Kamis, 09 Mei 2013

NEGERI PREMAN

Libur karena merayakan apa, menjadi tidak penting.  Yang penting hari ini hari kamis  9 Mei tanggalan di kalender berwarna merah, artinya besok harpitnas atau hari kejepit nasional.  Penerjemahan sekarang setelah tempat kerja pindah ke Jakarta dan bisa  berkumpul keluarga, artinya liburan gak boleh keluar kota, macetnya jalan tol Jakarta ke Bandung minta ampun.  Artinya hari ini bolehlah berleha-leha, bangun siang, menikmati selimut lebih lama dari biasanya.  Artinya bisa memiliki waktu yang cukup untuk sholat berjamaah di mesjid dan berinteraksi dengan tetangga-tetangga jamaah mesjid.

Selesai shalat dzuhur, aku berkumpul di bagian dalam mesjid dengan ustadz Syatibi ketua DKM, Haji Sudiat Bendahara DKM, dan Haji Mulyono yang dipercaya menjadi seksi pembangunan mesjid,  maklummesjid kami masih dalam tahap pembangunan terus, sudah hampir delapan tahun membangun, masih belum selesai jadi masih ada seksi pembangunan mesjid (baca ; kang sepyan ngawadul dengan judul Mesjidkuuuu).  Sambil menengadah ke atas menikmati kubah mesjid yang baru dipasang sebagian, yaitu melihat besi-besi kokoh warna hijau tua membentuk kubah dan ditutupi oleh sejenis plastik tebal warna putih.  Konon katanya diatas plastik tersebut akan dipasang bahan dari enamail yang berwarna-warni sebagai bagian luar kubah, dan dibawah plastik tersebut akan dipasang sejenis gypsum bergambar langit.  Ustadz Syatibi bilang, entah sengaja menginformasikan ke aku atau mungkin cuma ngomong sendiri  "alhamdulillah sudah dibayar 95%  kubah ini".  "Tapi sebagian dibiayai dari hutang" pak Sudiat langsung menimpali.   

Kubah menjadi hal yang sangat kami idam-idamkan tetapi sulit sekali mewujudkannya, karena dana yang masuk tidak begitu banyak padahal biaya kubah sangat mahal.  Tawaran yang datang mulai dari Rp 450 juta sampai Rp. 650 juta.  Dana yang ada tidak pernah bisa terkumpul sebanyak itu karena pembangunan fisik yang lain pun seperti menyelesaikan tingkat dua, menyelesaikan pagar, menyelesaikan kamar mandi dan tempat wudu, dan lain-lain, sama-sama mendesak untuk segera diselesaikan.  Akhirnya setahun terakhir kami bertekad untuk "puasa" membangun, uang semuanya dikumpulin sampai terkumpul Rp. 150 juta.  Lalu dilakukan lelang lagi dalam rapat mesjid dan terkumpul tambahan 80 jutaan.  Dengan modal nekad, akhirnya panitia memesan kubah dengan harga Rp. 325 juta yang sekarang terpasang dan Alhamdulillah sudah terbayar 95% walaupun terpasangnya mungkin baru 50%.  Selalu ada keajaiban ketika kita membangun mesjid.  Utang yang dimaksud pak Sudiat-pun bukan utang ke pihak ketiga, tetapi utang ke kas mesjid serta utang ke dana cadangan pembelian wakaf tanah untuk rencana perluasan halaman mesjid.

Akhirnya kami terlibat obrolan tentang sumber dana pembangunan mesjid.  Ada sumber dana yang sampai saat ini belum bisa cair yaitu sesuai janji pak Walikota.  walikota Mohtar Muhamad dalam tahun 2011 sudah menjanjikan akan menyumbang Rp. 25 juta, dan kemaren ketika dalam peringatan maulid nabi kami undang walikota yang baru (sebelumnya wakil walikota dan diangkat menjadi walikota karena walikota lama ditangkap kpk), walikota pengganti menyatakan kita anulir saja janji yang Rp. 25 juta dan kita ganti dengan janji baru yaitu dana Rp. 100 juta.  Apalagi waktu itu kedatangan pak Walikota mendekati masa pemilihan walikota, dan dia mencalonkan, kami sangat antusias dan semangat menyambut janjit tersebut.  Hehehe......sampai sekarang, setelah pak Walikota berhasil memenangkan pemilu kada,  kita tidak tahu harus kemana menagihnya.  Biasa deh itu janji politik saja, kataku dalam hati.  Mudah-mudahan dugaanku salah, masa masalah mau nyumbang mesjid saja harus dipolitisasi.....kasihan, nanti tidak barokah.

Sumber lain yang sebenarnya menjanjikan adalah usaha menyewakan tempat penitipan motor.  Tapi pak Sudiat melaporkan hanya mendapat Rp. 300 ribu saja untuk setoran dua bulan kemarin Januari dan Februari 2013.  Ada jalan yang buntu dengan lebar sekitar 6 meter dan panjang 30 meteran.  Lalu DKM beserta RW dan ada warga yang polisi sebut saja oknum polisi membangun tempat penitipan motor.  DKM mengeluarkan biaya Rp. 12 jutaan untuk membuat atap dan membeli pagar, dan disana dipasang spanduk bahwa dananya untuk panitia pembangunan mesjid.  Kalau aku lihat motor yang dititipkan cukup banyak bisa berjumlah 150 motor.   Dengan asumsi sekali nitip seharian Rp. 3.000,- artinya penghasilan sehari bisa mencapai Rp. 450.000,-  Aduh......jadi susah deh ngitungnya berapa penghasilan sebulan kalau hanya setor Rp. 150.000,-  Setelah aku tanya, kenapa setornya cuma sedikit sekali ?  Jawabannya adalah, karena "oknum polisi" tadi.  Bahkan sang oknum menambah tempat cucian motor dan mobil di tempat tersebut, yang airnya selalu menggenangi jalan.  Pak RT, Pak RW, Pak ketua DKM, yang semuanya sudah cukup sepuh di lingkungan, tidak bisa berbuat apa-apa.  

Padahal sang oknum polisi itu tidak menjalankan usaha, baik nungguin parkir ataupun cucian mobil, tetapi ada orang lain yang menjalankan.  Padahal di lingkungan kami ada mantan Kapolda.  Mau bertanya, takut menyinggung dan nanti ribut, begitu kata ustad Syatibi.  Tapi apakah benar oknum polisi itu yang "main", atau mungkin kita hanya diperalat saja oleh orang suruhannya, yang sekarang menguasai dan menjalankan tempat usaha tersebut.  Harus kemana kami bertanya ???  Padahal dana tersebut sangat kami butuhkan dan menyangkut impian seluruh warga.  Tapi tetap kami tidak berani bertanya atau bertindak apa-apa.Wajar sekali apabila di Tangerang, penduduk yang mengetahui ada oknum aparat yang membeking perusahaan pembuat kuali, tidak berani melaporkan.  Mau lapor kemana ?  Mau apa yang dilaporkan ? Lebih baik kita pura-pura tidak tahu.  Karena negara ini telah dikuasai oleh preman.  

Bayangkan saja, setelah beritanya ramai di televisi pun, petinggi tertinggi aparat pengayom masyarakat menyebutkan bahwa oknum aparat tersebut hanya sebagai tukang kayu yang menjual kayu.  Hubungannya cuma hubungan bisnis biasa.  Bayangkan juga ketika komandan tertinggi dengan gagah berani menyebutkan "saya bangga" "saya hormat", kepada oknum bawahannya yang telah melakukan main hakim sendiri dalam kasus cebongan.  Kami tidak punya tempat mengadu.

Kayanya sudah banyak orang yang kebelinger........taubatan nasuha.......taubatan nasuha........taubatan nasuha.........lebih baik sedikit tetapi barokah, dari pada hidup mewah dengan tidak diridhoi oleh tetanggamu.

(salam hangat dari kang sepyan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar