Selasa, 14 Mei 2013

PAGI CERIA DI UJUNG GENTENG

Anak tanggung usia 18-an memakai kaos tangan panjang warna biru tua yang tampak sudah memudar.  Rambutnya tebal hitam dengan ujung agak cokelat, mungkin karena sudah lama tidak bertemu shampo.  Tangan kiri menenteng ikan kira-kira 25 ekor ikan berbentuk pita dengan panjang setengah meteran dan lebar lima sampai tujuh centimeter. Tangan kanan memegang gas motor bebek, keluar dari celah-celah antar perahu menuju jalan desa yang mengarah ke tempat pelelangan ikan.  Dari arah berlawanan muncul sebuah motor bebek hampir serupa yang dikendarai dua orang bertopi usia 30-an.  Sudut mataku yang sedang jalan pagi, menangkap senyum sumringah yang tersungging dari ketiga wajah mereka ketika berpapasan, ………..menambah ceria pagi itu di Ujung Genteng.

Matahari sudah mulai muncul ke permukaan, cahayanya cukup menerangi pantai, namun belum menyengat.  Sekitar dua ratus orang termasuk ketiga orang tadi tampak ceria, hilir mudik di pantai diantara puluhan perahu-perahu penangkap ikan yang berderet-deret dipinggir pantai.  Rata-rata perahu bercat putih dengan kombinasi biru muda.  Tukang jualan makanan ringan seperti gorengan, nasi uduk, kopi, tampak sibuk melayani pembeli.  Di salah satu sudut tempat, tampak bergerombol orang memilah-milah ikan hasil tangkapan sesuai dengan jenis yang sama.  Tangannya lincah membagi-bagikan ikan kedalam tempat yang sudah dipenuhi balok es.

Pantai Ujung Genteng terletak di pantai selatan Sukabumi. Jarak dari Sukabumi kira-kira memerlukan waktu perjalanan 4 sampai 5 jam.  Jaraknya mungkin tidak terlalu jauh, tetapi dengan kombinasi jalan rusak dan berlobang menyebabkan waktu tempuh harus meningkat dua kali lipat.  Aku datang kesana bukan dari arah Sukabumi tetapi meneruskan perjalanan dari Pelabuhan Ratu. Sengaja jalan-jalan ke Pantai Selatan Jawa Barat, untuk menyambangi teman-teman pejuang yang berkantor disana......hehehe........kalau istilah politik mungkin untuk mendatangi konstituen.

Setelah makan siang di pelabuhan ratu kemaren siang, kami berangkat.  Menjelang akhir batas kota mengarah ke Cibadak yaitu di daerah Bag-bagan ada pertigaan.  Kalau lurus menuju Cibadak sedangkan kalau ambil jalan yang ke kanan itu arah ke Ujung Genteng.  Melewati daerah-daerah seperti Simpenan, Kiara Dua, Jampang Kulon, Surade, Ciracap, dan Minajaya. Jalan dari Bag-bagan menuju kiara dua (daerah kecamatan Simpenan) kecil dan menanjak serta berbelok-belok, setelah selesai belokan dan tanjakan, sampailah ke daerah perkebunan teh.  Presentase aspal yang ada dipermukaan jalan di jalan yang berbelo-belok masih kisaran 70 sampai 90 persen, namun setelah melewati perkebunan teh jalan semakin rusak, permukaan aspalnya terus berkurang .  Entah karena terpengaruh nama daerah (daerah simpenan) atau karena apa, tetapi kami seringkali melihat  wanita-wanita yang putih dan cantik, yang rasanya agak aneh berada di daerah terpencil seperti itu.  Jalan dari pelabuhan ratu sampai kiara dua ditempuh dengan waktu satu jam setengah lebih dengan jarak sekitar 30 kilometer.

Dari Kiara dua kita belok kanan menuju Jampang Kulon dan Surade, kalau belok kiri arahnya ke Sukabumi.  Setelah jalan kira-kira lima kilometer, terdapat pertigaan lagi yaitu kalau jalan menuju Jampan Kulon dan Surade terus lurus, sedangkan jalan yang menuju Ciracap belok kanan melewati Ciemas, dimana disana banyak pertambangan emas rakyat.  Kedua jalan tersebut akhirnya bertemu di daerah Minajaya.  Dari Minajaya ke pantai Ujung Genteng kira-kira memerlukan waktu tempuh 30 menit.  Tingkat kerusakan jalan semakin meningkat, seiring dengan semakin sulitnya mencari jalan yang masih tersisa aspal dipermukaannya.  Rata-rata permukaan jalan tinggal kerikil, dan sekali-kali ada kubangan membesar.  Kerusakan jalan terparah adalah di kecamatan Ciracap, rasanya aneh daerah tersebut termasuk daerah kecamatan dengan kondisi infrastruktur yang seperti itu.  Di pusat kotanya saja, mobil hanya bisa berjalan 5-10 kilometer perjam, kalau di Jakarta macet karena banyak kendaraan, tetapi kalau di Ciracap kendaraan tersendat karena harus memilih jalan yang memungkinkan roda menapak dengan sempurna.

Jauh sekali perbedaan infra struktur antaran wilayah utara dan wilayah tengah jawa barat dengah wilayah selatan jawa barat.  Padahal denger-denger banyak orang maju dan berhasil yang berasal dari daerah ini, salah satunya bupati Sukabumi juga asli Jampang Kulon.  Dari sisi denyut bisnis, terasa denyutannya cukup kencang, ditandai dengan besar dan ramenya pasar-pasar yang kami lalui.  Banyak toko besar berderet sepanjang jampang kulon dan Surade.  Wajar saja kalau ada beberapa masyarakat daerah sana yang berpikir untuk membuat pemekaran kabupaten Jampang.

Sampai ke pantai Ujung Genteng sudah jam delapan malam, maklum disamping jalannya rusak, aku juga pergi sekalian kerja.  Petugas yang menemaniku sengaja mencari jalan pintas tidak melalui jalan utama atau tidak melalui pantai yang ramai  untuk menuju hotel.  Katanya kalau lewat pantai tersebut banyak perempuan malam yang nongkrong menjajakan diri di pinggir jalan.  Dalam hati aku bilang "padahal aku juga pingin loh ngelihat kehidupan malam pinggir pantai", tapi aku gak berani mengutarakannya, pura-pua alim saja.  Diambil hikmahnya saja, Alhamdulillah terhindar dari pikiran ngeres dan zinnah mata.

Hotelku terletak di ujung barat pantai ujung genteng, sengaja dipilihkan disana agar kalau tidak cape banget sekitar jam satu malam bisa pergi ke tempat penyu bertelur.  Jaraknya kira-kira lima kilometer dari hotel tersebut  menuju arah barat menyusuri pantai.  Setelah mandi dan ganti baju, aku coba jalan ke lobi hotel deket pantai, ada beberapa orang disana.  Ketika aku tanya tentang tempat penangkaran penyu, dia bilang tadi siang dia sudah pergi kesana, tetapi tidak jadi karena lobangnya besar-besar sehingga Avanza dia tidak bisa menembus jalan tersebut.  Kebetulan deh, aku bisa tidur nyenyak semalaman dan melupakan agenda nonton penyu bertelor.

Pagi-pagi setelah sholat subuh aku berganti pakaian olah raga dan sepatu kets untuk berolah raga pagi menikmati udara pantai.  Aku coba jalan ke sebelah kanan mengarah ke tempat penangkaran penyu.  Tapi belum sampai 500 meter, aku lihat jalanan sepi sekali.  Dari pada takut, mendingan aku balik kanan menuju pantai utama.  Satu kilometer dari hotel tampak bekas-bekas pesta semalam di cafe-cafe yang ada di pinggir pantai.  Selanjutnya 300 meter dari sana berderet-deret perahu nelayan dan bila terus ke ujung sekitar 300 meter lagi, ada tempat pelelangan ikan yang cukup besar dan ramai.

Jalan antara tempat mangkal perahu dan tempat pelelangan ikan cukup ramai sebagaimana aku gambarkan di awal tulisan ini.  Dan yang lebih menyenangkan adalah rona muka mereka tampak bahagia.  Mungkin sedang musim ikan.  Atau mungkin itu sebagai bukti ketulusan dan keikhlasan serta rasa syukur atas rezeki yang diterimanya.  Matahari semakin tinggi.....udara hangat mulai menerpa kulitku.  Dan senyuman mereka juga telah menghangatkan hatiku.  Bukan besar penghasilan yang menyebabkan kita bahagia, tetapi besar rasa syukur yang menjadikan kita bahagia.  Dan pagi ini……..dengan senyuman mereka, aku ikut damai didalamnya.

(salam hangat dari kang sepyan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar