Ada sebuah buku saku kecil yang dibagi-bagikan
saat pertama kali aku ditugaskan bekerja di perbankan syariah, buku
terbitan bogor yang isinya mengupas tentang pentingnya sholat berjamaah
di mesjid. Dijelaskan bahwa yang paling penting adalah sholat subuh dan
sholat isya, dengan pertimbangan terdapat hadist yang menyatakan bahwa
apabila sholat isya berjamaah dimasjid maka akan mendapat pahala sama
dengan sholat setengah malam, dan apabila sholat subuh berjamaah
dimesjid sama dengan sholat sepanjang malam.
Lalu berdasarkan hal
di atas dihitung dengan menggunakan asumsi sekali sholat lima menit,
maka sepanjang malam atau 12 jam sama dengan 144 kali lipat dan kalau
setengah malam artinya 72 kali lipat. Sehingga cara cerdas memperbanyak
pahala adalah dengan sholat berjamaah di mesjid karena mendapat 27 derajat dan akan lebih menguntungkan bila sholat isya di mesjid karena
akan mendapat 72 x 27 derajat atau 1.944 derajat. Apalagi kalau sholat
subuh di mesjid akan mendapat 144 x 27 derajat atau 3.888 derajat.
Disamping
keutamaan sholat Isya dan sholat subuh di Mesjid, banyak hal lain yang
mengupas tentang berlipat gandanya pahala, misalnya sholat di masjid
Nabawi Madinah 1.000 kali lipat, sholat di masjid Haram Mekkah 100.000
kali lipat. Sampai timbul guyonan bahwa ada salah seorang haji yang
merasa sudah tidak perlu sholat lagi karena telah mempunyai tabungan
sholat yang cukup banyak ketika kemaren berhaji. Bayangkan saja 100.000
pahala, belum lagi dikalikan 27 karena sholat berjamaah.....kalau
dihitung-hitung sudah beberapa kali lipat waktu hidup manusia yang hanya
berkisar 60 sampai 70-an tahun.
Demikian pula dengan malam
lailatul qodar yang pahala ibadahnya sama dengan seribu bulan, serta
beberapa hal lainnya yang menjanjikan pahala berkali-kali lipat kalau
beribadah pada waktu-waktu tertentu ataupun beribadah di tempat-tempat
tertentu dan dengan cara-cara tertentu.
Kadang aku suka berfikir
apakah perkalian pahala tersebut benar-benar perkalian seperti kita
pelajari di Sekolah Dasar ? sehingga secara dangkal diartikan bahwa
sholat subuh di Mesjid sebagai cara cerdas meraih pahala atau pak haji
gak perlu sholat lagi karena telah memiliki tabungan sholat di Haram ?
ataukah ada sesuatu dibalik pertanyaan-pertanyaan tersebut. Logika
dewasaku lebih cenderung menduga adanya hal lain yang dimaksudkan
dibalik besarnya pahala yang dijanjikan.
Menyimak khutbah Jum'at pak Adiyaksa Dault menyampaikan bahwa tugas utama manusia hidup di dunia tercantum dalam surat Al-baqoroh yaitu
'hanya' sebagai pengabdi Allah, illa liyabudun. Jadi apabila kita
memiliki status-status lain seperti jadi Manajer, Direktur, Pedagang,
Ketua RT, Presiden, Ayah, Ibu, Anak, Ketua DKM, Pengemis, rakyat, dll., itu
hanyalah status-status accesories, karena status utamanya hanyalah
sebagai hambanya Allah, pengabdi Allah, atau budaknya Allah. Dengan kita menyadari status
utama kita tersebut, maka kita akan menyadari buat apa kita diciptakan
dan apa tujuan hidup kita. Tujuan hidup pengabdi Allah adalah mendapat
Ridho Allah atau Mardotillah.
Status kita akan menetukan tujuan
hidup kita. Prioritas status hidup menetukan prioritas tujuan hidup.
Status sebagai pegawai memiliki tujuan untuk meningkatkan karir. Status
sebagai pengusaha memiliki tujuan hidup mendapatkan keuntungan yang
besar. Status politisi memiliki tujuan agar mendapatkan kekuasaan.
Status Ayah memiliki tujuan menciptakan keluarga bahagia. Pada dasarnya
kita mempunyai beberapa status yang selalu berubah-ubah. Di rumah
memiliki status sebaga ayah atau anak atau ibu, kadang-kadang berstatus
sebaga majikan bagi pembantu yang ada di rumah, berangkat ke kantor
berstatus sebagai sopir atau penumpang, sampai di kantor berstatus
sebagai karyawan atau kepala seksi, bahkan direktur, siang makan siang
kita berubah lagi status sebagai pembeli, demikian terus status tersebut
akan berubah-ubah, sehingga tidak heran kalo facebook cepat sekali
menyebarnya karena terdapat media untuk mengungkapkan status, update
status. Tetapi ada sebuah status yang terus melekat yaitu status
sebagai PENGABDI ALLAH. Dengan demikian apapun aktifitas kita tetap
harus bertujuan pada status pengabdi Allah yaitu mendapatkan Ridhonya
Allah.
Terlalu banyak dosa yang kita lakukan, terlalu banyak
perintah yang tidak kita kerjakan, terlalu banyak hal yang dilarang
selalu kita kerjakan, terlalu banyak kita melakukan ibadah yang tidak
sesuai tuntunan. Apakah sholat kita sudah khusyu ? Apakah puasa kita
telah bernilai sehingga bukan cuma menahan haus dan lapar ? Apakah
perhitungan zakat kita telah benar, apakah rasa riya kita waktu
mengeluarkan zakat telah sirna, dan apakah penyalurannya telah efektif ?
Apakah haji kita sudah sempurna sehingga layak disebut haji mabrur ?
Kalau anda menjawab dengan pede bahwa semua pertanyaan tersebut ya atau
yes, maka aku ucapkan "Selamat". Karena kalau aku terus terang masih
belum menghasilkan jawaban "ya" jawabannya baru sampai mudah-mudahan,
Insya Allah pokoknya aku berusaha. Masalah benar tidaknya, sempurna
tidaknya, atau diterima tidaknya, aku serahkan semua kepada Allah.
Aku
menyadari bahwa ibadahku baik dari sisi niat, membebaskan dari riya,
kesucian hati maupun fisik, tata-cara pelaksanaan, semuanya masih jauh
dari sempurna. Ya Allah, hanya dengan pertolongan-Mu dan hanya dengan
ridho-Mu aku bisa terbebas dari api neraka. Tanpa ridho-Mu tidak mungkin
aku bisa menggapai surga-Mu, tapi aku pasti gak kuat menahan siksa
neraka-Mu, oleh karena itu tuntunlah aku agar mampu mewujudkan status
yang kau amanahkan padaku yaitu menjadi hamba-Mu.
Jadi kembali
ke matematika pahala, sebagaimana matematika berapapun perkalian
hasilnya tergantung angka yang dikalikan. Misalnya sholat di mesjid
Haram dihargai 100.000 kali kalau ternyata nilai sholatnya dihargai nol
karena terdapat ketidak sempurnaan dan tidak mendapat ridho-Nya karena
ada sedikit harta yang tercampuri dengan riba, maka hasilnya tetap saja
menjadi nol atau NIHIL. Angka perkalian-perkalian tersebut baru bernilai
apabila ibadah yang dikerjakan telah benar dan sempurna sesuai dengan
standar yang Allah tetapkan......masalahnya siapa yang tahu pasti
"standar" tersebut, karena kepastian hanya ada di yang Maha Pencipta
Al-Kholik yang Maha Kekal.
Kadang aku berfikir jangan-jangan
angka kelipatan-kelipatan pahala itu sejatinya adalah hanya sebuah
teknik motivasi. Karena waktu sholat subuh dan isya mestinya atau
sewajarnya orang sudah kembali ke rumah, jadi harusnya sudah bisa
beribadah sholat berjamaah di mesjid dekat rumahnya. Maka diberilah
pahala yang lebih banyak berlipat-lipat kalau mau mengerjakan sholat
subuh dan isya berjamaan di mesjid, karena kalau tidak dijanjikan reward
yang oke, orang cenderung males. Kalau diberikan reward orang akan
termotivasi untuk mengerjakan. Dengan sholat berjamaah di mesjid akan
tercipta pembauran atau sosialisasi antar tetangga sehingga ukuwah
islamiyah akan makmur di daerah tersebut.
Andai uraian di atas
ada yang benar tentunya itu karena ada tuntunan dari Allah SWT, tetapi
bila ada yang salah tentunya itu kekhilafan aku pribadi, oleh karena itu
aku mohon ampun pada-Mu ya Allah. Tuntunlah aku agar selalu mendapat
ridho-Mu. Amin.
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1433 H, Taqoballallohu Mina Waminkum, Syiamana Wasyiamakum, Minal Aidin Wal Faidzin, Mohon Maaf Lahir dan Batin.
(salam hangat dari kang sepyan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar