki dengan pedagang. Seluruh koridor tempat jalan-jalan serta taman bunga disesaki dengan pedagang makanan, pakaian, mainan anak-anak, elektronik, dll. Disisi pagar dikelilingi juga oleh orang yang berjualan, demikian juga di emper-emper mesjid semuanya penuh dengan pedagang. Jangankan mau melepaskan lelah di alun-alun, malahan pikiran tambah penat melihat kesemrawutan itu.......hehehehe.....tapi disalah satu sudut alun-alun terdapat baliho dari warga yang menyatakan dukungannya dan meminta Bapak Walikota menjadi Calon Gubernur Jawa Barat.......mudah-mudahan baliho tersebut dapat memacu Pak Wali dan jajarannya untuk terus memperbaiki keasrian Kota Bandung.

Jalan sedikit ke arah Dalam Kaum, sungguh sulit membedakan antara jalan dengan pasar, karena jangankan untuk kendaraan lewat, untuk orang lewat saja sudah sulit. Karena jalan digunakan menjadi lapak untuk berjualan.....bukan hanya trotoar atau pinggir jalan, tetapi ini dilakukan ditengah-tengah jalan. Betapa beraninya rakyat Bandung......tapi apakah betul mereka seberani itu kalau tidak ada udang dibalik bala-bala ?

Benar-benar Bandung sangat tidak layak disebut sebagai kota kembang, tetapi lebih pantas disebut kota kambing......kecuali, "peuyeum"nya kali, yang bertebaran seperti kembang. Aku sayang Bandung, mari benahi Bandung.

Ragunan, 07 Juni 2012


(salam hangat dari kang sepyan)

2 komentar:

  1. begitulah .... memang sedih melihat Bandung yang kini kusut ..... tapi tak mengurangi rindu padanya

    BalasHapus
  2. Salah urus Kang Iqbal. Semua orang hanya fokus ke politik.....kalo masalah kerja-nya....nihil

    BalasHapus