Rabu, 01 Mei 2013

GOA HIRO

Iqra......bacalah.....bismirobbika ladzi holaq, itulah ayat pertama wahyu Illahi yang diturunkan Allah kepada nabi Muhamad SAW melalui malaikat Jibril pada malam tanggal 17 Ramadhan 15 abad yang lalu.  Nabi Muhamad waktu itu sedang menyepi, berada di sebuah goa yang terletak di atas gunung Nur, yang dinamakan goa Hira.  Ketika menjelang usia 40 tahun, Nabi Muhamad selalu kelihatan gelisah, sehingga hampir setiap malam beliau menyepi menjauh dari keramaian.  Tempat menyepi yang di pilih adalah di goa Hira.

Gunung Nur memiliki ketinggian sekitar 2.500 kaki dari permukaan laut.  Dan sebagaimana umumnya gunung di daerah arab, hampir keseluruhan material gunung adalah berupa batu.  Jarak dari Ka'bah atau pusat kota Mekah waktu itu ke gunung Nur cukup jauh, ini perkiraanku saja, kira-kira 8 s.d. 10 kilometer.  Kalau berjalan mungkin memerlukan waktu sekitar 2 jam.  Namun kalau sudah tiba di puncak gunung, maka akan terlihat pemandangan seluruh kota Mekah.  Mungkin dengan alasan itulah, maka gunung ini dipilih sebagai tempat menyepi.  Terus di puncak gunung ada sebuah goa yang arahnya menghadap pusat kota Mekah.

Pas usiaku 40 tahun kebetulan aku berangkat umrah bareng keluargaku.  Rasanya pingin banget saat itu untuk mencoba mendaki gunung Nur dan mendatangi goa Hira secara langsung, di pas-pasin dengan usia Nabi wakt menerima wahyu pertama.  Maklum kalau acara ziarah atau acara jalan-jalan paket wisata umrah di Mekah, walaupun gunung Nur biasanya di tulis sebagai paket wisata, tetapi hanya sampai pinggir jalan dimana dari sana telihat sebuah gunung batu.  Berkali-kali umrah atau haji, ya paketnya hanya seperti itu.  Pemandu biasanya hanya menunjukkan gunung tersebut, lalu ngajak berdoa bersama.  Lalu pergi ke tempat ziarah lainnya.

Aku sudah coba "merengek" pada kepala rombongan yaitu pemilik travel umrah yang kebetulan mendampingi ke sana.  Banyak banget alasannya, ya alasan takut ditangkap askar, alasan paspor dan lain-lain, yang sebenarnya gak masuk akal.  Padahal waktu itu sudah ada sekitar 4 orang yang telah aku "hasut" untuk ikutan naik ke goa Hiro.  Namun kalau yang lain, hasrat untuk naik ke goa Hiro tidak sebesar hasratku, jadinya perjuangan tidak berhasil.

Berangkat umrah yang kemaren kebetulan aku bareng 4 orang kakak perempuan dan 2 orang adik laki-laki.  Aku ajak kedua adikku untuk menjadikan gua Hiro sebagai salah satu tujuan tempat yang akan didatangi.  Kebetulan juga petugas yang dari travel yang ditunjuk menjadi asisten kepala rombongan adalah anak muda 30 tahunan, dan dia pun agak mudah "dihasut" untuk naik ke goa Hiro. Maka ditetapkanlah hari ketiga di Mekah setelah selesai shalat subuh dan makan pagi sebagai hari keberangkatan naik ke goa Hiro.

Berbekal tanya kiri kanan, jam 7 pagi kami berempat janjian ketemu di depan hotel zam-zam, kemudian mencari taksi di basement di bawah hotel.  Sopir taksi menyebutkan harga untuk sampai gunung Nur sebesar 20 Riyal, yaitu dengan merentangkan kedua tangannya lalu dihentakkan sebanyak dua kali....hehehe, artinya dua kali 10 Riyal.  Dan tebakanku bener, karena ketika sampai di tujuan kira-kira perjalanan 10 menit, lalu temenku hanya membayar 10 Riyal sopirnya ngomong agak kenceng, lalu kita tambah 10 Riyal lagi baru sopir tersebut senyum dan bilang halal.  Begitulah kadang-kadang cara kami bertransaksi di Arab, kalau ketemu orang arab yang tidak ngerti bahasa Inggris atau bahasa Indonesia.

Turun dari taksi di kaki gunung Nur, jalan langsung mendaki kira-kira 200 meter.  Jalannya beraspal dan terdapat dua tikungan tajam.  Walaupun jalan mendaki cukup tajam dengan kemiringan 45 derajat, namun banyak sopir-sopir arab yang berani memarkir kendaraan dengan posisi paralel.  Dan beberapa kendaraan ada yang naik sampai batas jalan aspal tersebut.  Di kiri dan kanan ada beberapa warung yang menjual minuman serta makanan kecil.  Aku membeli sebotol minuman kemasan 600 mililter, harganya normal 1 Riyal.  Di ujung jalan aspal ada sebuah mushola kecil dan agak kotor dan ada tulisan yang kira-kira artinya jarak ke goa Hiro 585 meter dan tempat peristirahatan selanjutnya 80 meter.

Setelah jalan aspal kami memasuki jalan berundak-undak dengan lebar sekitar 1 sampai 1,5 meter.  Cukup lebar sehingga leluasa berpapasan antara orang yang mendaki dengan orang yang turun.  Tinggi undakan sekitar 30 centimeter, tidak terlalu berat sehingga aku masih bisa menghitung jumlah undakan sambil naik.  Matahari sudah lumayan tinggi dan memancar langsung ke tubuh kami. Delapan puluh meter pertama berlalu dengan mulus dan kami melanjutkan perjalanan ke atas.  Semakin lama sinar matahari terasa semakin panas dan undakan pun rasanya semakin tinggi.  Deru nafas kami menjadi lebih terdengar kencang, dan dengan alasan foto-foto kami mengambil jeda sebentar.

Ketika jarak menuju puncak menunjukkan 385 meter, timbul perasaan gak sanggup, rasanya kok sudah naik cukup lama dan sudah hampir kehabisan tenaga, tetapi puncak gunung masih jauh.  Kami berisirahat dipinggir jalan bersender ke batu sambil melihat-lihat pejiarah atau pendaki lain.  Jarang sekali pejiarah orang Indonesia, padahal kalau di Mekah orang Indonesia jumlahnya cukup dominan.  Kami melihat ada rombongan ibu-ibu berkulit hitam dengan kerudung hijau mendaki......itu menjadikan motivasi, masa kalah sama ibu-ibu....lalu kami pun merambat naik satu-satu......dan berhenti lagi setelah mendaki sekitar 100 meter ke atas.  Ketika kami berhenti lagi, terus ada melintas dua orang tua, bahkan yang satunya menggunakan tongkat dan sepertinya jalannyapun harus di papah oleh temannya dan mereka terus bergerak naik, kami bereempat saling berpandangan.........lalu kamipun bergerak naik, walau sangat perlahan.

Setelah jarak ke puncak kira-kira tinggal 150 meter lagi, di sebelah undakan mulai ada pagar untuk pegangan.  Dan di beberapa tempat ada orang yang menunjukkan diri sedang memperbaiki undakan. Dan seperti halnya di Indonesia kalau ada jalan berlubang, maka orang yang memperbaiki tersebut meminta sumbangan.  Nampak beberapa uang koin dan recehan 1 Riyal teronggok di sorban yang dibentangkan.  Akhirnya dengan penuh perjuangan kami bisa sampai di puncak gunung, aku lirik jam tangan menunjukkan waktu tempuh kami dari jalan raya sampai puncak sekitar 40 menit.  Peluh mengucur dan nafas tersenggal.  Alhamdulillah.
(diteruskan ke bagian kedua goa Hiro)


(salam hangat dari kang sepyan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar