Jumat, 17 Mei 2013

MERAH HITAM BULAN BINTANG

Ketika itenarary perjalanan sudah terinci dengan rapi, tiket sudah dibeli, demikian pula mobil jemputan dan hotel disetiap kota yang akan kami singgahi sudah dikoordinasikan.  Jumat sore aku ditelepon pak Ali Akbar, kolegaku di Banda Aceh yang mengkoordinasi bisnis di regional Aceh.  "Pak, hati-hati....situasi di daerah perbatasan Sumut dengan Aceh sedang memanas".  Deg !!!  pikiran dan hatiku seolah-olah berhenti sebentar.  Pak Ali menjelaskan bahwa sehubungan dengan belum selesainya persoalan bendera Aceh, yang telah di-qanun-kan oleh pemerintah Aceh, namun belum disetujui pemerintah pusat, karena "konon" tidak sesuai dengan MoU Helsinky.  "Hari rabu kemarin, saya dan rombongan baru jalan dari Kuala Simpang menuju Banda Aceh, dan dijalanan banyak sweeping.  Kadang sweeping oleh aparat atau kadang sweeping oleh pihak lain.  Yang sweeping oleh pihak lain itulah yang berabe" demikian pak Ali memberikan gambaran.

Aku berempat dengan temen lainnya berencana untuk mengunjungi Kuala Simpang, Langsa, dan Lhokseumawe.  Perjalanan direncanakan hari Senin pagi dan pulang Kamis siang mengunjungi ketiga kota tersebut dan diperkirakan sampai di Lhokseumawe sekitar jam 8 malam.  Akhirnya untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, maka diputuskan untuk menginap di Langsa, agar tidak melakukan perjalanan di atas jam 6 sore.  Perjalanan Langsa Lhokseumawe diteruskan keesokan harinya, karena masih memerlukan 3 sampai 3,5 jam perjalanan.  Daerah Langsa terutama Idi Rayeuk dan Peureulak memang terkenal daerah basis GAM, dan itu berada diantara perjalanan kota Langsa menuju Lhokseumawe.

Untuk memastikan serta mengatisipasi adanya sweeping atau hal lainnya, maka teman di Banda Aceh membantu kami dengan mengirimkan salah satu stafnya untuk memandu perjalanan dari Medan.  Dia berangkat melalui pesawat dari Banda Aceh dan ketemu di Medan.  Maksudnya untuk memastikan kita tidak salah sikap ketika menghadapi sweeping yang sewaktu-waktu mungkin terjadi.  Karena, salah-salah bersikap, salah-salah memilih kata dan kalimat yang tepat, atau salah-salah menebak apakah aparat atau bukan aparat, bisa berakibat fatal. Horor sekali kedengarannya.

Setelah makan siang dan sholat di warung ACC Medan, kami meneruskan perjalanan menuju Langsa.  Melewati Binjai, Stabat, sampai masuk ke perbatasan Langsa.  Alhamdulillah sampai jam 4 sore di kota  Langsa tidak terjadi apa-apa.  Kota Langsa pun aku lihat ramai seperti biasa, tidak seperti dalam kondisi bahaya.  Disepanjang jalan tengah kota dekat alun-alun Langsa, para pedagang tampak sedang bersiap-siap menata tempat dan dagangan, yang umumnya berupa makanan.  Ada nasi goreng, mie aceh, jagung bakar, manisan jambu, minuman, dan sebagainya.  Berjejer-jejer sepanjang jalan dengan roda berisi makanan dan beberapa meja yang disimpan di trotoar yang dilengkapi dengan kursi plastik.  Kehidupan malam di Langsa berlangsung seperti biasa.  Memang setelah melewati perbatasan Aceh, dipinggir jalan ada satu dua bendera merah bergaris hitam dan ditengahnya ada bulan bintang, tapi tidak banyak dan sekali-kali diselingi dengan bendera merah putih pudar.

Ketika kami sedang ngobrol dengan tuan rumah di Langsa, ada berita yang mengejutkan, yaitu di kota Lhokseumawe jam 4 sore hari itu ada penembakan terhadap mobil box, oleh pengendara sepeda motor dengan menggunakan senjata api.  Belum diketahui secara jelas apa motif dibalik itu, apakah perampokan atau motif ideologi.  Yang jelas, pengendara mobil box terkena tembakan di tangannya dan dibawa ke Rumah Sakit.  Kembali kami ketar-ketir, apalagi sebelum berangkat aku juga memdapat cerita bahwa kadang-kadang dilakukan sweeping ke kamar, dan tidak ada orang yang tahu kalau hal itu terjadi.   Aman.....aman.....aman, aku besarkan hatiku dan hati teman-temanku.  Perjalanan dalam rangka tugas, Insya Allah dilindungi oleh yang Maha Kuasa.

Alhamdulillah, aku tidur nyenyak sampai pagi.  Malahan jam setengah enam pagi, aku masih berani jalan-jalan berolah raga pagi ke jalan perkampungan di sekitar hotel.  Namun tidak bisa berlama-lama, karena agenda hari itu seharusnya pagi-pagi sudah berada di Lhokseumawe, sehingga harus berangkat sebelum jam 7 pagi, karena jarak perjalanan dari Langsa ke Lhokseumawe memerlukan waktu sekitar 3 sampai 3,5 jam.  Hampir sama dengan waktu tempuh perjalanan dari Medan ke Kuala Simpang.  Sedangkan waktu tempuh dari Kuala Simpang ke Langsa hanya sekitar 45 menit sampai satu jam.  Jadi total perjalanan Medan ke Lhokseumawe kira-kira 7,5 sampai 8 jam.

Perjalanan dari Langsa ke Lhokseumawe pagi hari, biasanya lancar.  Namun pagi itu agak tersendat karena banyak sekali mobil truk di perjalanan.  Pak Jun, sopir yang menjemput kami menyebutkan bahwa sejak ada isu bendera ini, mobil truk tersebut tidak berani lagi jalan malam.  Mereka mengatur waktu perjalanan agar ketika memasuki daerah Idi Rayeuk sudah pagi.  Sepanjang perjalanan dari Langsa ke Lhokseumawe seperti sedang masa kampanye, bendera merah bergaris hitam dan ditengahnya ada gambar bulan dan bintang, serasa meneror kami.  Menggelitik sudut  ideologi kami yang masih tersisa dan sudah memudar, yang dahulu ditanamkan oleh Bapak dan ibu Guru SD, SMP, SMA.  Yang dahulu didoktrinkan oleh Bapak-bapak yang menatar kami selama 100 jam, sebagai persyaratan agar kami dapat mengikuti pendidikan di Universitas Negeri.  Apalagi di daerah Idi Rayeuk, daerah Peureulak, demikian juga disekitar pertambangan minyak Chevron Lhokseumawe, di Lhok Sukon, banyak bendera dengan ukuran raksasa yang diikatkan dengan tiang terbuat dari pohon Jambe.  Pohon yang tinggi dan lurus sebesar tiang listrik, yang biasanya dipakai untuk pesta "rebutan", disana dengan gagahnya menopang kain merah bergaris hitam bergambar hitam bulan dan bintang.  Hatiku ingin berontak, tapi tidak bisa berbuat apa-apa.  Pemerintah aja sepertinya diam dan membiarkan ?

Alhamdulillah, ternyata aku masih memiliki "rasa" Indonesia.  Tapi aku jadi kesal, karena yang diperdengarkan dan dipertontonkan oleh pemerintah di televisi hanya keragu-raguan mengambil keputusan, politik akomodatif untuk hal penting.  Serta politik "lebay" untuk hal yang menurutku remeh-temeh.  Pembicaraan "lisan" dilaporkan ke Mabes Polri karena kurang kata "oknum".  Padahal kalau berkaca ???  Semut di ujung lautan jelas kelihatan, tetapi gajah dipelupuk mata tidak tampak.

Berita penembakan kemaren, ternyata perampokan biasa.  Orang tersebut setiap sore memang biasa membawa uang sekitar 500 juta sampai satu milyar untuk disetorkan ke bank, menutup rekening giro yang telah dia keluarkan.  Jadi sudah diincar sejak lama.  Tapi ada lagi "rumor" yang menghebohkan, katanya beberapa waktu yang lalu TNI sempat menghadang 3 kapal yang menyelundupkan senjata dan amunisi, namun hanya satu kapal yang dapat digagalkan.  Dua kapal lainnya menjadi teror bagi penduduk Aceh.  Ada juga rumor yang mendengar sebuah tembakan.  Tapi benar atau tidaknya rumor tersebut, Wallahualam.

Yang jelas, sore hari Kamis ini, kami berempat telah berada di lambung pesawat menuju Jakarta dengan selamat.  Teriring do'a buat rakyat Aceh, semoga ada jalan keluar terbaik.  Politik bukan bertujuan "tok" untuk mencapai kekuasaan, tetapi yang lebih hakiki adalah untuk mensejahterakan.  Kalau pada ribut terus.......bagaimana mau sejahtera ??????


(salam hangat dari kang sepyan)

1 komentar:

  1. Catatan ; pohon jambe artinya pohon pinang, terus pesta rebutan artinya acara panjat pinang....sorry nyunda pisan

    BalasHapus