Selasa, 05 Februari 2013

MANAJEMEN BLUSUKAN

 Istilah 'blusukan' dipopulerkan oleh Jokowi dan menjadi menasional ketika Jokowi sedang kampanye calon Gubernur Jakarta, ketika ditanya wartawan apa strategi kampanyenya dia bilang saya blusukan saja ke kampung-kampung di seluruh wilayah Jakarta.  Dan rupanya kebiasaan blusukan itu bukan hanya dalam kampanye, tetapi setelah menjabat pun dia tetap konsisten blusukan mengunjungi rakyatnya, melihat secara langsung kondisi sebenarnya, rapat di jalanan bersama tamu dari luar negeri, masuk gorong-gorong, melakukan sidak ke kelurahan untuk memperbaiki mental pegawai kecamatan dan kelurahan, termasuk menjadi mandor dan mengangkat batu sewaktu mengatasi jebolnya tanggul Latuharhary.

Kebiasaan tersebut memang sangat bertolak belakang dengan kebiasaan pejabat pada umumnya, yang dengan pendidikan tinggi tentang ilmu manajemen, mereka merasa bahwa sebagai pemimpin tidak perlu dia melakukan seperti itu, toh sudah ada organisasi yang dirancang untuk mengetahui seluruh denyut kehidupan rakyat didaerah.  Ada RT, RW, Lurah, Camat, Kepala Dinas, Walikota, dan lain-lain.  Bahkan dalam sebuah media on line pak Hidayat bilang agar Jokowi jangan blusukan terus, khan masa kampanye telah selesai, jangan terus pencitraan.  Sebagian politikus lainnya gerah melihat tingkah Jokowi yang menuai simpati rakyat, lalu dia bilang bahwa itu adalah pencitraan menuju kursi Presiden tahun 2014. Anjing menggong-gong, kafilah berlalu.  Tanpa beban, blusukan terus dijalankan.

Pemimpin yang blusukan merupakan kebalikan dari pemimpin yang selalu berada di menara gading.  Menara gading adalah istilah yang menggambarkan tempat yang sangat nyaman, tempat yang sulit dijangkau.  Untuk bisa sampai pemimpin tersebut ke menara gading yang diinginkan, diperlukan kerja keras.  Jadi wajar dong, kalau sudah sampai dia menikmati kenyamanan tersebut.  Setelah berada di menara gading, yang bisa masuk hanyalah orang-orang dekat dan kepercayaan saja.  Dan tentunya, agar tidak mengurangi kenyamanan dan tidak terdepak dari posisi 'orang dekat' maka hanya laporan yang baik-baik saja yang akan sampai ke menara gading.  Karena kalau memberikan laporan yang tidak baik, walaupun itu kenyataan sebenarnya, maka dianggap pemberi laporan tersebut tidak bisa bekerja.  Jadilah budaya 'ABS' (asal bapak senang), injak bawah jilat atas seperti kodok.

Sebetulnya yang paling baik adalah berada di antara kedua kutub tersebut, blusukan terus ya jangan, karena tenaga satu orang tentunya terbatas.  Tetapi selalu tinggal di menara gading juga ya jangan, karena menyebabkan keputusan pimpinan bisa saja tidak sesuai dengan kebutuhan.  Namun mengingat kondisi saat ini, apabila kita jejerkan pemimpin di antarabkutub blusukan dan kutub menara gading, kebanyakan mereka berkumpul di dekat kutub menara gading.  Oleh karena itu, kalau kita sebagai pemimpin, atau pimpinan dengan skala sekecil apapun, tidak ada salahnya kalau menambah frekwensi 'busukan' untuk penyeimbang.  Blusukan akan memberikan 'nyawa' terhadap kebijakan-kebijakan yang di ambil.  Blusukan bukan hanya harus dilakukan oleh pemimpin masyarakat, tetapi perlu juga dilakukan oleh pemimpin perusahaan untuk menjaga agar perusahaan dapat memuaskan seluruh steak holder.

Blusukan dalam hal ini, bukan hanya mendatangi tempat-tempat atau pelosok-pelosok tertentu saja, atau bukan hanya blusukan tentang wilayah, tetapi juga melakukan blusukan tentang pekerjaan.  Sebagai pimpinan harus mengetahui dan bisa merasakan bagaimana detil pekerjaan dilakukan oleh bawahan.  Meskipun ada sebagian pendapat yang menyebutkan bahwa sebagai pimpinan tidak perlu detail, tetapi menurut pemahamanku, hanya dengan mengetahui detail pekerjaan bawahan maka pimpinan dapat melakukan perbaikan baik dari sisi proses, kebijakan, maupun prosedur.

Ipad yang diproduksi Apple yang dipakai untuk menulis ini pun dilahirkan dari penguasaan Steve Job CEO yang sangat menguasai detail pekerjaan.  Mulai dari penciptaan produk, mencari bahan baku, merekrut orang terbaik, memastikan bentuk, warna, kegunaan, termasuk merencanakan dan melaksanakan peluncuran produk.  Pimpinan harus mempunyai mimpi, mencari orang dan bahan yang dapat membantu mencapai mimpi, dan terus mendampingi serta mengontrol upaya mewujudkan mimpi tersebut.  Bahkan sampai upaya membagikan mimpi kepada masyarakat atau costumer yang membutuhkan.

Contoh lain adalah ibu Walikota Surabaya, yang bersedia memungut sampah memberi contoh kepada semua pejabat dan warga untuk membantu mempercantik kota.  Hasilnya bisa sangat dirasakan, khususnya untuk orang yang sudah lama tidak pergi ke Surabaya.  Kota tersebut yang dahulu kumuh, sekarang menjadi bersih, hujau, rimbun, dan segar.  Maka, hai para pemimpin bermimpilah, lalu ajak semua orang untuk mewujudkan mimpi tersebut mumpung sedang jadi pemimpin.  Tapi jangan hanya ngajak tok, berilah contoh, temani mereka, rasakan, dan jadikan itu sebagai mimpi bersama.

Aku merasakan sendiri, dalam satu bidang pekerjaan yang sama pada periode tahun lalu, karena organisasi tidak memungkinkan untuk melakukan 'blusukan', maka kebijakan-kebijakan dibuat berdasarkan masukan-masukan dari pimpinan di daerah.  Kalaupun aku melakukan diskusi, cukup dengan memanggil pimpinan daerah di kantor regional.  Ketika tahun ini ada perubahan organisasi yang memungkinkan untuk melakukan langsung diskusi dengan pegawai marketing ataupun pegawai layanan strata atau outlet tebawah, aku baru menyadari.  Banyak hal-hal atau kebijakan-kebijakan yang dulu aku buat ternyata tidak nginjak bumi.  Seakan-akan kebijakan tersebut dibuat di atas awan.  Atau bisa saja kebijakan itu memang bagus, tetapi teman-teman pegawai strata terbawah tidak memahami atau bahkan tidak mengetahuinya, sehngga tidak dilaksanakan.  Karena tidak ada yang melakukan kontrol, semua laporan baik-baik saja.  Semua instruksi dijawab dengan 'baik pak' 'siap laksanakan', dan kita senang mendengarnya.  Semua laporan di poles, koreng ditutupi dengan dempul tebal.  Kalau sudah kempis diisi dengan angin atau air sehingga kelihatan menggelembung.

Tapi percayalah kawan, kebiasaan manipulatif ini hanya akan bertahan sementara.  Lama-lama bau busuk tersebut pasti akan tercium juga.  Lama-lama angin yang membuat laporan kelihatan gendut, akan kempes juga kembali ke bentuk aslinya.  Jangan sampai pemimpin baru menyadari setelah semuanya terlambat.  Mari kita mulai melakukan blusukan untuk mengontrol dan memastikan bahwa mimpi kita benar-benar terwujud, abadi.  Memang akan memakan waktu lebih lama dan akan menguras energi lebih banyak melakukan blusukan dibanding dengan cukup melakukan delegasi dan menerima laporan di menara gading.  Tetapi itu akan memberikan hasil yang lebih baik dan lebih nyata.  Dan ada kepuasan serta kebahagiaan tersendiri, bagi pimpinan yang dekat dengan bawahan.  Blusukan akan meningkatkan empati pimpinan pada bawahan.  Empat tersebut akan meningkatkan cinta bawahan terhadap pimpinan, yang perwujudannya adalah peningkatan produktifitas dan penghilangan 'fraud'.  Betapa nikmatnya ada dalam kondisi tersebut, produktifitas meningkat dan kebahagiaan kerja juga meningkat.

Menara gading membuat pemimpin menjadi kehilangan huruf n, yaitu menjadi pemimpi.  Blusukan ke setiap detail pekerjaan dan blusukan ke semua sudut-sudut wilayah kerja yang membuat huruf n tersebut kembali, sehingga Anda tetap jadi pemimpin sejati..........jadi.....marilah kita 'blusukan'.

Aceh-Jakarta 23 Januari 2013

(salam hangat dari kang sepyan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar