Istilah 'blusukan' dipopulerkan oleh Jokowi dan menjadi menasional
ketika Jokowi sedang kampanye calon Gubernur Jakarta, ketika ditanya
wartawan apa strategi kampanyenya dia bilang saya blusukan saja ke
kampung-kampung di seluruh wilayah Jakarta. Dan rupanya kebiasaan
blusukan itu bukan hanya dalam kampanye, tetapi setelah menjabat pun dia
tetap konsisten blusukan mengunjungi rakyatnya, melihat secara langsung
kondisi sebenarnya, rapat di jalanan bersama tamu dari luar negeri,
masuk gorong-gorong, melakukan sidak ke kelurahan untuk memperbaiki
mental pegawai kecamatan dan kelurahan, termasuk menjadi mandor dan
mengangkat batu sewaktu mengatasi jebolnya tanggul Latuharhary.
Kebiasaan
tersebut memang sangat bertolak belakang dengan kebiasaan pejabat pada
umumnya, yang dengan pendidikan tinggi tentang ilmu manajemen, mereka
merasa bahwa sebagai pemimpin tidak perlu dia melakukan seperti itu, toh
sudah ada organisasi yang dirancang untuk mengetahui seluruh denyut
kehidupan rakyat didaerah. Ada RT, RW, Lurah, Camat, Kepala Dinas,
Walikota, dan lain-lain. Bahkan dalam sebuah media on line pak Hidayat
bilang agar Jokowi jangan blusukan terus, khan masa kampanye telah
selesai, jangan terus pencitraan. Sebagian politikus lainnya gerah
melihat tingkah Jokowi yang menuai simpati rakyat, lalu dia bilang bahwa
itu adalah pencitraan menuju kursi Presiden tahun 2014. Anjing
menggong-gong, kafilah berlalu. Tanpa beban, blusukan terus dijalankan.
Pemimpin
yang blusukan merupakan kebalikan dari pemimpin yang selalu berada di
menara gading. Menara gading adalah istilah yang menggambarkan tempat
yang sangat nyaman, tempat yang sulit dijangkau. Untuk bisa sampai
pemimpin tersebut ke menara gading yang diinginkan, diperlukan kerja
keras. Jadi wajar dong, kalau sudah sampai dia menikmati kenyamanan
tersebut. Setelah berada di menara gading, yang bisa masuk hanyalah
orang-orang dekat dan kepercayaan saja. Dan tentunya, agar tidak
mengurangi kenyamanan dan tidak terdepak dari posisi 'orang dekat' maka
hanya laporan yang baik-baik saja yang akan sampai ke menara gading.
Karena kalau memberikan laporan yang tidak baik, walaupun itu kenyataan
sebenarnya, maka dianggap pemberi laporan tersebut tidak bisa bekerja.
Jadilah budaya 'ABS' (asal bapak senang), injak bawah jilat atas seperti
kodok.
Sebetulnya yang paling baik adalah berada di antara kedua
kutub tersebut, blusukan terus ya jangan, karena tenaga satu orang
tentunya terbatas. Tetapi selalu tinggal di menara gading juga ya
jangan, karena menyebabkan keputusan pimpinan bisa saja tidak sesuai
dengan kebutuhan. Namun mengingat kondisi saat ini, apabila kita
jejerkan pemimpin di antarabkutub blusukan dan kutub menara gading,
kebanyakan mereka berkumpul di dekat kutub menara gading. Oleh karena
itu, kalau kita sebagai pemimpin, atau pimpinan dengan skala sekecil
apapun, tidak ada salahnya kalau menambah frekwensi 'busukan' untuk
penyeimbang. Blusukan akan memberikan 'nyawa' terhadap
kebijakan-kebijakan yang di ambil. Blusukan bukan hanya harus dilakukan
oleh pemimpin masyarakat, tetapi perlu juga dilakukan oleh pemimpin
perusahaan untuk menjaga agar perusahaan dapat memuaskan seluruh steak
holder.
Blusukan dalam hal ini, bukan hanya mendatangi
tempat-tempat atau pelosok-pelosok tertentu saja, atau bukan hanya
blusukan tentang wilayah, tetapi juga melakukan blusukan tentang
pekerjaan. Sebagai pimpinan harus mengetahui dan bisa merasakan
bagaimana detil pekerjaan dilakukan oleh bawahan. Meskipun ada sebagian
pendapat yang menyebutkan bahwa sebagai pimpinan tidak perlu detail,
tetapi menurut pemahamanku, hanya dengan mengetahui detail pekerjaan
bawahan maka pimpinan dapat melakukan perbaikan baik dari sisi proses,
kebijakan, maupun prosedur.
Ipad yang diproduksi Apple yang
dipakai untuk menulis ini pun dilahirkan dari penguasaan Steve Job CEO
yang sangat menguasai detail pekerjaan. Mulai dari penciptaan produk,
mencari bahan baku, merekrut orang terbaik, memastikan bentuk, warna,
kegunaan, termasuk merencanakan dan melaksanakan peluncuran produk.
Pimpinan harus mempunyai mimpi, mencari orang dan bahan yang dapat
membantu mencapai mimpi, dan terus mendampingi serta mengontrol upaya
mewujudkan mimpi tersebut. Bahkan sampai upaya membagikan mimpi kepada
masyarakat atau costumer yang membutuhkan.
Contoh lain adalah ibu
Walikota Surabaya, yang bersedia memungut sampah memberi contoh kepada
semua pejabat dan warga untuk membantu mempercantik kota. Hasilnya bisa
sangat dirasakan, khususnya untuk orang yang sudah lama tidak pergi ke
Surabaya. Kota tersebut yang dahulu kumuh, sekarang menjadi bersih,
hujau, rimbun, dan segar. Maka, hai para pemimpin bermimpilah, lalu
ajak semua orang untuk mewujudkan mimpi tersebut mumpung sedang jadi
pemimpin. Tapi jangan hanya ngajak tok, berilah contoh, temani mereka,
rasakan, dan jadikan itu sebagai mimpi bersama.
Aku merasakan
sendiri, dalam satu bidang pekerjaan yang sama pada periode tahun lalu,
karena organisasi tidak memungkinkan untuk melakukan 'blusukan', maka
kebijakan-kebijakan dibuat berdasarkan masukan-masukan dari pimpinan di
daerah. Kalaupun aku melakukan diskusi, cukup dengan memanggil pimpinan
daerah di kantor regional. Ketika tahun ini ada perubahan organisasi
yang memungkinkan untuk melakukan langsung diskusi dengan pegawai
marketing ataupun pegawai layanan strata atau outlet tebawah, aku baru
menyadari. Banyak hal-hal atau kebijakan-kebijakan yang dulu aku buat
ternyata tidak nginjak bumi. Seakan-akan kebijakan tersebut dibuat di
atas awan. Atau bisa saja kebijakan itu memang bagus, tetapi
teman-teman pegawai strata terbawah tidak memahami atau bahkan tidak
mengetahuinya, sehngga tidak dilaksanakan. Karena tidak ada yang
melakukan kontrol, semua laporan baik-baik saja. Semua instruksi
dijawab dengan 'baik pak' 'siap laksanakan', dan kita senang
mendengarnya. Semua laporan di poles, koreng ditutupi dengan dempul
tebal. Kalau sudah kempis diisi dengan angin atau air sehingga
kelihatan menggelembung.
Tapi percayalah kawan, kebiasaan
manipulatif ini hanya akan bertahan sementara. Lama-lama bau busuk
tersebut pasti akan tercium juga. Lama-lama angin yang membuat laporan
kelihatan gendut, akan kempes juga kembali ke bentuk aslinya. Jangan
sampai pemimpin baru menyadari setelah semuanya terlambat. Mari kita
mulai melakukan blusukan untuk mengontrol dan memastikan bahwa mimpi
kita benar-benar terwujud, abadi. Memang akan memakan waktu lebih lama
dan akan menguras energi lebih banyak melakukan blusukan dibanding
dengan cukup melakukan delegasi dan menerima laporan di menara gading.
Tetapi itu akan memberikan hasil yang lebih baik dan lebih nyata. Dan
ada kepuasan serta kebahagiaan tersendiri, bagi pimpinan yang dekat
dengan bawahan. Blusukan akan meningkatkan empati pimpinan pada
bawahan. Empat tersebut akan meningkatkan cinta bawahan terhadap
pimpinan, yang perwujudannya adalah peningkatan produktifitas dan
penghilangan 'fraud'. Betapa nikmatnya ada dalam kondisi tersebut,
produktifitas meningkat dan kebahagiaan kerja juga meningkat.
Menara
gading membuat pemimpin menjadi kehilangan huruf n, yaitu menjadi
pemimpi. Blusukan ke setiap detail pekerjaan dan blusukan ke semua
sudut-sudut wilayah kerja yang membuat huruf n tersebut kembali,
sehingga Anda tetap jadi pemimpin sejati..........jadi.....marilah kita
'blusukan'.
Aceh-Jakarta 23 Januari 2013
(salam hangat dari kang sepyan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar