Sejak diperlebarnya ruas pintu Tol Cikunir dan sudah hampir dua bulan ini belum selesai, menyebabkan waktu tempuh
perjalanan pulang kantor dari Sudirman ke Bekasi menjadi dua kali lipat.
Biasanya bisa ditempuh antara 45 menit sampai satu jam, sekarang
rata-rata perlu waktu 1,5 jam, bahkan bisa lebih. Macetnya selain jalur
macet biasa antara Semanggi sampai Pancoran atau sampai Menara Saidah,
akan ketemu macet lagi mulai pintu keluar tol Pondok Gede sampai dengan
Cikunir. Jadi semakin tua di jalan neh, dan semakin me'lelah'kan.
Selasa
sore aku coba pulang dengan cara lain. Mobil aku tinggal di parkiran
kantor, kebetulan parkirannya cukup aman dan terlindung. Kembali
menggunakan jasa Commuter Line. Berangkat dari kantor jam 16.50 dan udah
nyampe rumah jam 18.00. Lumayan bisa dijadikan alternatif pengganti
transportasi, walaupun sempat kejepit saking banyaknya penumpang waktu
berada di Commuter Line jurusan Bogor untuk menempuh jarak antara
statsiun Sudirman sampai Mangarai. Dari Mangarai naek Commuter Line
jurusan Jakarta Kota ke Bekasi, lumayan lebih nyaman, bisa sambil
membaca sekitar 30 halaman Supernova.
Rabu pagi berangkat ke
kantor aku naek Commuter Line jam 05.45 dari statsiun Kranji, dengan
catatan waktu sampai statsiun Sudirman lumayan cepat, hanya perlu waktu
35 menit, sudah termasuk transit di Mangarai. Jam 06.10 aku sudah sampe
statsiun Sudirman di daerah Dukuh Atas. Kalau naek boeing 640, maka
akan sampe kantor paling lambat jam 06.20..... rasanya, lebih baik
dmanfaatkan untuk olah raga saja, jalan pagi menusuri jalan Sudirman
antara Dukuh Atas sampai Benhil.
Ternyata tata kota Jakarta,
khususnya jalan Sudirman telah dipersiapkan dengan baik. Lebar jalan
untuk pejalan kaki tersedia cukup sekitar 2 sampai 3 meter, dan trotoar
jalan tersebut ditutupi kramik warna coklat kemerahan berkuran 60 x 60
cm, diselingi kramik ukuran lebih kecil dengan warna lebih tua. Dan
kramik-kramik tersebut cukup bersih, kelihatan dirawat dengan telaten
dan periodik. Dalam jarak yang cukup ditanami pohon-pohon peneduh,
dengan daun yang rimbun setinggi lebih kurang dua setengah meter sampai 3
meter. Sehingga daun-daun tersebut cukup dekat dengan kepala pejalan
kali, tetapi tidak menghalangi orang berjalan.
Kendaraan yang
berseliweran di Jalan Sudirman yang terdiri dari 4 jalur dengan lebar 50
meter lebih, masih sangat lancar, serasa melihat kondisi Sudirman 30
tahun lalu. Udara pagi yang cerah serta rimbunnya pepohonan, sangat
mendukung kegiatan olah raga pagi. Namun sayangnya, aku lihat sangat
sedikit orang yang berjalan kaki. Lebih banyak yang memanfaatkan jasa
Kopaja seperti Boeing 640, P.19, atau P.15. Padahal jarak tempuh Dukuh
Atas - Benhil, cocok untuk digunakan alternatif olah raga pagi,
memerlukan waktu 20 menit jalan cepat atau 30 menit jalan santai. Terus
terang pikiran kita telah terkooptasi dengan macetnya Sudirman,
sehingga lebar jalan dan rimbunnya jalan untuk pejalan kaki, menjadi
sudut sudirman yang terlupakan.
Melewati pertigaan Setiabudi di
depan Chase Plaza tampak ada motor parkir, pengendara motor laki-laki
masih menggunakan helm, dan disebelahnya berdiri perempuan menggunakan
jaket kedodoran serta rambut masih agak awut-awutan bekas tertarik helm,
menjingjing helm. Tadinya aku pikir mereka adalah pasangan antara
tukang ojek dan penumpang. Tapi setelah diperhatikan.......kok tangan
yang wanita nempel terus di tangan pria. Bertumpuk di atas stang kiri
sepeda motor. Kaki sang wanita, mundur maju....seperti mau pergi, tapi
berat berpisah dengan pria bermotor tersebut. Matanya tak lepas
memandang wajah di balik helm, dengan badan sedikit membungkuk agar
kepala mereka bisa sejajar. Wajahnya ceria, tampak dari tarikan garis
tegas di atas bibir si wanita, serta tampak dari lubernya hormon
estrogen menyirat diseluruh permukaan kulit mukanya. Kalo dilihat dari
bentuk muka, warna kulit, dan potongan badan si wanita, aku perkirakan
profesi si wanita adalah sebagai salah satu OB di gedung tinggi depan
mereka, atau mungkin juga menjadi penjaga parkir, penjaga kantin, dan
sejenisnya.
Dua ratus langkah di depan mereka, ternyata ada lagi
satu pasangan, dengan posisi yang hampir sama. Si laki-laki duduk di
sepeda motor bedanya helmnya sudah dibuka, berusia sekitar 25 tahun
lebih, dengan perawakan kurus, dan rambut kriting dipotong agak pendek.
Sedang si wanita memakai kerudung hitam panjang, dengn bentuk badan agak
besar, dan berjaket dengan usia sekitar 25 tahun juga. Kira-kira
profesi mereka hampir sama dengan profesi pasangan sebelumnya. Mungkin
mereka masuk kerja sekitar jam 6.30 atau paling telat jam 6.45, sehingga
harus berangkat pagi-pagi di antar pasangannya. Mata keduanya bertemu,
lekat, lalu diraihnya tangan si wanita dan punggung jari-jari tangan
tersebut digenggam erat, ditarik dan dikecup. Si Wanita repleks
menunduk mencium kening sang lelaki. Tempelan punggung tangan dengan
mulut dan kening dengan mulut berlangsung cukup lama, karena waktu aku
pura-pura melihat sesuatu ke belakang, ternyata mereka masih nempel.
Aku
tidak menangkap adanya gerakan erotik ataupun gejolak birahi dari
kegiatan kedua pasangan pinggir jalan tersebut. Yang aku lihat hanyalah
gelimang cahaya cinta yang terpancar dari tubuh mereka, dan dari
tatapan-tatapan mereka. Ternyata ada sudut lain di Sudirman pagi hari,
ada kemilau cinta disana. Mudah-mudaham mereka merupakan pasangan yang
resmi, dan mudah-mudahan mereka diberikan buah cinta yang dapat menjadi
pemimpin masa depan Indonesia.
Aku teringat cerita Pak Sigit
waktu baru pulang sekolah dari Amerika, bahwa disana di jalanan banyak
orang berciman,..... hehehe ......terus terang waktu aku ngiri pingin
lihat, kayanya asyk dong bisa nonton film biru langsung, gratis lagi.
Tapi dengankejadian pinggir Sudirman tadi..... kalau motifnya pasangan
ciuman di jalanan di Amerika tersebut sama ? yang enggak seru dong.
Ternyata
cinta dan kebahagiaan itu bukan ditentukan oleh kaya atau miskin bukan
ditentukan oleh jabatan, bukan ditentukan oleh kendaraan yang digunakan,
tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, bahkan tidak terkendala oleh
umur. Jadi nikmatilah cinta mulai dari sekarang, jadikan cinta kepada
pasangan yang sekarang sebagai cinta yang paling ideal. Tidak perlu
nunggu kaya dulu, nunggu jabatan naek dulu, nunggu mobil baru dulu,
nunggu rumah jadi dulu, nunggu kulit putih terlebih dahulu, atau nunggu
keadaan ideal dahulu. Karena bukan keadaan ideal yang membentuk cinta
ideal, tetapi niat, ketulusan, dan rasa syukurlah yang akan membemtuk
cinta ideal.
Karena, belum tentu Presiden Direktur di gedung
tinggi tempat OB tadi bekerja, memiliki pasangan yang mencintai seperti
pasangan OB tadi pagi. Belum tentu pasangan yang berada di mobil mewah
yang melintas gagah di jalur cepat jalan Sudirman, memiliki kekuatan
cinta sekemilau pasangan OB di pinggir jalan.......jadi.....seberapa
kemilau cinta pasangan Anda ?
(salam hangat dari kang sepyan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar