Ketika aku sampaikan bahwa acara hari ini ingin mengunjungi kantor yang
berada di Gunung Halu, teman-teman di Bandung seolah gak percaya. "jauh
pak" kata mereka, "itu mah di sisi gunung, jalannya bulak belok, rusak
lagi banyak lubangnya" teman yang lain menambahkan memberikan gambaran.
Tetapi ketika aku tetap tidak bergeming pada rencana semula, ada juga
teman yang bilang "pemandangannya bagus pak", hehehe, lumayan khan ada
sisi positifnya. "Kalau tetap mau kesana, sebaiknya segera berangkat
sekarang biar tidak kemalaman" demikian teman lainnya menimpali.
Kebetulan pada waktu itu kami sedang berkumpul di Bandung dengan para
manajer bisnis dari berbagai penjuru kota di Jawa Barat.
Jam 11
tepat, aku baru bisa berangkat diantar sopir, maklum masih harus ngisi dulu
acara pagi-pagi. Dari Bandung menyusuri jalan Sudirman dan belok masuk
ke daerah Cijerah. Kecepatan mobil hanya sekitar 20-30 km per jam
karena jalan yang dilalui cukup sempit. Sebelah kanan dan kiri jalan
banyak yang berjualan serta angkot (angkutan kota) yang berwarna oranye
kecoklatan sering berhenti di tengah jalan. Sehingga memaksa kendaraan
dibelakangnya harus menunggu dia menaik-turunkan penumpang, yang
berakibat pada semakin kecilnya peluang kita menginjak gas. Memang daya
"maklum" kita ketika berada di jalanan Indonesia harus sangat tinggi.
Entah
karena semalam kurang tidur, ternyata dengan kondisi jalan seperti itu
aku sempat tertidur. Mulai terbangun ketika terjadi guncangan yang
cukup keras, karena mobil tidak bisa menghindari lobang yang menganga
cukup besar. "musim hujan ini, jalan tambah parah pak" kata
sopir, ketika mengetahui aku mulai terbangun. Setelah perjalanan satu
setengah jam, kami baru sampai daerah Cililin. Suatu daerah yang
terkenal dengan "wajit cililin" yang di bungkus daun jagung.
Angkutan
kota sudah jarang terlihat, tapi sekali-sekali ketemu dengan bus
tigaperempat untuk angkutan penumpang umum di daerah tersebut. Namun
mobil tetap tidak bisa melaju kencang karena banyak truk yang bergerak
lambat, jalan menyempit, berlubang, dan benar berkelak-kelok. Akibat
banyaknya belokan dan banyaknya guncangan kena lubang, menyebabkan
perutku mulai sedikit berontak. Untung tadi aku milih duduk di depan,
di samping sopir, gak kebayang kalau duduk dibelakang akan tambah
berontak isi perut diguncang-guncang.
Kira-kira tiga perempat jam
kemudian, aku sampai daerah Sindangkerta, kota kecamatan terakhir
sebelum Gunung Halu. Jalan dari Sindangkerta menuju Gunung Halu tambah
menanjak dan mulai tampak di kiri kanan jalan pemandangan sawah dan
gunung batu. Selanjutnya mobil memasuki daerah perkebunan, nampaknya
perkebunan teh dan pinus, namun tidak seperti biasanya, pohon teh maupun
pohon pinusnya agak jarang-jarang. Tidak seperti perkebunan teh di
puncak atau di Pangalengan yang menghampar luas ke manapun mata
memandang. Perkebunan teh gunung halu seperti kurang terawat dan kurang
serius. Sehingga kadang-kadang ada pohon teh nya, namun kadang-kadang
ada tanah yang kosong, entah karena pohon teh telah mati, atau tidak
ditanami.
Menjelang pukul 14.30 sampailah kami di kantor Gunung
Halu, letak kantornya berada di bawah tebing hutan Pinus. Waktu itu
sedang hujan, sehingga sepatu kami ikut mengotori lantai kantor. Maklum
untuk sampai ke kantor kami harus melewati jalan yang sedikit
berlumpur. Aku tengok ke belakang kantor, nampak air mengalir membasahi
sebagian halaman belakang, mebawa beberapa bagian tanah longsoran dari
hutan pinus.
Kantor tersebut dijalankan oleh 10 orang anak muda
yang rata-rata anak Bandung. Mereka semua menyewa sebuah rumah,
sehingga dari hari Senin sampai dengan Jumat mereka tidur bersama dan
kerja bersama. Baru pulang ke kota setiap liburan sabtu dan minggu.
Kerja keras dan pengorbanan mereka lah, yang telah ikut membesarkan
perusahaan. Nana dan Ghea, itulah dua orang anak muda disana yang aku
ingat namanya. Mudah-mudahan kalian semua selalu diberi kesehatan, dan
tambah sukses.
Sepedalaman apapun, selalu ada cerita menariknya.
Katanya di daerah Cilangari, kira-kira perjalanan satu jam naek sepeda
motor dari kantor Gunung Halu, banyak perempuan cantiknya. Kalau
seperti bule, artinya dia mungkin salah satu keturunan mandor kebun
Belanda yang dahulu menjaga perkebunan di Cilangari. Sedangkan kalau
mukanya seperti arab, biasanya itu anaknya TKW yang bekerja di timur
tengah. Di Cilangari, sudah sangat terbiasa dan sudah tidak menjadi aib
lagi, kalo TKW yang pergi ke arab pulang-pulang berbadan dua.
Astagfirullah.
Mudah-mudahan pak Wakil Gubernur baru, yang sinetronnya banyak menyentuh hal-hal yang "marginal" seperti ini, akan mampu mengendus permasalahan rakyat Cilangari dan Gunung Halu. Sehingga bisa sama-sama menikmati kemerdekaan. Bukan hanya berpindah tuan, dari Belanda pindah ke Arab.
(salam hangat dari kang sepyan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar