Minggu, 24 Juni 2012

SDM OVER SPECS

Tetanggaku yang bekerja dalam bidang perekrutan serta pemenuhan SDM di sebuah bank besar mengeluh karena walaupun sudah merasa bekerja siang malam bahkan hari Sabtu pun hampir setiap minggu masuk bekerja untuk melakukan test wawancara, namun tetep saja perusahaan kekurangan pegawai yang begitu banyak. Terutama kekurangan pegawai clerical. Memang agak aneh ketika aku mendengar keluhan tersebut, karena disisi lain Indonesia ini penganggurannya meningkat, tetapi ini perusahaan kok tetep kekurangan pegawai.

Waktu sore-sore sambil menunggu pembukaan piala Eropa, setelah ngobrol ngalor ngidul berbicara serta berargumentasi tentang negara jagoannya masing-masing, aku mencoba bertanya sama tetanggaku tersebut terutama tentang rasa penasaran aku bagaimana mungkin perusahaan selalu kekurangan pegawai disaat pengangguran makin banyak. Coba lihat disekeliling rumah kita saja banyak pengangguran, kalau kita berjalan keluar kota kondisi pengangguran sama saja. Dan disisi kualitas, pegangguran jaman sekarang rata-rata telah memiliki pendidikan yang cukup, baik tingkat slta, diploma, maupun sarjana. Bahkan sampai pendidikan master pun masih ada yang menganggur.

Kondisi sepuluh sampai dengan dua puluh tahun yang lalu, amat sangat jarang terjadi ada calon pegawai atau ada pegawai baru yang keluar. Sehingga kalau sekali merekrut orang maka orang tersebut akan terus bertahan menjadi pegawai selamanya. Sampai pensiun atau sampai yang bersangkutan dipecat karena melakukan kesalahan fatal. Tetapi sekarang ini, lebih dari setengahnya pegawai yang direkrut tersebut, setelah mendapat pendidikan dan sedikit pengalaman kerja, mereka keluar dan pindah ke perusahaan lain. Sepertinya dia bekerja hanya untuk menyiapkan SDM bagi perusahaan lain yang sejenis.

Dengan bertambah besarnya perusahaan, otomatis bertambah banyak juga kebutuhan pegawai. Namun pemenuhannya sekarang harus dua bahkan tiga kali lipat dari yang dibutuhkan, karena mengantisipasi banyaknya pegawai yang keluar. Walaupun sudah diancam dengan denda, tetap saja pegawai yang keluar masih lebih dari setengahnya.

Pertanyaannya adalah, kenapa hal ini bisa terjadi ? Kenapa calon pegawai ataupun pegawai sekarang kok berani keluar kerja, tidak seperti pegawai yang dulu-dulu yang lebih nerima semua ketentuan perusahaan ? Jawaban yang paling umum dari pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah, karena jaman sekarang berbeda dengan jaman dahulu. Dahulu alternatif tempat bekerja hanya sedikit, dahulu etika bajak membajak pegawai masih berjalan, dan dahulu.......karena tingkat pendidikan masih rendah, maka perusahaan ataupun pemerintah menghargai lulusan sebuah sekolah lebih tinggi dari tingkat pendidikan pegawai.

Aku teringat cerita Bapakku (almarhum)......semoga beliau diampuni segala dosanya dan dibalas semua amalannya berlipat ganda, serta ditempatkan ditempat terbaik disisiNya.....bahwa jaman dahulu ketika telah menyelesaikan sekolah tingkat dasar (sekolah rakyat), maka dengan modal bisa baca tulis dan berhitung, hampir seluruh kantor menerima beliau bekerja. Termasuk pak Camat waktu aku mendapat cerita tersebut, dulu masuknya dengan ijazah SR. Demikian juga dengan guru-guru dan kepala sekolah banyak yang pada waktu mereka mulai bekerja berbekal ijazah SR. Hal tersebut masih terjadi sampai dengan pengangkatan guru tahun 1970-an.

Sekarang dengan semakin majunya kehidupan berbangsa dan bernegara, disatu sisi pelajaran sekolah yang diberikan semakin meningkat, sebagai contoh anak kelas 2 SD telah belajar perkalian dan pembagian yang komplek kalau waktu dulu cukup sampai dengan tambah serta kurang, bahkan pelajaran Bahasa Indonesia pun baru diberikan pada kelas 3. Namun disisi lain produk lulusan yang dihasilkan semakin kurang dihargai. Secara formal untuk jadi TKW saja harus lulusan SLTP, untuk jadi pegawai pabrik atau buruh pabrik atau pelayan toko harus lulusan SLTA, untuk jadi pegawai bank harus lulusan D3, Dan untuk jadi pegawai negeri kebanyakan mensyaratkan lulusan S1.

Kenyataannya dengan banyaknya pelamar yang masuk, ada beberapa perusahaan yang menerima pegawainya dengan tingkat pendidikan diatas syarat yang ditentukan. Termasuk di perusahaan teman saya yang mensyaratkan D3, namun karena lebih banyak pelamar S1 bahkan S2, maka tentu saja dengan sistem perekrutan yang mengandalkan kondisi saat ini, pelamar dengan lulusan lebih tinggi akan memiliki kemampuan komunikasi yang lebih baik dibanding pelamar lulusan D3. Jadi akhirnya yang diterima bekerja adalah lulusan S1 untuk pekerjaan sekedar menjadi Teller atau Customer Service di bank, yang sebenarnya jenis pekerjaan tersebut tidak mememerlukan kemampuan manajerial, cukup sedikit pelatihan sistem operasi bank yang dipakai serta sedikit kemampuan komunikasi.

Aku teringat kawanku waktu SMP dahulu, dalam hal cita-cita aku bisa me bagi kedalam tiga golongan. Golongan pertama adalah golongan yang sekolah sampai SMA saja sudah bagus, sudah jauh lebih baik dibanding orang tuanya yang hanya lulusan SR kelas 3 dan sekarang menjadi buruh tani atau tukang di kampung. Golongan kedua adalah golongan yang Akan meneruskan ke STM atau SPG maksudnya sekolah kejuruan. Dengan tujuan ingin merubah nasib keluarganya bisa menjadi pegawai negeri atau bisa bekerja di kantoran jadi guru atau jadi pegawai negeri atau swasta. Dengan menambah sekolah 3 tahun setelah SMP bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Golongan ketiga adalah golongan yang memiliki cita-cita tinggi dengan masuk ke SMA, walaupun diantara mereka ada yang nekad tanpa perhitungan pokoknya masalah biaya gimana nanti, Ada juga yang dengan perhitungan bahwa orang tuanya akan sanggup membiayai sampai S1.

Setelah SMA aku juga melihat kawan-kawanku terbagi 3 golongan. Golongan pertama adalah golongan bingung, karena dari sisi ekonomi, otak, maupun motivasi pas-pasan banget. Mungkin ini termasuk golongan yang waktu memutus an meneruskan ke SMA salah perhitungan. Golongan inilah yang pada akhirnya banyak menguasai terminal dan pasar.....meskipun ada juga yang menjadi politisi dengan mengambil sekolah kapan-kapan (gak jelas waktu sekolahnya tapi jadi sarjana juga)  yang penting syarat wakil rakyat terpenuhi.

Golongan kedua adalah golongan yang mulai sadar bahwa kemampuan dia (ekonomi, dan otak) mengharuskan dia segera bekerja agar segera mampu meringankan beban orang tua. Dengan nasihat keluarga, lingkungan, serta membaca situasi, akan terprogram dalam otaknya suatu motivasi bahwa dia akan hidup sebagai pegawai biasa, yang akan memiliki tugas rutin tertentu, akan dikendalikan oleh atasan, dll. Cita-cita menjadi manajer dia coret, dan mulai pertengahan SMA dia sudah siapkan mental untuk hidup nerima menjadi clerical.

Golongan ketiga adalah golongan yang pede abis, walaupun sebagian besar sebenernya termasuk nekad. Pokoknya aku ingin menjadi manager bahkan menjadi Direktur Utama perusahaan besar. Kalau jadi pegawai negeri, inginnya menjadi minimal Kepala Dinas, syukur-syukur menjadi Kakanwil atau bahkan Dirjen dan Deputi di Kementrian. Setelah keluar S1..... Eng, ing, eng......baru dia tahu rasa, bagaimana kerasnya dunia.

Mengirim lamaran kemana-mana, mencari lowongan kerja kemana-mana......akhirnya.....apa saja pekerjaan gak apa-apa, yang penting bisa lepas dulu dari orang tua, bisa mandiri walaupun pas-pasan. Anggap saja magang dahulu mencari pengalaman dan sambil melihat-lihat lowongan pekerjaan baru. Dan umumnya pekerjaan yang dimasuki tersebut adalah bidang sales asuransi, detailer obat-obatan, atau jadi pegawai outsourcing bank. Jenis-jenis pekerjaan tersebut yang umumnya tidak mensyaratkan keahlian atau jurusan tertentu. dari teknik oke, dari hukum atau ekonomi monggo, bahkan dari sastra, antropologi, atau geografi juga gak masalah. Yang dicari oleh perusahaan cuma kemampuan berfikir terstruktur dan kepedean untuk melakukan komunikasi.

Jadi pantes saja temen saya kerjaannya banyak terus, karena dia melakukan rekrutmen SDM over specs. Seharusnya cukup dengan pendidikan D3, tetapi dia banyak meluluskan pelamar yang pendidikannya S1, yang sebenernya hanya berniat coba-coba, cari pengalaman, pingin mandiri lepas dari orang tua, dan dihatinya dia tidak terima kalau hanya dijadikan sebagai clerical. Akhirnya setelah 6 bulan atau setahun, maka akan mencari pekerjaan lain. Bisa pekerjaan yang sama dengan gaji lebih besar, atau pekerjaan yang berbeda yang menjanjikan carir path yang lebih baik.

Ternyata bukan kalau under specs saja yang salah.....over specs pun bisa jadi masalah.

(salam hangat dari kang sepyan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar