Kamis, 04 April 2013

UMRAH MARDUD VERSI KIAI

Harus di akui bahwa kita, maksudnya masyarakat Indonesia makin sejahtera.  Kalau dilihat dari fenomena naik haji, jaman aku masih kecil rasanya hanya ada beberapa orang saja pak haji atau bu hajjah.  Biayanya mahal dan memerlukan waktu yang lama, karena harus pakai kapal laut.  Aku masih inget sekitar tahun 74-an, kami 140 anak SD Ciranca, jam sepuluhan pagi telah diminta berbaris berderet-deret sepanjang jalan depan sekolah.  Berbaris berderet bersama penduduk sekitar sekolah, tua muda, bahkan bayi merahpun ikut berjejer digendong ibunya, mencari berkah.  Menunggu akan lewat bapak calon haji dari desa sebelah yang akan berangkat ke arab, berangkat haji. 

Lalu tidak lama kemudian, munculah rombongan sekitar 100 orang  dengan melantunkan shalawat, kadang-kadang diirigi musik "tagoni" sejenis genjring untuk kosidahan.  Paling depan didampingi oleh beberapa orang laki-laki, berjalan Bapak calon haji  menggunakan jas, bersarung, berpeci hitam, dan menggunakan sarung tangan menyalami kami satu persatu.  Kalau yang berderet anak kecil, maka dia akan mengusap kepala anak anak tersebut.  Kebiasaan seperti itulah atau kearifan lokal itulah rupanya yang menjadi pelajaran pertama bagi aku tentang berhaji.  Dihatiku terbersit, bahwa suatu saat nanti, aku harus bisa menjadi orang langka seperti calon pak haji tadi.  Tangannya lembut banget......hehehe...maklum, khan pake sarung tangan.

Tahun 1982 ketika Bapak dan Ibuku pergi haji, kebiasaan itu masih berlangsung, dan posisiku sudah berubah menjadi anggota rombongan yang melantunkan shalawat.  Walaupun waktu itu mobil sejenis truk sudah bisa masuk ke desaku, namun rombongan kami tidak naik kendaraan.  Tetapi berjalan sampai ke ujung desa tetangga sekitar 4 kilometer.  Bapak dan ibuku dengan seragam khas ber sarung tangan, menyalami seluruh penduduk yang berderet-deret sepanjang jalan desa.  Rombongan kami baru naik truk ketika sudah melewati perbatasan desa tetangga.

Sekarang tetangga-tetanggaku mayoritas sudah berhaji, teman-teman kantorku mayoritas sudah berhaji, artinya khan lebih sejahtera.  Walaupun biaya atau ongkos naik haji mahal, telah lebih banyak orang yang mampu membayar biaya tersebut. 

Aku dan istriku menunaikan ibadah haji tahun 2002 akhir dan pulang tahun 2003 awal.  Daftar tahun 2002 dan berangkat tahun itu juga.  Namun sekarang, untuk naik haji memerlukan waktu yang lama dari mulai daftar di bank sampai bisa berangkat haji.  Karena ternyata jumlah masyarakat yang mendaftar haji, jauh lebih banyak dibandingkan dengan jatah kuota haji yang tersedia.  Akibatnya terjadi antrian daftar tunggu yang terus bertambah lama, mulai satu tahun, dua tahun, bahkan konon sekarang bisa mencapai 10 tahun waktu tunggu yang diperlukan.

Bukankah itu salah satu bukti, bahwa kita tambah sejahtera ???

Ada aksi selalu menimbulkan reaksi.  Ada hambatan selalu menimbulkan peluang.  Kalau pintu yang satu tertutup, maka Allah akan membukakan pintu yang lain.  Dengan daftar antrian yang sangat panjang, maka ibadah umrah yang dahulu hanya dilakukan waktu berhaji, menjadi alternatif yang dipilih.  Tumbuhlah bisnis travel-travel untuk ibadah umrah.  Bahkan sekarang sudah sampai ke level seperti MLM, member get member, dan aliansi. Bermacam-macam fasiltas yang ditawarkan, yang biasa, VIP, Eksekutif, dll.  Pada akhirnya membuat kita bingung.  Pokoknya kita serahkan saja deh pada yang di atas ???

Berbicara tentang serahkan saja pada yang di atas, ini sangat dipengaruhi oleh cerita haji jaman dahulu.  Umumnya telah ditanamkan di keyakinan calon jamaah, bahwa kejadian yang menimpa jamaah selama di tanah haram, yaitu di kota Mekah dan Madinah merupakan balasan dari Allah swt atas apa yang dilakukan sehari-hari.   Tanah haram merupakan miniatur akhirat, sehingga seluruh hal yang terjadi merupakan takdir Illahi sebagai balasan yang setimpal.  Jamaah tidak diberi kesempatan berfikir bahwa bisa saja hal tersebut terjadi akibat ulah manusia disana.  Toh disana juga ada kehidupan sehari-hari ?

Cara berpikir seperti itu, rupanya masih terus dikembangkan oleh travel-travel umrah.  Bekerja sama dengan ustad-ustad pembimbing ataupun kiai-kiai yang menjadi anggota MLM travel.  Temen saya yang baru pulang umrah ceritera, bahwa dalam sebuah kesempatan ceramah di Mekah, dia mendengar Bapak Kiai yang juga sebagai ustad pembimbing serta merangkap sebagai "channel" travel umrah di wilayah pesantrennya, menyampaikan bahwa hasil orang berumrah itu ada tiga, yaitu pertama mabrur, makbul, dan mardud.  Salah satu kriteria mardud adalah apabila nanti setelah pulang umrah, lalu kita menceritakan kejelekan-kejelekan travel penyelenggara.  Misalnya makanannya gak enak lah, kamarnya sempit dan jauh lah, toiletnya kotorlah, bisnya jelek lah, ziarahnya tidak sesua janji lah, dan lain-lain.  Kita harus ikhlas menerima apa yang kita terima selama ibadah ini, karena memang hanya sebesar itulah rezeki kita.  Demikian pak Kiai menutup ceramahnya.

Jadi janganlah kita melakukan evaluasi jelek terhadap travel penyelenggara umrah, kalau ingin ibadah umrahnya mabrur.  Hehehe...........siap pak Kiai.

Sedia payung sebelum hujan. Pilih-pilih travel sebelum berangkat umrah, agar kita ikhlas menerima, sesuai yang kita bayar.  Insya Allah minggu depan kita "ngawadul" lagi dengan tema yang sama dalam judul pilih-pilih travel umrah.


(salam hangat dari kang sepyan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar