Kamis, 23 Agustus 2012

MATEMATIKA PAHALA

Ada sebuah buku saku kecil yang dibagi-bagikan saat pertama kali aku ditugaskan bekerja di perbankan syariah, buku terbitan bogor yang isinya mengupas tentang pentingnya sholat berjamaah di mesjid. Dijelaskan bahwa yang paling penting adalah sholat subuh dan sholat isya, dengan pertimbangan terdapat hadist yang menyatakan bahwa apabila sholat isya berjamaah dimasjid maka akan mendapat pahala sama dengan sholat setengah malam, dan apabila sholat subuh berjamaah dimesjid sama dengan sholat sepanjang malam.

Lalu berdasarkan hal di atas dihitung dengan menggunakan asumsi sekali sholat lima menit, maka sepanjang malam atau 12 jam sama dengan 144 kali lipat dan kalau setengah malam artinya 72 kali lipat.  Sehingga cara cerdas memperbanyak pahala adalah dengan sholat berjamaah di mesjid karena mendapat 27 derajat dan akan lebih menguntungkan bila sholat isya di mesjid karena akan mendapat 72 x 27 derajat atau 1.944 derajat. Apalagi kalau sholat subuh di mesjid akan mendapat 144 x 27 derajat atau 3.888 derajat.

Disamping keutamaan sholat Isya dan sholat subuh di Mesjid, banyak hal lain yang mengupas tentang berlipat gandanya pahala, misalnya sholat di masjid Nabawi Madinah 1.000 kali lipat, sholat di masjid Haram Mekkah 100.000 kali lipat.  Sampai timbul guyonan bahwa ada salah seorang haji yang merasa sudah tidak perlu sholat lagi karena telah mempunyai tabungan sholat yang cukup banyak ketika kemaren berhaji. Bayangkan saja 100.000 pahala, belum lagi dikalikan 27 karena sholat berjamaah.....kalau dihitung-hitung sudah beberapa kali lipat waktu hidup manusia yang hanya berkisar 60 sampai 70-an tahun.

Demikian pula dengan malam lailatul qodar yang pahala ibadahnya sama dengan seribu bulan, serta beberapa hal lainnya yang menjanjikan pahala berkali-kali lipat kalau beribadah pada waktu-waktu tertentu ataupun beribadah di tempat-tempat tertentu dan dengan cara-cara tertentu.

Kadang aku suka berfikir apakah perkalian pahala tersebut benar-benar perkalian seperti kita pelajari di Sekolah Dasar ? sehingga secara dangkal diartikan bahwa sholat subuh di Mesjid sebagai cara cerdas meraih pahala atau pak haji gak perlu sholat lagi karena telah memiliki tabungan sholat di Haram ? ataukah ada sesuatu dibalik pertanyaan-pertanyaan tersebut. Logika dewasaku lebih cenderung menduga adanya hal lain yang dimaksudkan dibalik besarnya pahala yang dijanjikan.

Menyimak khutbah Jum'at pak Adiyaksa Dault menyampaikan bahwa tugas utama manusia hidup di dunia tercantum dalam surat Al-baqoroh yaitu 'hanya' sebagai pengabdi Allah, illa liyabudun. Jadi apabila kita memiliki status-status lain seperti jadi Manajer, Direktur, Pedagang, Ketua RT, Presiden, Ayah, Ibu, Anak, Ketua DKM, Pengemis, rakyat, dll., itu hanyalah status-status accesories, karena status utamanya hanyalah sebagai hambanya Allah, pengabdi Allah, atau budaknya Allah. Dengan kita menyadari status utama kita tersebut, maka kita akan menyadari buat apa kita diciptakan dan apa tujuan hidup kita. Tujuan hidup pengabdi Allah adalah mendapat Ridho Allah atau Mardotillah.

Status kita akan menetukan tujuan hidup kita. Prioritas status hidup menetukan prioritas tujuan hidup. Status sebagai pegawai memiliki tujuan untuk meningkatkan karir. Status sebagai pengusaha memiliki tujuan hidup mendapatkan keuntungan yang besar. Status politisi memiliki tujuan agar mendapatkan kekuasaan. Status Ayah memiliki tujuan menciptakan keluarga bahagia.  Pada dasarnya kita mempunyai beberapa status yang selalu berubah-ubah. Di rumah memiliki status sebaga ayah atau anak atau ibu, kadang-kadang berstatus sebaga majikan bagi pembantu yang ada di rumah, berangkat ke kantor berstatus sebagai sopir atau penumpang, sampai di kantor berstatus sebagai karyawan atau kepala seksi, bahkan direktur, siang makan siang kita berubah lagi status sebagai pembeli, demikian terus status tersebut akan berubah-ubah, sehingga tidak heran kalo facebook cepat sekali menyebarnya karena terdapat media untuk mengungkapkan status, update status.  Tetapi ada sebuah status yang terus melekat yaitu status sebagai PENGABDI ALLAH.  Dengan demikian apapun aktifitas kita tetap harus bertujuan pada status pengabdi Allah yaitu mendapatkan Ridhonya Allah.

Terlalu banyak dosa yang kita lakukan, terlalu banyak perintah yang tidak kita kerjakan, terlalu banyak hal yang dilarang selalu kita kerjakan, terlalu banyak kita melakukan ibadah yang tidak sesuai tuntunan. Apakah sholat kita sudah khusyu ? Apakah puasa kita telah bernilai sehingga bukan cuma menahan haus dan lapar ? Apakah perhitungan zakat kita telah benar, apakah rasa riya kita waktu mengeluarkan zakat telah sirna,  dan apakah penyalurannya telah efektif ? Apakah haji kita sudah sempurna sehingga layak disebut haji mabrur ? Kalau anda menjawab dengan pede bahwa semua pertanyaan tersebut ya atau yes, maka aku ucapkan "Selamat". Karena kalau aku terus terang masih belum menghasilkan jawaban "ya" jawabannya baru sampai mudah-mudahan, Insya Allah pokoknya aku berusaha. Masalah benar tidaknya, sempurna tidaknya, atau diterima tidaknya, aku serahkan semua kepada Allah.

Aku menyadari bahwa ibadahku baik dari sisi niat, membebaskan dari riya, kesucian hati maupun fisik, tata-cara pelaksanaan, semuanya masih jauh dari sempurna. Ya Allah, hanya dengan pertolongan-Mu dan hanya dengan ridho-Mu aku bisa terbebas dari api neraka. Tanpa ridho-Mu tidak mungkin aku bisa menggapai surga-Mu, tapi aku pasti gak kuat menahan siksa neraka-Mu, oleh karena itu tuntunlah aku agar mampu mewujudkan status yang kau amanahkan padaku yaitu menjadi hamba-Mu.

Jadi kembali ke matematika pahala, sebagaimana matematika berapapun perkalian hasilnya tergantung angka yang dikalikan. Misalnya sholat di mesjid Haram dihargai 100.000 kali kalau ternyata nilai sholatnya dihargai nol karena terdapat ketidak sempurnaan dan tidak mendapat ridho-Nya karena ada sedikit harta yang tercampuri dengan riba, maka hasilnya tetap saja menjadi nol atau NIHIL. Angka perkalian-perkalian tersebut baru bernilai apabila ibadah yang dikerjakan telah benar dan sempurna sesuai dengan standar yang Allah tetapkan......masalahnya siapa yang tahu pasti "standar" tersebut, karena kepastian hanya ada di yang Maha Pencipta Al-Kholik yang Maha Kekal.

Kadang aku berfikir jangan-jangan angka kelipatan-kelipatan pahala itu sejatinya adalah hanya sebuah teknik motivasi.  Karena waktu sholat subuh dan isya mestinya atau sewajarnya orang sudah kembali ke rumah, jadi harusnya sudah bisa beribadah sholat berjamaah di mesjid dekat rumahnya. Maka diberilah pahala yang lebih banyak berlipat-lipat kalau mau mengerjakan sholat subuh dan isya berjamaan di mesjid, karena kalau tidak dijanjikan reward yang oke, orang cenderung males. Kalau diberikan reward orang akan termotivasi untuk mengerjakan. Dengan sholat berjamaah di mesjid akan tercipta pembauran atau sosialisasi antar tetangga sehingga ukuwah islamiyah akan makmur di daerah tersebut.

Andai uraian di atas ada yang benar tentunya itu karena ada tuntunan dari Allah SWT, tetapi bila ada yang salah tentunya itu kekhilafan aku pribadi, oleh karena itu aku mohon ampun pada-Mu ya Allah. Tuntunlah aku agar selalu mendapat ridho-Mu. Amin.

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1433 H, Taqoballallohu Mina Waminkum, Syiamana Wasyiamakum, Minal Aidin Wal Faidzin, Mohon Maaf Lahir dan Batin.

(salam hangat dari kang sepyan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar