Jumat, 29 Juni 2012

MESJIDKUUUUUU


Kavling yang dalam peta komplek telah diperuntukkan untuk Fasum dan Fasos tersebut berukuran 8 x 50 meter berada di pojokan kavling berbentuk kotak panjang dikelilingi jalan. Salah satu sisi  memanjang dan menyampingnya adalah jalan utama komplek 12 meter, sedangkan sisi lainnya jalan kecil 4 meter. Berada persis diperbatasan antara Rw. 17 dan Rw. 26, yang sempat memicu "konflik" bahkan sampai saat ini, terutama untuk memuaskan ego kemanusiaan untuk bisa menguasai dan menunjukkan dominasi.

Waktu pertama kali aku membangun rumah disana tahun 1997, dikavling tersebut telah berdiri Mushola alakadarnya dan dinamakan Mushola Al-Ikhlas berukuran 6 x 6 meter dalam bentuk tertutup ditambah bagian belakang 4 x 6 meter setengah terbuka. Dan telah menjadi tempat sholat berjamaah warga yang memang belum seberapa banyak penghuninya. Bagian belakangnya dijadikan sebagai tempat belajar mengaji anak-anak kavling. Bahkan menjadi tempat favorit ibuku dan ibu mertuaku untuk melakukan shalat Duhur kala sedang mengatur makanan bagi Bapak-Bapak tukang yang sedang membangun rumah.

Pak haji Aris tetanggaku yang termasuk pioneer menempati atau membangun rumah di kavling bercerita bahwa waktu dahulu dia membangun mushola tersebut banyak orang yang menertawakan karena seperti membangun mushola di tengah rawa. Maklum banyak komplek di daerah Bekasi adalah bekas rawa sehingga banyak nama daerah di Bekasi dengan awalan rawa, seperti rawalumbu, rawabebek, rawabuaya, rawatembaga, dll. Dan kavling agraria pun sebelumnya berupa rawa. Jadi kalau mau membangun rumah ataupun mesjid harus nyari tanah atau batu untuk urugan.

Setelah beberapa tahun tinggal di kavling tersebut, rupanya makin banyak orang membangun rumah, sehingga makin banyak penduduk. Aku merasakan waktu hari Jum'at libur tidak masuk kantor, suka bingung sholat Jum'at dimana ? Ternyata setelah ngobrol kiri-kanan, tetanggaku juga merasakan hal yang sama. Kalau soal berjamaah sholat untuk urusan sholat wajib, sepertinya tidak ada masalah, karena walaupun penduduknya tambah banyak tetapi orang yang sering sholat berjamaah ke Mesjid tidak banyak bertambah. Tapi kalau sholat Jum'at, semua orang membutuhkan mesjid.

Dari hasil obrolan dengan Pak Haji Pursidi dan Pak Haji Sudarno serta Bapak-Bapak lain saat bareng-bareng bakar kambing sambil memperingati 17 Agustusan, disepakati bahwa kita perlu menggalang kekuatan untuk bisa mengembangkan mushola tersebut menjadi mesjid yang bisa digunakan untuk Sholat Jum'at. Lalu disusunlah sedikit strategi yaitu bulan depan kita adakan pengajian di rumah pak Haji Sudarno yang akan mengundang seluruh warga Rw 17 dan Rw 26. Dalam pengajian tersebut terbentuklah kepengurusan panitia pembangunan mesjid Al Ikhlas dimana sebagai ketua pak haji Pursidi, Sekretaris pak haji Sudarno, dan aku ditunjuk sebagai Bendahara.

Perdebatan pertama yang seru adalah waktu menentukan bentuk mesjid, apakah mau kotak atau persegi sebagaimana mesjid lain, atau hanya akan mengikuti bentuk tanah yaitu memanjang seperti kereta api. Akhirnya diputuskan berbentuk segi empat ukuran 18 x 18  dan dibuat 2 lantai. Jadi panitia harus berusaha menyediakan tanah atau mencari pemilik tanah yang berada di seberang jalan  kecil kavling untuk dapat dibeli oleh Mesjid. Jadi nanti mesjid tersebut akan memakai sebagaian tanah fasum, lalu menggunakan jalan kavling kecil dan menggunakan tanah seberang jalan kavling yang dibeli.

Loh kalau beli tanah, nanti atas nama siapa tanahnya ? Disamping harus mencari dana untuk membeli tanah, maka bertambah lagi pekerjaan yaitu harus memikirkan status kepemilikan tanah. Akhirnya kami panitia pembangunan mesjid sepakat membuat sebuah Yayasan, dan kami sengaja menunjuk salah seorang ketua RT yang berada di wilayah Rw 26 untuk menjadi ketua Yayasan. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan prasangka kurang baik antar wilayah RW mengingat kami bertiga sebagai panitia pembangunan mesjid semuanya berada atau berdomisili di RT 05 Rw 17. Padahal khan fasosnya milik bersama dua Rw.

Ketika sedang berjuang mencari dana serta membujuk pemilik tanah agar mau menjual tanahnya dengan harga minimal untuk mesjid. Berjuang juga untuk mendirikan Yayasan, tiba-tiba aku dipindah tugaskan ke Denpasar. Akhirnya dengan sangat terpaksa, aku jadi tidak bisa aktif berjuang, hanya bisa membantu dengan do'a, dan aku serahkan kembali tanggung-jawab sebagai bendahara tersebut kepada panitia yang lain.

Kira-kira 2 tahun kemudian yaitu sekitar tahun 2007 aku pernah mampir ke kavling agraria pas hari Jumat, dan pada hari Jum'at itullah pertama kalinya aku bisa sholat Jum'at disana. Bangunan mesjid baru saja tertutup bata, dan lantainya hanya disemen belum menggunakan kramik. Baru satu lantai, tetapi telah disiapkan menjadi dua lantai, sebagaimana dahulu ditetapkan. Terima kasih panitia, akhirnya harapan kami bisa sedikit terwujud, walaupun masih jauh dari titik akhir. Walaupun belum dapat dikatakan sebagai bangunan mesjid, tapi aku benar-benar telah shalat berjamaah disana, dan jamaahnya cukup banyak.

Dua tahun kemudian yaitu pertengahan 2009 aku kembali menetap di kavling agraria, mesjidku lumayan khusus untuk lantai satunya sudah siap pakai. Kramik putih telah menutupi seluruh lantai. Mihrab depan menggunakan marmer warna kuning gading cukup elegan, katanya sumbangan dari salah satu warga. Bagian dinding telah ditutup kramik. Namun bagian luarnya belum diapa-apakan, dan masih satu lantai.

Pertengahan tahun 2012 ini kami semua warga masih terus berjuang. Alhamdulillah lantai dua sudah ada dan telah berkramik termasuk tangganya. Kamar mandi dan tempat berwudlu sudah selesai. Dan sekarang sedang mengerjakan pagar depan. Jadi yang kurang adalah atap kubah, menara, tiang-tiang beton yang rencananya ditutup marmer atau kramik juga masih telanjang, dinding luar juga sama nasibnya dengan tiang-tiang. Kok masih banyak yang kurangnya ?  Tenang saja kawan......kami seluruh warga tetap optimis, pada saatnya nanti mesjid kami akan terwujud.

Karena........ mesjid kami telah berganti kepengurusan panitia pembangunannya mungkin sekitar 3 sampai 4 kali. Telah dikunjungi oleh tiga Walikota, mulai Bapak Ahmad Zurfaih alm. Bapak Mochtar Muhamad, dan terakhir dalam isra mi'raj kemarin Bapak Rahmat Efendi......kami memang tidak tergantung pada manusia atau politik, kami hanya tergantung pada yang Maha segalanya. Allah al-Malik. Mohon do'a.

Cirebon Ekspress, 28 Juni 2012

(salam hangat dari kang sepyan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar