Rabu, 27 Februari 2013

GUNUNG HALU

Ketika aku sampaikan bahwa acara hari ini ingin mengunjungi kantor yang berada di Gunung Halu, teman-teman di Bandung seolah gak percaya.  "jauh pak" kata mereka, "itu mah di sisi gunung, jalannya bulak belok, rusak lagi banyak lubangnya" teman yang lain menambahkan memberikan gambaran.  Tetapi ketika aku tetap tidak bergeming pada rencana semula, ada juga teman yang bilang "pemandangannya bagus pak", hehehe, lumayan khan ada sisi positifnya.  "Kalau tetap mau kesana, sebaiknya segera berangkat sekarang biar tidak kemalaman" demikian teman lainnya menimpali.  Kebetulan pada waktu itu kami sedang berkumpul di Bandung dengan para manajer bisnis dari berbagai penjuru kota di Jawa Barat.

Jam 11 tepat, aku baru bisa berangkat diantar sopir, maklum masih harus ngisi dulu acara pagi-pagi.  Dari Bandung menyusuri jalan Sudirman  dan belok masuk ke daerah Cijerah.  Kecepatan mobil hanya sekitar 20-30 km per jam karena jalan yang dilalui cukup sempit.  Sebelah kanan dan kiri jalan banyak yang berjualan serta angkot (angkutan kota) yang berwarna oranye kecoklatan sering berhenti di tengah jalan.  Sehingga memaksa kendaraan dibelakangnya harus menunggu dia menaik-turunkan penumpang, yang berakibat pada semakin kecilnya peluang kita menginjak gas.  Memang daya "maklum" kita ketika berada di jalanan Indonesia harus sangat tinggi.

Entah karena semalam kurang tidur, ternyata dengan kondisi jalan seperti itu aku sempat tertidur.  Mulai terbangun ketika terjadi guncangan yang cukup keras, karena mobil tidak bisa menghindari lobang yang menganga cukup besar. "musim hujan ini, jalan tambah parah pak" kata sopir, ketika mengetahui aku mulai terbangun.  Setelah perjalanan satu setengah jam, kami baru sampai daerah Cililin.  Suatu daerah yang terkenal dengan "wajit cililin" yang di bungkus daun jagung.

Angkutan kota sudah jarang terlihat, tapi sekali-sekali ketemu dengan bus tigaperempat untuk angkutan penumpang umum di daerah tersebut.  Namun mobil tetap tidak bisa melaju kencang karena banyak truk yang bergerak lambat, jalan menyempit, berlubang, dan benar berkelak-kelok.  Akibat banyaknya belokan dan banyaknya guncangan kena lubang, menyebabkan perutku mulai sedikit berontak.  Untung tadi aku milih duduk di depan, di samping sopir, gak kebayang kalau duduk dibelakang akan tambah berontak isi perut diguncang-guncang.

Kira-kira tiga perempat jam kemudian, aku sampai  daerah Sindangkerta, kota kecamatan terakhir sebelum Gunung Halu.  Jalan dari Sindangkerta menuju Gunung Halu tambah menanjak dan mulai tampak di kiri kanan jalan pemandangan sawah dan gunung batu.  Selanjutnya mobil  memasuki daerah perkebunan, nampaknya perkebunan teh dan pinus, namun tidak seperti biasanya, pohon teh maupun pohon pinusnya agak jarang-jarang.  Tidak seperti perkebunan teh di puncak atau di Pangalengan yang menghampar luas ke manapun mata memandang.  Perkebunan teh gunung halu seperti kurang terawat dan kurang serius.  Sehingga kadang-kadang ada pohon teh nya, namun kadang-kadang ada tanah yang kosong, entah karena pohon teh telah mati, atau tidak ditanami.

Menjelang pukul 14.30 sampailah kami di kantor Gunung Halu, letak kantornya berada di bawah tebing hutan Pinus.  Waktu itu sedang hujan, sehingga sepatu kami ikut mengotori lantai kantor.  Maklum untuk sampai ke kantor kami harus melewati jalan yang sedikit berlumpur.  Aku tengok ke belakang kantor, nampak air mengalir membasahi sebagian halaman belakang, mebawa beberapa bagian tanah longsoran dari hutan pinus.

Kantor tersebut dijalankan oleh 10 orang anak muda yang rata-rata anak Bandung.  Mereka semua menyewa sebuah rumah, sehingga dari hari Senin sampai dengan Jumat mereka tidur bersama dan kerja bersama.  Baru pulang ke kota setiap liburan sabtu dan minggu.  Kerja keras dan pengorbanan mereka lah, yang telah ikut membesarkan perusahaan.  Nana dan Ghea, itulah dua orang anak muda disana yang aku ingat namanya.  Mudah-mudahan kalian semua selalu diberi kesehatan, dan tambah sukses.

Sepedalaman apapun, selalu ada cerita menariknya.  Katanya di daerah Cilangari, kira-kira perjalanan satu jam naek sepeda motor dari kantor Gunung Halu, banyak perempuan cantiknya.  Kalau seperti bule, artinya dia mungkin salah satu keturunan mandor kebun Belanda yang dahulu menjaga perkebunan di Cilangari.  Sedangkan kalau mukanya seperti arab, biasanya itu anaknya TKW yang bekerja di timur tengah.  Di Cilangari, sudah sangat terbiasa dan sudah tidak menjadi aib lagi, kalo TKW yang pergi ke arab pulang-pulang berbadan dua. Astagfirullah.

Mudah-mudahan pak Wakil Gubernur baru, yang sinetronnya banyak menyentuh hal-hal yang "marginal" seperti ini, akan mampu mengendus permasalahan rakyat Cilangari dan Gunung Halu.  Sehingga bisa sama-sama menikmati kemerdekaan.  Bukan hanya berpindah tuan, dari Belanda pindah ke Arab.

(salam hangat dari kang sepyan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar